Selang beberapa menit kemudian, Bu Ratna datang menghampiri Ganjar yang sedang duduk menikmati segelas kopi hitam di teras rumah tersebut.
"Bapakmu sudah berangkat lagi ke perkebunan, Nak?" tanya Bu Ratna menatap wajah putranya.
"Iya, Bu. Katanya mau ada Haji Gufron," jawab Ganjar ramah.
"Oh, ya sudah!" Bu Ratna kembali masuk ke dalam rumah.
Pukul 14:00, Ganjar langsung pamit kepada ibunya dan juga kepada Aisyah untuk kembali ke perkebunan. Siang itu, di perkebunan sedang diadakan penanaman wortel. "Min, besok penanaman wortel selesai tidak, yah?" tanya Ganjar mengarah kepada Amin.
"Sore nanti juga selesai, Kang," jawab Amin penuh keyakinan.
"Oh, berarti besok kamu dan yang lainnya, tinggal perawatan tanaman jagung saja yah. Nanti kamu minta bantuan tiga atau empat orang!" tandas Ganjar lirih.
"Iya, Kang." Amin menjawab penuh keramahan.
Ganjar kembali melangkah menuju ke arah tempat pembangunan mes baru yang terletak di samping mes lama. Ganjar berencana akan membongkar mes lama jika mes baru sudah selesai dibangun, ia terus berusaha memberikan kenyamanan untuk para pekerjanya.
Di area pembangunan mes dan Musala tampak beberapa orang sedang sibuk melakukan pekerjaan mereka. Ganjar melangkah menghampiri salah satu pria paruh baya yang merupakan tukang dalam pembangunan mes dan Musala tersebut. "Pak, Musala tiga hari lagi kira-kira selesai tidak, Pak?" tanya Ganjar berdiri di samping pria tersebut.
"Dua harian lagi paling, Nak. Kalau untuk mes itu masih lama sekitar dua mingguan lagi terkecuali kalau kerja lembur," terang pria paruh baya itu menjawab pertanyaan dari Ganjar.
"Ya sudah mulai malam ini lembur saja, Pak!" pinta Ganjar lirih. "Saya ingin cepat selesai mes, karena Minggu depan ada beberapa pekerja dari Pandeglang yang akan tinggal di sini," sambung Ganjar.
"Iya, Nak," jawab pria paruh baya itu.
Ganjar langsung melangkah menuju saung untuk menghampiri sang Ayah yang saat itu sedang beristirahat, Ganjar duduk di samping Pak Edi menghela nafas panjang dan sedikit bergeser ke sudut bebalean kemudian bersandar.
"Pak, Ganjar berencana untuk membangun pos penjagaan juga di depan dan pintu gerbang juga akan diganti dengan yang baru," kata Ganjar lirih.
"Iya, Nak. Kamu atur saja, Bapak nanti yang akan menugaskan para pekerja bangunan!" jawab Pak Edi.
Pak Edi sangat mendukung apa yang direncanakan putra kebanggannya itu, Pak Edi sangat bersyukur mempunyai putra sebaik Ganjar, yang mempunyai sifat dermawan yang sangat terpuji, tentunya membuat suatu kebanggaan bagi Pak Edi terhadap putra semata wayangnya itu.
***
Pukul empat sore, Pak Danu dan beberapa anak buahnya sudah menyelesaikan pekerjaan mereka yaitu menanam wortel. Pak Danu bergegas melangkah menuju saung untuk menemui Ganjar dan Pak Edi melaporkan hasil kerja yang sudah ia selesaikan.
Setibanya di saung, Pak Danu langsung duduk di samping Ganjar dan langsung memulai perbincangan terkait masalah perkebunan. Ada beberapa hal yang belum Ganjar ketahui di lapangan, dan Pak Danu secara rinci menerangkan apa saja kendala di lapangan terkait pekerjaan dan kebutuhan perkebunan tersebut.
"Ya sudah, nanti saya lengkapi kekurangannya, Pak Danu catat saja. Nanti serahkan ke Haikal!" Ganjar merespon baik laporan dari pria paruh baya itu.
Pukul empat sore sebelum pulang ke rumah Ganjar melaksanakan Salat Asar di saung. Setelah itu, Ganjar langsung pulang bersama sang Ayah dengan membawa beberapa sisir pisang yang sudah matang yang hendak ia berikan untuk Haji Mustofa calon mertuanya tersebut.
Setibanya di rumah, Ganjar dan Pak Edi langsung masuk ke dalam rumah dengan disambut hangat Bu Ratna. "Aisyah masih ada, Bu?" tanya Ganjar.
"Ada di dapur bersama Amel." Bu Ratna kembali melangkah ke arah ruang dapur.
"Bu," panggil Pak Edi lirih.
"Iya, Pak." Bu Ratna bergegas menghampiri sang Suami. "Ada apa, Pak?" sambung Bu Ratna.
"Makanan untuk para pekerja bangunan sudah siap belum?" jawab Pak Edi balas bertanya.
"Sudah, Pak. Ini sedang menunggu Haikal," jawab Bu Ratna.
"Oh, ya sudah. Bapak kira belum telpon Haikal, tadinya mau Bapak antar ke sana." Pak Edi langsung duduk di kursi yang ada di ruang tengah kediamannya itu.
Pukul 17:00, Aisyah pulang bersama Amel. Ganjar pun saat itu mengikuti dari belakang, karena ia diminta untuk datang oleh calon mertuanya tersebut. Sebelum tiba ke rumah, Aisyah terlebih dahulu mengantarkan Amel. Sementara Ganjar saat itu langsung menuju kediaman Aisyah.
Tampak pria paruh baya sedang duduk santai di teras rumah, Ganjar menghentikan motornya dan langsung melangkah menghampiri sang calon mertuanya itu. "Assalamu'alaikum," ucap Ganjar lirih.
"Wa'alaikum salam," jawab Haji Mustofa bangkit dan langsung menyambut kedatangan Ganjar. "Aisyah ke mana, Nak?" tanya Haji Mustofa menatap wajah Ganjar.
"Aisyah sedang mengantarkan Amel, Pak." Ganjar meraih tangan calon mertuanya itu dengan penuh keramahan dan bersikap sopan, Ganjar mencium tangan pria paruh baya itu.
Haji Mustofa mempersilahkan Ganjar untuk duduk. "Silahkan duduk, Nak!"
"Terima kasih, Pak." Ganjar duduk di hadapan Haji Mustofa.
Selang beberapa menit kemudian, Aisyah tiba dan langsung memarkirkan mobil di depan beranda kediamannya. Setelah itu, ia langsung turun dan menghampiri sang Ayah dan juga calon suaminya, setelah mengucapkan salam Aisyah mencium tangan sang Ayah kemudian duduk di samping Ganjar.
"Aa mau ngopi?" tanya Aisyah menatap wajah Ganjar.
"Tidak usah, Neng!" tolak Ganjar dengan lembutnya.
"Buatkan teh manis saja, Neng!" perintah Haji Mustofa mengarah kepada putri semata wayangnya itu.
Aisyah bangkit dan langsung melangkah masuk ke dalam rumah.
Haji Mustofa langsung mengutarakan niatnya kepada calon menantunya dan ia meminta kepada Ganjar untuk tenang dalam menghadapi ujian yang saat ini sedang menimpa Ganjar, yakni musibah yang menimpanya mengenai pembakaran saung yang ada di perkebunannya dan juga mengenai pengrusakan tanaman cabai merah yang membuat kerugian besar untuk Ganjar.
"Iya, Pak. Insya Allah, Ganjar akan tetap tawakal dalam menghadapinya," kata Ganjar lirih.
Tidak lama kemudian, Aisyah datang dengan membawa dua gelas teh hangat untuk sang Ayah dan juga untuk calon suaminya. "Ini tehnya!" Aisyah meletakkan dua gelas teh manis hangat di meja yang ada di hadapan Ganjar dan Haji Mustofa.
"Aisyah mau merapikan kamar rumah dulu ya, A," ucap Aisyah mengarah kepada Ganjar.
"Iya, Neng." Ganjar mengangguk dan tersenyum.
Aisyah langsung melangkah berlalu dari hadapan Ganjar dan Haji Mustofa.
Haji Mustofa pun, kembali melanjutkan perbincangan dengan Ganjar, ia banyak memberikan nasehat kepada sang Calon menantunya itu.
"Jadi, semakin Allah cinta kepada hambaNya, ujian yang diberikan kepada hamba tersebut akan semakin berat. Karena ujian itu, akan menaikkan derajat dan kemuliaan seorang hamba di hadapan Allah. Orang yang paling dicintai Allah adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang yang paling berat menerima ujian semasa hidupnya," ujar Haji Mustofa.
"Dan sebaik-baiknya hamba, ialah orang yang tawakal dalam menghadapi ujian tersebut. Tidak berkeluh kesah dan tidak berprasangka buruk terhadap Tuhan," sambung Haji Mustofa.
Ganjar menyimak dengan baik apa yang dikatakan oleh calon mertuanya itu, ia sangat bersyukur karena mempunyai calon mertua dan calon istri yang sangat paham dengan hukum Agama dan mereka termasuk orang-orang yang taat dalam beragama.
***
Dalam Alquran tertulis janji Allah, ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta'' (QS Al Ankabut: 2-3).
"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada hari Kiamat'' (HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim, Ath Thabrani, dan Baihaqi).