ARMAN POV
"Hummm kalau Mbak Inez itu baik, lembut Mas. Aku tahu dia wanita yang sportif, jadi bersaing secara sehat, aku enggak masalah, yang aku takut itu Mbak Liza, garang banget. Hehe, aku tunggu mas Arman mengajakku ke Jogja ya, Mas." Rika segera berlari dengan wajah sumringah sambil ditumbuhi bunga-bunga aneka warna di kepalanya.
"Makan saja bekalnya punya Ayu tuh. hihihi, baguslah aku enggak sibuk mau kasihkan ke siapa, sudah ada yang mengambil." Aku tertawa-tawa sendiri menutup mulutku.
[Sayang, aku lupa mengatakan padamu. Aku ingin mengenalkan Liza kepada calonku itu, siapa tahu mereka cocok dan aku tak perlu menikah dengannya, tadi aku lupa mau bilang itu]
Pesan masuk dari Inez untukku.
"Oh, ya?! Tentu saja itu suatu kesempatan yang bagus, benar juga, itu tak terpikir olehku," gumamku dalam hati.
[Wah iya, ya? Kamu cerdas banget, kita perlu coba itu. Atur saja sayang. Semoga ada kabar baik setelah itu]
Balasku dengan sumringah. Aku telah kehilangan cara untuk mempertahankan dirinya. Kalau sudah orang tua yang berbicara. Aku bisa apa? Meskipun aku harus hancur kesakitan demi melepasnya. Aku akan berusaha menerimanya. Walau aku tak tahu sampai mana aku bisa menahan lukaku sendirian, melihatnya dinikahi lelaki lain.
"PAGI!!! Mas Arman," sapa salah satu OB di kantor ini yang baru datang.
"Humm, kamu bagaimana sih? Malah duluan aku daripada kamu, harusnya kan kamu duluan datangnya," cercaku menggoda Bobby.
"Eh Bob, kamu mau enggak aku kasih bekal? Rika punya nih, aku sudah kenyang soalnya," tambahku kepada Bobby.
"Waah iya kah, Mas? Ya maulah aku Mas, Rika pujaan hatiku memasak bekal? Pasti sangat enaaak sekali, aku bawa ya, Mas?" ucap laki-laki berusia 20 tahun ini mendapat bekal gudheg yang ngakunya Rika ala Jogja ini. Dia berlari sambil bergoyang-goyang kegirangan.
"Arman, nanti pulangnya barengan ya? Kita ke warung Benny kan?" Ardy baru datang juga ke kantor ini.
"Waah, maaf aku enggak bisa Dy, aku mau mengantar Inez ambil motor ke rumah orang," cakapnya menjawab ajakan Ardy.
"Hei, kamu masih nekat pacaran sama dia? Katanya dia mau nikah sama orang lain? Kamu enggak mencoba pelan-pelan gitu menjauhi dia?" ucap Ardy mencerca tanya.
"Enggak bisa Dy, aku terlalu menyayangi dia. Aku jalani saja lah, nanti dilihat bagaimananya pasrah saja." Aku menjawab sekenanya karena memang hubunganku sangat membingungkan. Aku tak mungkin menjauhi dia dan begitu pula sebaliknya.
"Apa enggak semakin sakit nanti hatimu kalau tidak dilatih dari sekarang? Nanti tiba-tiba kamu harus ditinggal karena Inez menikah?" tanya Ardy serius kepada dirinya.
"Aku tak tahu dan tak bisa menjawabnya juga," pungkasnya.
Dan akhirnya jam delapan tepat telah tampak. Maka kami semua bergegas menuju ruang kerja kami masing-masing.
*****
INEZ POV
"Liza, sayangku. Besok kan hari minggu, ayuk aku traktir makan malam. Aku suntuk banget pengen keluar, cerita-cerita sama kamu." Aku merayu Liza untuk mengajaknya makan malam, tentu dengan ada niat tersembunyi, yaitu ingin mengenalkan Royan kepada Liza. Aku sambil tersenyum-senyum kecil. hihihi.
"Eh, apaan sih kamu ketawa-ketawa gitu? Uda error ya, tuh otak?" ucap Liza sewot merasa diledek.
"Enggak, aku sungguh-sungguh mumpung lagi baik hati, ya? Mau ya?! Please," pintaku seraya memohon-mohon kepadanya dengan menangkupkan kedua tanganku.
"Arman? Ardy? Ikut?" tanyanya.
"Enggak, uangku enggak cukuplah. Lagian aku cuma ingin berbicara sama kamu saja, bukan ramai-ramai," sahutku beralasan. Pokoknya kali ini jangan sampai gagal.
"Oiya, kita pakai baju kembaran ya? Aku pengen foto studio juga di mall besok bersama kamu, kita kan sudah kayak saudara. habis foto, baju kembaran kita bisa ganti, nih aku uda belikan buat kamu. Itung-itung buat kenangan kebersamaan kita sebelum aku dimiliki orang lain." Aku sambil menyodorkan paper bag berisi dress yang memang aku beli untuknya dan untukku kembaran.
"Iiih ... kayak norak banget sih kamu Nez? Emang kamu lagi kenapa sih? Tumben amat?" tanyanya sedikit menaruh curiga kepadaku.
"Enggak apa-apa, lagi ingin mendapat perhatian dari kamu, sahabatku, saudariku," cetusku padanya lagi.
"iya, iya uda deh besok kabar-kabaran lagi saja," sahut Liza masih dengan wajah bingungnya. Aku segera memeluknya tak menunggu waktu lama.
"Yess!!" Berhasil, semoga ada kabar baik setelah ini," bisikku dalam hati kegirangan tak sabar menunggu esok hari.
Tibalah waktu pulang kerja hari ini, yeay!! senangnya hatiku karena aku akan bareng dengan Armanku.
"Daaaa, da Liza? Sampai ketemu besok ya? Emmuach" ucapku sambil melambaikan tangan dan beranjak dari tempatku kerja lebih dulu.
"Nih anak jadi sinting ya kayaknya, karena dipaksa nikah nih?" Liza geleng-geleng kepala tak bisa mencerna keadaan ini.
"Hai sayang, ayok kita cepet pulang." Aku mendatangi Arman ke ruangannya. Agar dia segera membereskan pekerjaannya dan segera berduaan denganku.
"Mas Arman ...." sapa seorang gadis dengan suara yang terkesan diimut-imutkan. Dia melangkah masuk melewati aku yang berdiri di depan pintu ruang Arman. Rika huft, dia lagi.
"Ini kotak bekalnya, sudah aku cuci Mas, rasanya enaaak banget ya Mas semur ayamnya itu, ajarin Rika ya kapan-kapan?" Gadis itu berkata-kata dengan gemulainya.
"Rika, bisa enggak kamu biasa saja, sekarang lagi ada aku." ucapku tersenyum lebar sambil melotot menggerak-gerakkan mata.
"Hehehe, Mbak Inez, aku tadi pagi ceritanya tukeran bekal makan, sekarang mau kembalikan kotaknya. Aku juga mau ambil kotakku," celetuknya di hadapanku.
"Wah iya, aku lupa kotakmu ada di tempat cuci piring, lupa aku bawa kesini. Ambil disana ya Rik," balas Arman kepada Rika.
"Oke Mas, makasi ya, Mas," balasnya sambil berlalu pergi. Wajahku masih bersungut-sungut melihat tingkahnya.
"Sudahlah, percayalah padaku. Aku bisa atasi dia, okey? Jangan habiskan tenagamu untuk marah, bekal dia tadi aku berikan kepada Bobby kok, dan semur Ayam? itu masakan Ayu," jelas Arman sambil mencubit pipiku karena cemberut.
Segera digandengnya tanganku. Ditarik dan diajak sedikit berlari meninggalkan kantor ini.
***
Dalam perjalanan, aku di boncengnya karena hendak mengambil motor ke rumah warga. Aku telah lama tidak dibonceng dia, jadi aku telah lama tak memeluknya pula dari belakang begini. Aku semakin mengeratkan pelukanku karena aku memang rindu, aku sandarkan tubuhku memeluk tubuhnya, dulu sering, sangat sering bersamanya seperti ini, tapi kini teramat jarang aku bersamanya. Cuaca di langit tampak oleh mataku mendung hitam menyelimuti seakan mau turun hujan deras sore ini.
Aku yang masih mendekapnya erat. Merasa gemetar sendiri, tiba-tiba jantungku berdetak tak beraturan. Kenapa nafasku sesak begini? Apakah aku merindukan belaianmu? Di sore hari begini, mau ajak berduaan dimana? Di kontrakan dia ada Ayu? Hummm ... dimana ya? Pikiranku melayang-layang diudara. Apakah dia merasakan hal yang sama denganku? bagaimana ini? Tubuhku jadi bergidik merinding sendiri. Aku dengan detail teringat cumbuannya kepadaku kala itu. kelembutannya memanjakan tubuhku membuat aku terbayang-bayang sekarang ini. Sssshhhh ehm ... kenapa aku jadi mendesah sendiri saat ini mengingat itu? Aku merasa dudukku mulai tak nyaman. Bergeser kekanan dan kekiri. Aku menggigit bibirku sendiri dan jemari tanganku meremas-remas dadanya. Aku menyentuhkan hidungku di kulit lehernya dan aku gerakkan perlahan. Aku inginkan dirimu sayang. Apakah kamu juga? Tanyaku sendiri dari dalam hati.
Tiba-tiba hujan sangat deras mengguyur kami membuatnya segera mencari tempat berteduh dan ingin segera membelokkan motornya.