Kami masih melemaskan otot-otot yang baru saja menegang sekian puluh menit yang lalu. Dia kulihat menggigil kedinginan. Aku segera mendekapnya semakin erat agar dia merasa hangat, meskipun aku juga kedinginan. Bibirnya yang basah itu membiru juga bergetar mungkin kelamaan terkena hujan. Aku dekatkan wajahku dan kuangkat dagunya dengan perlahan, lalu kucium lagi bibirnya itu, agar bibir kecilnya turut menghangat tersentuh bibirku. Aku memagut juga mengulumnya dengan lembut, dia tampak menikmati kehangatan yang aku berikan kepadanya. Setelah beberapa saat kami berciuman, aku ingin mengajaknya pulang karena tampak suasana semakin petang. Aku benar-benar merasakan pertama kalinya sensasi kenikmatan bercumbu di hamparan luas disertai guyuran hujan deras bersamanya.
Memang indah dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia sangat pandai membahagiakan aku, andai dia bisa kunikahi. Alangkah bahagianya hidupku ini. Akan aku minta dan aku berikan semua seutuhnya apa yang aku miliki kapan saja dia minta, dan kapan pun aku mau. Sayangnya semua tak mungkin terjadi. Aku akan segera kehilangan dia. Dia akan menikah dengan lelaki lain. Dan aku tak tahu apa bisa aku melupakannya? Apa bisa aku jatuh cinta lagi kepada gadis lain? Semua terlalu menyakitkan dan tak kuasa aku memikirkan lagi masa depan percintaanku ini.
"Ayo kita pulang, bisa mati kaku kita disini terus. Aku juga enggak mau kamu sakit besok." Aku mendahului untuk mengajaknya pulang saja. Lagian waktu juga sudah hampir malam.
Aku segera meraih kedua tangannya dan membangkitkan dirinya untuk segera meninggalkan tempat ini menuju dimana motorku terparkir. Aku menggandeng tangannya agar dia tahu aku sangat perhatian dengannya.
Kami basah kuyup tak kira-kira, tak akan lucu mengambil motor ke rumah warga dengan keadaan seperti ini. Akhirnya aku berinisiatif mencari toko baju dan aku mampir kesana sebentar, untuk membelikan dia baju ganti juga untuk aku sendiri.
Kami bergantian mengganti pakaian basah kami dengan pakaian yang baru kami beli, lalu kami melanjutkan perjalanan kami bersama lagi.
******
Setelah Inez berhasil membawa motornya, kami memakai motor masing-masing untuk pulang. Aku meluncur menuju kontrakanku. Dia meluncur menuju rumahnya. Aneh, disana sudah ada Ardy? Ngapain, ya dia ke tempatku. Enggak kabar-kabar dulu sih?
"Waaah kamu, nih enggak beres, ditungguin lama sekali. Kamu yang ajak-ajak. Kamu yang datang belakangan?" celetuknya tiba-tiba kepadaku, belum lagi aku memarkir motorku.
"Lho?! Kamu menungguku?" jawabku kebingungan.
"Ya iyalah ... Pakai nanya lagi? Tuh Handphone buang saja kalau enggak bisa dihubungi?" bentaknya marah.
"Lhah, kan hujan, Dy? Masak aku bisa buka Handphone? Memang ada apa kamu kesini?" tanyaku keheranan.
"Eh, pakai nanya lagi? Kan, kamu yang ajak aku kesini? Katanya mau anterin tetanggamu mencari kos-kosan ngajak Ayahnya?" seloroh Ardy makin kesal.
Oh iya, ya? Kok aku bisa lupa ya? Sumpah enggak inget sama sekali. Tampak Ayu yang tak berhenti memandang kami berdua sedang berceloteh dengan tatapan tanda tanya.
"Keasyikan berduaan, sih kamu sama cewekmu, hujan-hujanan lagi?" celetuknya meledek.
"Humm syahdu nih, Jas hujan cuma satu, boncengan berdua? di krekep di dalam jas hujan. Ngapain aja sampai melupakan segalanya?" tambahnya.
"HUSSH!!! Sembarangan! Ada orang tuh! Jangan ngaco! Ya, sudah aku mandi dulu, tungguin sebentar," jawabku juga segera berlalu menuju kamar mandi.
Aku memang harus mandi besar dulu sebelum pergi. Ardy kok tahu aku habis ngapain saja? Memangnya kelihatan dari wajahku ya? Ngomongnya to the point banget dihadapan Ayu sama Ayahnya. Humm, kok bisa enggak ingat sama sekali kalau ada janji? Aktivitas panjang bersamanya benar-benar menghentikan akal dan pikiran seketika. Sampai sekian jam aku ditunggu oleh orang-orang. Handphone? Apalagi? Aku tak merasa harus membuka atau mengeceknya ketika aku sudah melihat dia disampingku. Berbeda kalau dia sedang tidak bersamaku, aku akan selalu mengecek Handphone-ku. Ayu tampak canggung dengan godaan Ardy kepadaku tadi, entahlah ... Dia bukan siapa-siapaku yang harus aku jaga perasaannya. Lagipula memang dia sudah tahu aku sudah memiliki cewek. Sudah hal wajar kalau aku membonceng cewekku kan?
Setelah Aku selesai mandi, aku bergegas makan dulu, karena Ardy sudah ke warung Benny tadi. Dan aku? Masih seperti kemarin, Ayu memasak lagi, kali ini Ayahnya yang minta masakan sederhana. Sayur Bening dan Dadar jagung (Bakwan jagung).
Kami memutuskan sehabis maghrib saja untuk pergi mencarikan Ayu kos-kosan, sebab habis ini juga sudah maghrib. Agar lebih leluasa waktu yang kami butuhkan untuk berputar-putar mencari tempat kos yang sesuai untuk Ayu nanti.
Setelah itu baru kami siap berangkat berputar-putar kota Surabaya untuk mencarikan Kos Ayu, di kawasan dimana ia akan bekerja hari senin untuk pertama kalinya. Aku senang karena aku bisa berbuat apa saja di kontrakanku lagi setelah ini. Aku tak perlu lagi menyembunyikan pakaian dan celana dalam kotorku lagi di suatu tempat tersembunyi agar tidak di cucinya lagi tanpa izin. Aku bisa tidur di kasur empukku lagi sambil menelefon dan bercanda ria dengan Inez tak perlu malu. Aku juga bisa beromantis ria by phone dengannya tanpa harus sembunyi-sembunyi atau canggung kalau dia sudah ngekos sendiri dan Ayahnya akan segera kembali ke Yogyakarta.
******
INEZ POV
Arman ... Betapa aku tak bisa menghilangkan bayang-bayangmu saat beradegan panas bersamaku disana. disaat aku menggigil, engkau berhasil menghangatkan tubuhku. Bahkan membuat serasa panas suhu tubuh ketika tadi. Entah semakin dekat hari pertunanganku semakin bertambah banyak saja memory bercumbu dengannya yang terjadi dan tersimpan dalam otakku. Apakah aku mampu melupakan dia setelah aku berdampingan dengan lelaki lain. Terasa sakit aku memikirkannya. Semua terasa membekas terlalu dalam. Keindahan dan sentuhan yang ia berikan selalu berhasil membawaku terbang ke awang-awang, membuat aku tak pernah ingin turun dari sana. Arman, meskipun aku setiap hari bertemu denganmu, tapi aku tetap selalu merindukanmu.
Aku telah sampai di rumahku dan aku segera memarkir motorku. Aku masuk kerumah seperti biasa, mengucap salam, mencari Ibu dan mencium tangannya. Ibu juga mencium keningku.
"Mandilah dan segera kita makan, sayang. Ayahmu bilang jangan menunggunya karena masih ada lembur," sambut Ibu kepadaku.
"Iya Ibu," jawabku sambil menaruh barang dan tasku di meja.
Aku segera menuju kamar mandi karena merasa sudah risih juga. Aku harus mandi Jinabat karena aku tadi telah memgeluarkan cairan kental dari mahkotaku saat memadu kasih bersamanya di lahan tebu. Di bawah derasnya air dari langit yang mengguyur tubuh kami. Humm ... Makin hari aku semakin merasa error saja. Otakku jadi banyak memikirkan hal mesum bersamanya terus. Sungguh selama menjalin hubungan pacaran dengannya kami sangat hati-hati selama ini, kami tak pernah keluar jalur, apalagi kebablasan begini. Jadinya nagih, Kan nih?
Ya, semenjak aku dijodohkan dengan orang lain itulah otakku mulai kurang waras. Segala cara agar aku bisa hamil duluan selalu aku lalui, tapi dasar lelakiku itu pria yang baik. Dia terbawa oleh rayuanku, tapi selalu dan selalu menolak menghamili aku.