Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 25 - 25 Rayuannya

Chapter 25 - 25 Rayuannya

"Eh Nez, aku mau ke Ardy dulu, dia ada janji sama aku." Sambil cepat-cepat berlari ke depan pintu tempat Ardy berada.

"Dy, tadi katanya janji traktir aku ke warung Benny? Pas rayu-rayu aku tadi? Hayuk sekarang saja!" pinta Liza setengah berteriak karena Ardy yang berada di seberang.

Aku yang tadi diajak bicara Liza juga enggak nyambung karena otakku masih bergelantungan wajah si Rahayu itu.

"Waah iya ya, maunya sih sekarang, tapi tadi Bu Martha minta tolong aku ada masalah di komputernya, jadi aku harus benerin dulu," jawabnya ikutan setengah berteriak.

"Ya kelamaen dong! Ya sudah besok saja ya? Aku mau pulang duluan." Harapan traktiran yang diidam-idamkan harus lenyap karena Ardy harus memperbaiki komputer di ruang kerja Accounting yang di kepalai oleh Bu Martha, sedangkan Administrasi bagian aku dan Liza di kepalai oleh Bu Retno.

"Yuk, Nez. Aku duluan ya? Bye, Sayang," pamit Liza terburu-buru mungkin ada urusan.

"Ardy! Ayo dong dilihat dulu kondisi komputer di tempatku," ucap Bu Martha sambil menyusul ke tempat Ardy yang emang suaranya khas juga tergolong keras, kuintip dari pintuku Ardy dan Bu Martha segera berlalu, tanganku segera merogoh tasku untuk mengambil ponsel. Aku mau menelfon Arman dan harus bicara dengannya, tak sampai satu menit langsung ada respon dari sana l.

"Iya Nez?" suara lelakiku dari sana.

"Arman kalau sudah selesai, kesini, ya?" Bunyi teleponku padanya karena ada yang ingin aku sampaikan. Biasanya aku nyamperin ke ruang dia, tapi kali ini aku malas. Lagi posisi PW juga. Aku rentangkan tangan duduk di kursi sambil kepala aku taruh di sandaran kursi setengah mendongak, seakan leherku tak mampu menopang kepalaku yang menjadi berat karena isinya, dengan posisi yang seperti orang malas dan lemas, otomatis tatapanku pada langit-langit dan lampu diatas.

"Hayoo, ngapain ini?" ucap Arman mengagetkan, wajahnya tiba-tiba nongol di atas wajahku sehingga menutupi pandanganku ke atap itu.

"Cup!" tiba-tiba ia kecup keningku.

"Koq lemes gini? Coba aku tebak. Apa gara-gara Ayu?" ledek Arman mencoba menebak, hebatnya tebakannya ternyata benar.

"Ehmmm ... ya siapa lagi?" cibirku kecut.

"Ya, dari ketemu kamu tadi, ekspresi wajahmu sudah kelihatan, ada yang cemburu nih," godanya. Aku segera berdiri dan mendekati dia, jari telunjukku aku tunjukkan ke dadanya.

"Aku cemburu sama dia, dari tempo hari yang di Jogja itu. Arman jangan terlalu dekat sama dia, meskipun dia teman lama. Teman waktu kecil kan beda sama sekarang? Dia sudah gadis, lagi aku merasa dia ada rasa sama kamu." Terbesit dari yang aku tangkap, aku sampaikanlah ke dia sekarang.

"Mana mungkin aku berpaling darimu? Hanya kamu yang menempati disini." Tangan dia ikut serta menggenggam jari telunjukku yang masih aku tempelkan di dadanya.

"Jangan terlalu baik sama dia, nanti dikira memberi harapan," pintaku lagi.

"Jangan khawatir Nez, aku hanya mencintaimu saja, kau tahu itu." Arman menyentuh daguku dan bersiap menciumku, di bibirku ... Aku pun mau saja karena aku memang merindukan ciuman lembutnya yang hanya untukku. Kami berciuman mesra, saling memagut dan menikmatinya. Dia menarik pinggangku sampai bersentuhan dengan tubuhnya tak ada jarak, sedang kedua tanganku, memegang kedua pundaknya.

Di tengah adegan berciuman kami, ada Ardy dan Bu Martha yang tiba-tiba hadir disini.

"Ehm! Permisi, Pak-Bu, mau pinjam keyboardnya sebentar. Aku mau bawa ke Accounting," dehem ringan yang dikeluarkan oleh Ardy sambil berkelakar.

"Bekal sore nih, ye? Sebelum pulang ke rumah, jadi ngiler nih, aku enggak punya musuh," ledeknya.

Aku melepas ciuman itu lalu hanya tersenyum malu, begitu juga Arman, tapi bagi kami itu sudah biasa kalau Ardy atau Liza yang memergoki, hanya saja kali ini berbeda, ada Bu Martha juga yang melihatnya.

"Kalian segera nikah saja, daripada curi-curi begini." Seperti agak mengumpat bu Martha memberikan respon kepada kami, ya mungkin beliau tersinggung karena statusnya yang sudah Janda. Sekitar satu tahun sudah bercerai dari suaminya dan menjadi wanita yang bisa dibilang jablay.

"Makanya itu Bu maennya di kantor, di rumah enggak bisa. Tuh Inez mau dinikahkan dengan pria lain," tambah Ardy menjelaskan ke Bu Martha.

"Waah gitu ya? Kasian ya? Beginilah lika-liku hidup. Aku sendiri juga harus seperti ini, sabar-sabar saja deh."

Aku tak menyangka mereka berdua bakal datang ke ruangku, padahal suasana kantor sudah sepi. Aku memang tahu mereka berdua belum pulang, tapi kan tadi di ruang Accounting. Eh ... tiba-tiba nongol disini.

Setelah Ardy selesai mengambil kebutuhannya, dia berpamitan keluar.

"Jangan lupa pintunya di tutup, kalau mau lanjut. Hehee," goda Ardy sambil mencubit Arman, Arman pun menggeliat kaget, dan tertawa-tawa. Ardy berpamitan lalu diikuti oleh Bu Martha. Lalu, aku dan Arman berniat ingin menguntit mereka berdua, ya iseng-iseng saja.

Ardy yang serius mengutak-atik komputer itu tidak sadar sedang diperhatikan oleh Bu Martha sedari tadi, janda berusia 32 tahun ini tergolong janda muda yang pandai merawat dirinya. Dia masih cantik dan jaga penampilan sempurna di depan semua orang.

"Ardy, masih betah menjomblo? Mau sampai kapan?" Bu Martha mula-mula membuka pembicaraan dengan pemuda di depannya.

"Aku menunggu Liza Bu. Semua orang tahu aku mencintai dia," jawabnya singkat.

"Tapi dia menolakmu. cobalah dengan yang lain mungkin kamu suka. Emmmm aku misalnya?" Ardy tetap serius mengutak-atik komputer itu, karena dia tampak tak ingin berlama-lama disitu.

"Ardy, menikahlah denganku. Akan aku berikan semua untukmu. Aku tak akan merepotkanmu, rumah sudah ada, mobil ada dan aku berpenghasilan." Ardy sontak menghentikan aktivitasnya.

"Maaf Bu, saya bukan Brownies yang Bucin dan Matre. Saya lelaki berprinsip, tidak mau memakan keringat wanita."

"Nah bagus itu ... Aku mencari pria sejati sepertimu. Katakan apa aku tak cantik? tubuhku masih seperti gadis. Aku habiskan banyak uang untuk merawatnya, bahkan ..." dia mendekatkan bibirnya ke telinga Ardy hendak membisikkan sesuatu? Aku dan Arman saling berpandangan.

"Aku operasi keperawanan, cobalah dulu baru kamu bisa memutuskan." Bu Martha terus menggodanya.

"Bu, ini sudah selesai komputernya saya pamit dulu Bu."

"Jangan panggil Ibu, panggil saja Martha. Kamu jangan dulu pergi Ardy, tetaplah disini Ardy, kalau kamu tak suka. Kita bisa lupakan semuanya dan aku bisa operasi lagi kok, dan aku janji ini rahasia," rayuan maut Bu Martha.

"Maaf Bu, aku hanya ingin memberikan semua milikku hanya untuk satu wanita. Istriku kelak! Itu sudah tidak bisa diganggu gugat, permisi Bu." Saat akan melangkah, Ardy ditahan oleh Bu Martha, tanpa menduga dia mendorong kuat tubuh Ardy yang tampak tak siap itu terjatuh dan bertumpu pada kursi di belakangnya.

Bu Martha melucuti pakaiannya sehingga hanya tersisa dalaman saja." Aku semakin melotot!

"Glekh" Ardy menelan ludah sepertinya, betapa ia baru pertama kali ini, karena dari pengakuannya dulu, dia sama sekali tidak pernah melihat tubuh wanita yang sekian persen telanjang di depan matanya itu, tidak memungkiri dia Lelaki yang juga berdenyut kencang jantungnya melihat pemandangan itu. Itu sudah pasti.