Betapa ragu dan geroginya Ardy dihadapkan dengan permasalahan seperti ini. "Apa-apaan ini? Aku selama ini menjaga diri karena ingin dengan wanita yang aku cintai saja, sedang dia siapa? Masak iya perjakaku berakhir di miliknya Janda menggila?" umpatnya dalam hati menolak semua ini, tapi dia merasa tak bisa bergerak dan keringat dingin mulai mencuat dari pori-pori tubuhnya.
"Bu hentikan! Aku tak pernah menyentuh perempuan sebelumnya, Bu .. aku teringat wajah Ibuku, jadi Bu Martha jangan bertindak yang tidak-tidak," bentak Ardy kala itu, namun Bu Martha seakan kesetanan hendak melepas
semua pakaian yang tersisa itu.
"Ayolah Ardy, aku sudah tak mampu membendung gairah ini, kamu jangan bodoh, nikmati saja sayang. Lelaki tak akan terasa bila dia tidak perjaka atau perjaka, yang terasa itu perempuan bila ia sudah tak perawan, kecuali aku! Karena aku sudah operasi, jadi milikku ini masih serasa perawan, Sayang. Lakukan dan kamu pasti ketagihan dengan kenikmatannya." Dia terus mendekati Ardy dan berusaha mengobarkan gairah Ardy.
"Bu, hentikan Bu, maaf saya tak suka melihat Ibu begini!" Bentak Ardy lagi dengan nada
ngos-ngosan dan semakin menggelugut.
"Sebentar saja kok, kamu bisa bayangkan Liza, anggap aku Liza ayo lakukan dengan perlahan, santai ya." Bu Martha mulai menggerayai tubuh Bidang Ardy, Ardy hanya mencoba mengatur nafasnya yang sudah tak bisa beraturan lagi,
"ayo sayang, jangan takut. Kita bisa mulai seperti Arman dan Inez tadi, kamu ngiler kan? ayo rasakan sensasinya." Wanita itu benar-benar mengulum bibir Ardy yang belum pernah mencium gadis sekalipun. Aku sudah mulai geregetan dan gatal rasanya ingin mengumpat dan membantu Ardy, karena sudah tak tahan dengan tingkah Bu Martha itu, kami mengintip dengan jelas dan tanpa mereka berdua sadari, ternyata Arman malah melarangku. Dia bilang, kita tunggu saja sampai dimana kengerian Bu Martha ini!
Dia cucup dan pagut sambil terus tangannya menjelajah. Ia menemukan bagian yang menyembul di antara kedua kaki Ardy, dia mencoba mengelus dan mengurut layaknya sorang tukang pijat
"Mana tanganmu, Sayang. Tanganmu harusnya disini." Ia taruh kedua tangan Ardy pada kedua dadanya. Ia bantu meremaskan tangan Ardy itu, Ardy merasa tak bisa menolaknya. Walau tak suka sebenarnya,
"Aaaah ... Aaaah, telah lama aku dahaga akan sentuhan lelaki Ardy, teruskan sayang." Wajah Bu Martha benar-benar sudah memerah meminta ke tahap yang lebih. Ia kembali maraih tangan Ardy dan diselipkan pada barang miliknya, masukkan tiga jarimu sayang, aduklah ... Aduklah.. dengan kencang." Wanita ini terus memberikan petunjuk kepada Ardy sambil menikmati suasana saat ini. Ardy dalam hati mengumpat dan tak mau, namun ia tak berdaya karena dirinya juga terbakar nafsu, dia hanya memikirkan wajah Liza, wanita yang dicintainya.
"Aaarghh, terus sayang." Benar-benar berisik, aku merasa terganggu dengan ocehan dan desahan wanita itu! Dia terus mencerup leher dan dada Ardy yang masih berpakaian itu, namun dengan kancing yang setengah terbuka. Wanita itu sedang disentuh birahi yang ingin merasuki. Ardy sempat menggeleng-geleng kepala dikala menyadari bahwa perempuan ini bukan Liza, namun karena pusakanya telah dikuasai oleh Bu Martha, ditarik-tarik dan hendak dikulum oleh Bu Martha, Ardy tak kuasa menahan geli dan berdesir darahnya disekujur tubuhnya mungkin. Ardy sepertinya tidak berkutik lagi. Bu Martha dengan beringas seperti mengulum Es krim yang lezat. Ardy memekik ikut mengerang akan kelakuan perempuan ini.
"Cukup! Aku harus hentikan ini, kita tidak boleh diam saja!" bisikku geram. Sedangkan Arman masih menggeleng melarangku.
"Dia sudah dewasa, biarkan dia gentle dan menyelesaikannya sendiri," nasehat Arman.
"Bu!!! Liza pasti akan mebenciku bahkan akan meninggalkan aku karena ini. Aku tak mau penantianku selama ini sia-sia hanya demi beberapa menit bersama anda, Bu!" Ardy langsung menarik pusakanya dari mulut janda itu, ia berusaha melawan pergolakan rasa yang mungkin dia dan lelaki lain rasakan, biasanya sudah ingin segera menancapkan, namun sekuat tenaga ia menahan dan mengurung pusakanya itu di dalam resletingnya. Sama halnya dengan Arman.
"Aku harus pergi Bu!" Dia cepat-cepat pamit atau akan terperangkap lagi oleh nafsu yang tak ia inginkan.
"Ardy, kamu belum mencobanya, tadi sudah tahap yang bagus sayang, untuk ukuran pemula sepertimu." Buru-buru Bu Martha memakai bajunya dan berusaha mengejar Ardy, sedangkan pemuda itu diliputi penyesalan yang dalam telah sempat menggerayai wanita yang jelas-jelas tidak dicintainya, ia merasa bodoh karena hampir saja menjadi alat pemuas nafsu janda itu. Dia merasa betapa turun harga dirinya bila itu terjadi.
Aku dan Arman segera pergi dari situ dan pura-pura tidak tahu-menahu soal yang kami lihat di depan mata kepala kami berdua itu.
"Ardy jangan pergi, aku maukanmu, aku belum selesai, aku panas dingin dibuat olehmu! tanggung jawab Ardy, selesaikan dulu, jangan takut." Semakin kencang Bu Martha berlari karena dia merasa belum tuntas dan membutuhkan hujanan pusaka ditempatnya yang sudah menjadi basah itu.
Aktivitas kejar-kejaran disaksikan aku dan Arman yang berjalan ke parkiran dan hendak pulang , keduanya bertatapan dan saling menyimpan tanya, kenapa mereka seperti anak kecil saling mengejar, ah ya sudahlah aku dan Arman segera melanjutkan tujuan kami yang ingin pulang.
*****
Aku dan Arman masih berusaha menguntit Ardy, ia ternyata pergi ke rumah Liza.
"Lizaaaaa!!! ... secepat kilat dia telah sampai di rumah Liza, karena mendengarkan teriakan diluar, Liza buru-buru membuka pintu
"Kayak suara Ardy." Ah benar dia melihat Ardy didepan rumahnya.
"Ardy kamu kenapa? Sampai berkeringat gini? Kayak habis lihat hantu? Tadi Inez sekarang kamu ...." ucapan Liza belum selesai, Ardy langsung menubrukkan tubuhnya dalam dekapan Liza.
"Peluk aku Liz, jangan lepaskan," ucapnya terbata-bata sambil ngos-ngosan.
"Eh, nanti dilihat orang?, ada Papa Mamaku di dalam, nanti bisa dinikahkan kita kalau lihat kita begini!, ayo masuklah kita bicara di dalam" ajak Liza karena tak melihat suasana, Ardy memeluk erat Liza didepan umum tentu membuat dia malu.
"Jangan lepas Liz, kumohon anggap saja pelukan persahabatan," Lagi Ardy mengucap kata yang sama.
"Kamu kenapa? pasti ada apa-apa?" jawab Liza, Liza melepaskan pelukan itu lalu menggandeng Ardy, mengajak masuk dulu dan memberikan Ardy minum air putih.
Aku dan Arman akhirnya nongol saja agar lebih jelas semuanya, Liza dan Ardy meminta aku masuk juga bersama mereka setelah mereka menyapa kami dan Ardy juga tak mnaruh curiga.
"Minumlah dulu Dy, silahkan duduklah kalian semua ... Sekarang ceritakan dengan tenang, kita dengarkan Ardy mengatakan ketakutannya yang sampai seperti ini." Perlahan Liza menuntun Ardy agar lebih tenang.
"Bu Martha, dia menyukai aku dan meminta untuk menikah denganku, aku tak mungkin menerima itu, kamu tahu aku hanya mencintaimu saja." Disamping kaget Liza juga tersenyum-senyum lucu.
"Ya, baguslah dia janda kembang, jelita dan bodynya aduhai, terus dia kaya juga kan? Idaman cowok banget itu, kenapa kamu enggak mau?" goda Liza di depan Ardy.
"Apanya yang Lucu Liz? Aku serius!!!" wajah Liza berubah mimik saat melihat wajah Ardy yang memerah itu.
"Ini bukan lelucon! Dia menggoda aku Liz. Waktu aku sedang membetulkan komputernya, dia membuka semua pakaiannya di depan mataku. Aku jadi kalang kabut disana. Aku tidak main-main. Dia terus menggodaku." Kebengisan mata Ardy keluar seperti menyimpan dendam kepada wanita penuh nafsu itu.
Aku dan Arman yang sebenarnya memang tahu semuanya berpura-pura saja kaget dan tidak tahu apa-apa.
"Apa?! Masak iya Bu Martha sampai begitu?" tangkap Liza seakan tak percaya.
"Wanita tak tahu diri! Tenang saja besok akan aku labrak dia, berani menggoda sahabatku" ancam Liza kepada Bu Martha,
"Liz, tolong jadilah pacarku agar aku tenang, atau minimal berpura-puralah jadi pacarku agar Bu Martha menjauhiku. Aku tak yakin apa lagi yang akan ia rencanakan untukku?" Permintaan Ardy yang bersungguh-sungguh, lagi Liza ingin menjaga prinsip lelaki yang baik depannya ini. Dia bertekad dan bersedia mengabulkan permohonan Ardy. Karena dia mengenal Ardy.
"Jangan khawatir Dy, kalau dia macam-macam sama kamu akan aku sikat. Dia merendahkan martabat perempuan, dan aku tak suka itu!" janji Liza kepada Ardy.
Aku dan Arman hanya menyimak keduanya, kami meimpali mereka hanya dengan ekspresi dan tanpa kata. Aku pikir respon Liza sudah lebih dari cukup.
"Arman, kabari aku apa saja yang dia lakukan disana bersamamu ya? Kalau Ayu itu sudah merepotkanmu, dan membuatmu tak punya pilihan, Telfon aku ... Aku yang akan datang dan mengatasinya!" pesanku dengan sorot mata seperti elang tajam dan penuh kecemburuan. Melihat dendam Liza, aku jadi tiba-tiba teringat Ayu.
Kami! Dua perempuan tangguh ini, betapa tulus dan sungguh-sungguh ingin menghindarkan orang-orang terkasih dari cengkeraman wanita yang tak di inginkan dan membahayakan lelaki kami. Aku kepada lelaki yang kucintai, Liza kepada lelaki yang mencintainya dan juga sahabat dekatnya.