Chereads / Inevitable Fate [Indonesia] / Chapter 18 - Pelaku Misterius

Chapter 18 - Pelaku Misterius

Uangnya hilang!

Dompetnya juga!

Astaga! Astaga! Astaga!

Reiko ingin menjerit keras-keras ketika mengetahui semua itu. Kenapa bisa terjadi? Kantong kertas berisi gepokan uang hasil gaji dia bekerja di tempat Tuan Yamada dan juga katanya mendapatkan tambahan sebagai kompensasi atas tindakan asusila Tuan Yamada padanya.

Uang yang dijadikan harapan terakhir Reiko ketika dia sudah di ambang limit kehidupannya, kini menghilang!

Bahkan dompetnya! Dompet yang tanpa isi lembaran uang dan hanya berisi kartu-kartu penting dia, itu juga lenyap!

Dia mengingat-ingat, apakah terjatuh di perjalanan pulang? Tapi, jika menilik dari tasnya yang robek dan itu dia yakini tidak robek secara alami, dia pun akhirnya menyimpulkan bahwa dia kecopetan.

Tapi di mana? Ketika berjalan?

Ohh! Dia sempat ditabrak seorang pria muda ketika berjalan ke apato! Berarti, lelaki itulah yang mengambil dompet dia? Begitu cepatnya! Luar biasa!

Hei, tidak seharusnya dia terkagum-kagum pada ilmu dan keahlian tangan kilat si lelaki tersebut sebagai pencopet.

Tapi ... apakah mungkin lelaki tadi bisa merobek tas kainnya begitu saja tanpa dia sadari dan mengambil kantong uangnya? Itu tidak mungkin, kan?

Kembali saat lelaki yang menabrak Reiko tadi berlari kembali menjauh dari Reiko, dia terkekeh girang sambil menggenggam dompet yang berhasil dia dapatkan begitu merogoh tas sobek Reiko. Bagaikan durian runtuh, batin lelaki itu. Tasnya sobek dan dia langsung bisa mendapatkan dompet tersebut.

Namun alangkah murkanya dia ketika mendapati ternyata dompet itu sama sekali tidak memiliki lembaran uang di dalamnya, dan hanya ada beberapa koin saja, selebihnya hanya ada kartu-kartu seperti kartu identitas dan berbagai kartu tak penting lainnya.

Dengan geram, lelaki itu mencampakkan kuat-kuat dompet tersebut di trotoar dan dia hanya bisa berpikir bahwa tas robek gadis tadi adalah ulah pencopet lainnya dan mungkin sudah mendapatkan letak sebenarnya dari uang si gadis, sedangkan dia hanya mendapatkan ampasnya saja, koin dan kartu-kartu.

"Sialan!" umpat lelaki itu sambil berjalan gontai ke arah lain untuk mencari mangsa selanjutnya.

Sementara, tak jauh dari sana, ada seorang lelaki berpakaian serba hitam dan memungut dompet itu sebelum menyerahkan kepada lelaki lain di dalam mobil.

"Kau yakin ini milik Reiko?" tanya lelaki di mobil ketika menerima dompet itu, sambil membuka dompet untuk mencari kartu identitas.

"Ya, Tuan," jawab lelaki yang memungut tadi. "Kami sudah mengikuti Nona Reiko dan melihat lelaki itu mencopet Nona Reiko di perjalanan pulang ke apartemennya."

Ketika mata lelaki itu melihat kartu identitas Reiko, maka dia pun yakin dompet itu memang milik gadis yang kabur dari vilanya. Ya, dia memang Nathan Ryuu.

Dia langsung dihubungi anak buahnya yang dia perintahkan untuk mengikuti Reiko dan sekaligus menjaga gadis itu sepanjang hari ketika dia harus pergi ke kantor.

Nathan Ryuu segera keluar kantor begitu dia mendapatkan laporan anak buahnya mengenai Reiko kena copet di perjalanan pulang dan di sinilah dia kini, menatap dompet merah muda bermotif bunga sakura, terlihat girly dan manis.

Di apartemennya, Reiko masih menangis untuk menuangkan kesedihan dan kebingungan dia karena telah kehilangan uang. Ia bertanya-tanya, kenapa harus menerima nasib seperti ini?

Segepok uang itu sangat dia butuhkan. Itu bagai nyawa terakhir dia! Dan dompetnya ... itu juga termasuk kumpulan serpihan jiwanya karena di sana ada banyak kartu penting yang akan membutuhkan waktu lama untuk mengurus lagi yang baru di instansi ini dan itu.

Reiko menangis sampai jatuh tertidur dan ketika bangun, itu sudah hampir tengah malam. Ia pun bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar sekedar untuk menghirup udara baru daripada merasakan pengap di dalam apato terus.

Ketika kakinya sudah menginjak lantai depan pintu apartemennya, mendadak saja matanya menangkap seonggok benda yang sangat dia kenali.

Segera dia ambil dompet itu penuh rasa syukur. "Dompetku! Uhu hu huuu ... dompetku kembali, hu huuu ...." Ia tidak bisa tidak menangis, namun kali ini penuh rasa syukur dan haru.

Tapi, mendadak dia berpikir, bagaimana dompet ini bisa sampai di apato dia? Sedangkan tadi dia sudah mengitari apato untuk mencari dompetnya dan tidak menemukan sama sekali. Kenapa kini sudah tergeletak di lantai depan kamar unit dia?

Mata Reiko segera beredar mencari ke segala arah untuk melihat apakah ada seseorang mencurigakan yang kira-kira pelaku penaruh dompet itu?

Tidak ada siapapun di luar saat ini. Bahkan parkiran di depan sana saja sunyi tanpa ada makhluk hidup yang tertangkap mata.

Jangan-jangan ... ini ulah makhluk ghaib?

Bergidik membayangkan apa yang ada di benaknya, Reiko pun lekas kembali masuk ke kamar apato dan mengunci seluruh pintu dan jendela. Terlalu aneh. Ini terlalu aneh. Kembalinya dompet dia sungguh aneh dan tak masuk akal.

Bukannya dia tidak bersyukur dompetnya kembali, tapi ... siapa yang menaruh di depan pintunya?

Di sebuah jalan tak jauh dari apato Reiko, ada mobil hitam mahal dengan lelaki di jok belakang, duduk tenang dan bertanya pada anak buah di kabin depan, "Apakah dia sudah mengambil dompetnya?"

"Sudah, Tuan. Nona sudah mengambilnya beberapa menit lalu." Orang itu melapor pada majikannya.

"Hm, ya sudah, ayo jalan. Langsung ke apato aku saja." Lelaki itu, Nathan Ryuu, memberikan perintah pada sopirnya sebelum dia menutup penghalang kabin dan merebahkan kepala di sandaran jok.

Reiko mungkin tidak mengetahui bahwa sejak pagi dia sudah diamati dan diikuti anak buah Onodera Ryuzaki. Meski anak buah itu melakukan kelengahan ketika Reiko kecopetan di dalam kereta antar daerah, namun dia mengetahui saat gadis itu kecopetan di jalan.

Ya, Reiko mengalami kecopetan dua kali, di kereta dan juga di jalan. Uangnya hilang di kereta yang penuh akan orang berdesakan untuk pulang dari kantor. Gadis itu cukup ceroboh tidak membawa tas kecilnya ke depan tubuhnya dan malah membiarkan tas itu terdesak ke belakang tubuhnya sehingga menjadi sasaran empuk pencopet.

-0-0-0-0-

Pagi harinya, Reiko terbangun dengan wajah lesu. Rasa ngilu pada tubuhnya tidak dia perdulikan. Dia hanya memikirkan bagaimana menjalani hidup setelah tidak memiliki uang. Hanya ada koin-koin yang mungkin hanya cukup untuk membeli sarapan saja.

"Apakah aku harus menyerah sekarang?" Ia bergumam pada dirinya sendiri ketika memasak air untuk minum teh hangat. Ia pandangi kantung teh di gelasnya, itu adalah teh terakhir yang dia miliki saat ini. Setelah ini, dia harus puas meminum air putih saja.

Bagaimana cara dia bisa lekas mendapatkan uang? Bagaimana?