Reiko mendatangi sebuah event bernama Comiket untuk menghibur dirinya yang jenuh beberapa hari ini.
Ia melihat kerumunan yang sedang menonton cosplayer berlaga, lalu mendatangi stan-stan penjual doujinshi[1] dan manga bekas.
Dia asyik mengamati manga dan juga doujinshi dari beberapa anime kesukaan dia. "Wah! Ada doujinshi Kemono Jihen! Uwaahh, ternyata sudah ada doujinka[2] yang membuat!" Reiko berhenti di salah satu stan doujinshi untuk melihat sebentar apa yang dijual di sana.
Matanya kemudian melirik ke samping, dan berseru. "Manga Michael! Urffhh! Ini retro sekali!" Matanya berbinar mendapati tumpukan manga yang bercerita mengenai keseharian kucing bernama Michael yang lucu dan menggemaskan."
Di sana ada tumpukan manga klasik berjudul Michael yang menceritakan keseharian seekor kucing bernama Michael.
Ini manga retro! Retro! Demikian benak Reiko melolong ketika melihat setumpuk manga Michael di depan mata.
Hatinya menjerit ingin membeli namun teringat akan uangnya yang sangat pas hanya bisa untuk makan sehari-hari selama sebulan dan membayar biaya kafe internet beberapa hari lagi.
Dia harus berhemat. Dia harus berhemat!
Berhemat! Berhemat!
Reiko terus meneriakkan itu di hatinya dan dengan penuh sedih, menaruh kembali manga Michael ke tumpukannya. Ia pandang sekali lagi manga bekas itu dan memutuskan harus segera menyingkir atau dia akan kehilangan nalar logisnya dan membeli manga itu.
"Yosshh! Ayo berhemat!" bisiknya sambil menjauh dari stan tersebut.
Orang yang mengikuti Reiko mengamati perbuatan gadis itu dan mendengar bisikan Reiko sebelumnya, lalu memandang manga tersebut.
Langkah kaki Reiko tiba di stan yang menjual action figure anime dan game. Tapi karena dia tidak terlalu menyukai jenis itu, maka dia pun hanya sebentar di sana dan meneruskan berjalan. Pikirannya masih terngiang akan manga Michael tadi.
Namun, dia bertahan dengan pemikiran logis dia. Maka, hanya desah napas saja yang ia keluarkan sebagai pelampiasan. Meski manga tadi itu termasuk yang dia cari-cari selama ini, namun keuangan dia tidak memungkinkan.
Hm, lain waktu saja ketika dia memiliki uang berlimpah kelak. Entah kapan itu terjadi, yang penting ucapkan dulu saja dalam hati, karena kata ibunya, ucapan walau dalam hati merupakan sebuah doa. Maka dari itu, ucapkan sesuatu yang baik entah secara lisan maupun di batin.
Karena haus, dia pun menuju ke sebuah stan yang menjual minuman semacam jus dan cola buatan, bukan dari mesin minuman.
Mau tak mau, Reiko membuka maskernya agar dia bisa menyedot jus melonnya. "Aahhh! Ya ampun, segar sekali!" Matanya berbinar dengan senyum lebar terbentang usai meneguk separo dari porsi jusnya.
Rasa gerah dan hawa panas yang menghajar sejak tadi seketika bisa terhapus setelah jus dingin melalui tenggorokannya.
"Rei-Reiko? Apa kamu benar Reiko?" Sebuah suara muncul di sebelah Reiko.
Langsung saja tubuh Reiko berputar ke sumber suara. Matanya bertautan dengan mata seorang gadis seumuran dengannya. Meski lebih pendek darinya, Reiko tetap memandang gadis itu sambil memiringkan kepala. "Shi ... Shirazaki Runa?" Ia sedikit tak yakin.
"Iya!" Gadis itu tersenyum lebar. "Kau Reiko ... Arata Reiko, iya kan?"
"Ahh, iya! Aku Reiko." Reiko ikut melebarkan senyumnya. "Astaga, sudah berapa lama kita berpisah sejak SMP?" Mereka saling berpelukan riang.
"Ha ha ha!" Shirazaki Runa tertawa girang. Setelah melepaskan pelukan masing-masing, dia berkata, "Rasanya sudah begitu lama tidak bertemu, yah Rei-chan!"
"Ahh, jangan panggil seperti itu lagi. Cukup Rei atau Reiko saja tak apa." Reiko mengibas pelan telapak tangannya sambil terus tersenyum senang. "Tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini."
"Iya, ah ha ha ha! Apalagi di kota sebesar ini!" Runa terlihat gembira bertemu salah satu teman dekatnya di SMP dulu.
Reiko dan Runa termasuk akrab dan dekat di saat mereka bersekolah di suatu SMP di kota Kamakura, sebuah kota di prefektur Kanagawa (tempat orang tua Reiko dulunya tinggal). Mereka berpisah karena Reiko memutuskan melanjutkan SMA di Yokohama (tempat paman dan bibinya tinggal) dan Runa masih tetap di Kanagawa.
Keduanya pun mencari spot nyaman yang memiliki tempat duduk meski dari beton.
"Kau sekarang di Tokyo?" tanya Runa penuh antusias.
Reiko mengangguk. "Kau juga menetap di Tokyo?" Ia balik bertanya.
Runa menggeleng. "Aku ke Tokyo hanya main saja mumpung libur musim panas."
"Ohh." Reiko mengangguk pelan menandakan dia mengerti. "Kau pasti melanjutkan ke bangku kuliah, kan?"
Runa kali ini mengangguk dan balik bertanya, "Apa kau kuliah di Tokyo?"
Sekarang Reiko menggeleng. Senyum hadir namun terasa pedih dilihat. "Aku tidak lanjut ke universitas. Aku hanya kerja serabutan saja di Tokyo ini."
"Hah?" Runa mau tak mau terkejut. "Bukankah nilai-nilaimu dulu di SMP selalu tertinggi 5 besar, yah!" Ia tak menyangka siswi sepandai Reiko malah tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
"Aku ... sejak kedua orang tuaku meninggal, aku ... aku tak ada uang untuk kuliah." Meski sedikit malu, Reiko masih bersedia jujur ke Runa, itu karena mereka dulu dekat dan akrab sekali.
"Lalu, bukannya ada paman dan bibimu ...." Runa menanyakan itu karena dia ingat ketika Reiko memutuskan untuk tinggal bersama paman dan bibinya di Yokohama sembari melanjutkan SMA di sana.
"Mereka ...." Reiko menggeleng dengan senyum kecut.
Runa langsung paham, bisa meraba apa kira-kira yang terjadi terhadap sahabat SMP-nya. "Ya sudah, tak usah kecil hati. Yang penting kau tetap bisa bertahan di sini, kan?"
"Iya. Aku sibuk bekerja di Tokyo yang besar ini, ha ha ha, meski hanya kerja serabutan, namun aku merasa lebih nyaman dan lega bisa mencari uang sendiri." Reiko mengulum senyumnya sambil tatapannya tertuju ke lantai semen di bawahnya.
"Tak apa. Yang penting kau baik-baik saja." Runa menepuk-nepuk punggung tangan Reiko.
"Runa, apa kau kuliah di Tokyo atau sekitar sini?"
"Hei, tadi sudah kukatakan kalau aku hanya ke sini untuk main sembari melewatkan musim panasku, ya kan?"
"Aha ha ha, maaf, aku lupa bagian itu. Lalu, di mana kuliahmu?"
"Aku kuliah di Kamakura Women's University, di kampus Nikaido."
"Wah, kalau tak salah itu termasuk favorit, kan?"
"Iya."
"Oh ya, kau sendirian saja ke sini?" Reiko bertanya dengan herannya.
"Iya, meski sebenarnya aku sudah janjian dengan temanku untuk bertemu di sini, tapi mendadak dia membatalkan karena ibunya sakit, tsk!" Runa nampak kesal.
"Ya sudah, namanya juga orang sakit, kan tidak bisa diprediksi." Reiko menenangkan sambil memeluk bahu sahabat SMP-nya. "Yang penting, kita akhirnya bertemu di sini, ya kan?"
Runa mengangguk tegas sambil tersenyum.
Kemudian, dua gadis itu pun melanjutkan langkah mereka berjalan-jalan sembari bercengkerama dan bergurau sepanjang jalan di event tersebut. Mereka nampak asyik dan tidak menyadari sejak tadi ada pria yang mengikuti keduanya.
Tapi ... sebenarnya pria itu hanya mengikuti Reiko saja.
Penguntit macam apa pria itu? Orang jahat?
Reiko terlalu asyik hingga tak mengetahui hal itu.
----------------
[1] Doujinshi adalah istilah Jepang untuk karya-karya yang diterbitkan sendiri, biasanya berupa majalah, manga, atau novel. Doujinshi sering kali merupakan karya amatir, walaupun beberapa seniman profesional juga berikut serta dalam membuat doujinshi sebagai cara untuk menerbitkan materi tanpa melalui jalur industri reguler.
[2] Doujinka adalah seniman pembuat doujinshi.