"Ada apa ha?!" Luhut bertanya sinis saat membuka pintu melihat dua pemuda penghuni tetap Lapo tuak.
"Ehh, Bang Ketua ternyata," sapa Lamhot basa-basi. "Tidak ada. Kami hanya ingin menjemput bandar Lapo tuak Desa ini saja," sambungnya berkata sangat ramah. Bahanya jika terlalu ngegas dengan preman kampung ini pikirnya.
"Siapa yang menyuruh kalian datang kesini?" tanya Luhut lagi nada bicaranya tidak ada manis-manisnya seperti minuman kemasan yang wara-wiri iklan ditipi.
"Anak-anak Lapo, Bang." Keduanya menjawab kompak meski enggan menyebut nama orang yang menyuruh.
Prinsip anak Lapo tuak satu salah semua salah.
Luhut sangat disegani di Desa Suka Hati selain karena ia adalah anak orang kaya, Luhut juga salah satu preman pembela kebenaran. Luhut dan Monang sama-sama ditakuti sebagai ketua preman kampung ini. Berkat merekalah tidak ada yang berani menjajah Desa Suka Hati apalagi para gadis cantik.
"Kami sedang ada acara. Nanti akan menyusul." Tanpa memperdulikan umpan balik sang lawan bicara, Luhut langsung menutup pintu rapat-rapat. Meninggalkan kedua pria itu berdiri mematung.
"Siapa yang datang, Bang?" tanya Mamak saat melihat Luhut kembali ke ruang TV.
"Biasalah anak-anak Lapo tuak." Luhut berkata santai sembari menjatuhkan bokongnya dilantai beralas karpet.
"Apa mereka sudah pergi?" tanya Uli cepat. Gawat jika anak-anak Lapo mengajak Arya untuk minum sementara Arya bukan Monang dan dia juga tidak mengenal siapapun disana. Bisa jadi bulan-bulanan mereka pria yang disangka Monang karena amnesia pasca menikah pikir Uli.
Perkumpulan laki-laki di Lapo tuak mulutnya jauh lebih berbisa daripada Ibu-ibu gosipers.
"Sudah. Abang bilang nanti akan menyusul bersama Monang jika acara ini sudah selesai," kata Luhut.
Sepasang suami istri itu saling pandang. Menatap dalam diam tanpa bisa mengeluarkan kegundahan hati.
"Sekarang kita makan dulu. Kami akan menyuapi kalian satu persatu baru kita bisa makan bersama nantinya," kata Mamak menyerahkan piring yang sudah berisi nasi dan ikan hasil tangkapan siang tadi.
"Monang, apa yang ingin kamu bicarakan tadi?" tanya Bapak sebelum menyuapi pasangan suami istri baru itu.
"Monang hanya ingin mengatakan dia tidak menyangka mendapatkan semua ini." Uli berkata cepat tidak ingin suaminya mengeluarkan suara.
Disaat Arya akan membuka identitas yang sesungguhnya agar kesalahpahaman ini selesai Uli malah bertingkah. Membiarkan masalah ini sama saja membuat hubungan mereka hancur. Makin lama orang tua Uli tahu makin besar juga kebohongan yang akan mereka buat. Belum lagi jika tiba-tiba Monang yang asli kembali.
"Bapak kira ada sesuatu yang penting ternyata hanya sebuah ungkapan senang saja. Semoga kalian langgeng dan bisa menua seumur hidup. Dikaruniai keturunan, putra dan putri yang berbakti." Bapak menyuapi Arya terlebih dulu baru putrinya.
"Kenapa tidak membiarkan ku bicara jujur?" tanya Arya berbisik.
"Belum saatnya," jawab Uli singkat.
"Jangan egois kamu. Keluargamu harus tahu siapa aku," kata Arya kesal.
"Setelah ini akan kita bicarakan dulu baru memberitahu orang tuaku." Entah rencana apa yang sedang dipikirkan Uli padahal lebih cepat tahu akan lebih baik untuk mereka kedepannya.
Giliran Mamak yang menyuapi putri dan menantunya sambil berkata, "Aku hanya minta segala yang terbaik untuk kalian. Jika ada yang salah cobalah untuk saling terbuka. Jangan memendam karena itu hanya akan membuat kita berfikir yang macam-macam terhadap pasangan kita. Tuhan memberkati kalian." Wanita tua itu mengecup penuh sayang kening putrinya.
"Aku akan berkata jujur." Aya berbisik perkataannya terdengar begitu mantap.
"Nanti saja. Aku janji akan menyelesaikan segalanya," kata Uli sungguh-sungguh.
"Baiklah," kata Arya mengalah.
Luhut mengambil tempat tepat dihadapan adik dan adik iparnya kini giliran dia menyuapi wanita yang sudah dijaga sejak kecil. Pria manapun tidak diizinkan mendekat kecuali Monang karena memang pria itu adalah teman satu permainan Luhut.
"Aku menjaganya dengan penuh kasih sayang sejak dia lahir didunia ini. Aku berharap kamu jangan menyakitinya. Sejak dulu hanya kamu saja yang aku percaya untuk menjaganya. Sekarang tolong jangan sia-siakan kepercayaan ku." Luhut tersenyum ada buliran air mata di kelopak matanya saat menyuapi adik tersayangnya itu.
Setelah acara makan-makan dan kata penasehat keluarga itu kembali ke rutinitasnya masing-masing. Luhut sudah bersiap dekat jaket kulit dan celana jeans senada. Pria sangar itu hendak berangkat ke Lapo tuak.
Didalam kamar pengantin baru. Sepasang suami istri sedang berdebat. Perdebatan yang seharusnya memang didebatkan. Segalanya telah mereka lakukan sebagai pasangan normal lainnya tapi seharusnya itu untuk Uli dan Monang bukan Arya. Entah apa yang ada dipikiran Uli karena wanita itu selalu menghalangi Arya untuk jujur akan kesalahpahaman ini.
"Kenapa?" tanya Arya dengan nada kesal. Mau sampai kapan berbohong seperti ini pikirnya.
"Tidak untuk sekarang." Uli menjawab lantang.
"Lalu kapan? Apa ini semua rencanamu? Apa isi otakmu memang sebusuk itu?" Arya mengeluarkan berbagai pertanyaan dikepalanya. Semua ini harus beres pikirnya.
"Aku tidak seperti yang kamu pikirkan!" pekik Uli tidak terima dengan pertanyaan Arya.
"Lalu kenapa?!" tanya Arya kesalnya semakin menjadi-jadi.
"Sudah berkali-kali ku katakan bahwa aku tidak mahu menjadi janda ..." Uli berkata lirih. Itulah kenyataan yang sebenarnya.
"Aku juga sudah pernah mengatakan bahwa aku tidak akan menceraikan mu." Arya berkata menahan kesal. Masalah ini seperti tidak ada selesainya.
Jika Bapak atau Luhut tahu kalau yang dirumah adalah Arya sudah bisa dipastikan hubungan pernikahan mereka akan selesai. Baik orang tua ataupun penduduk kampung tahu bahwa Uli dan Monang sudah berzina. Mereka harus hidup bersama mempertanggung jawabkan perbuatan mereka kepada Tuhan dan penduduk kampung.
Pihak keluarga Uli akan minta maaf kepada Arya, mereka akan mengembalikan Arya pulang ke kota dengan cara terhormat dan Uli ... wanita itu akan menjadi janda sementara Monang yang asli tidak tahu dimana keberadaannya.
"Kenapa merenung?" tanya Arya yang sejak tadi memperhatikan Uli. Dari caranya terdiam sudah bisa dipastikan bahwa Uli sedang memikirkan sesuatu yang berat.
"Kamu bisa merencanakan sesuatu tapi kamu tidak kenal siapa Bapakku dan penduduk kampung ini. Jika mereka tahu bahwa kamu bukan Monang maka aku benar-benar akan menjadi janda." Uli mencoba menjelaskan lagi.
"Aku tidak mengerti jalan pikiran kalian penduduk desa ini. Kita telah melakukan segala ritual pernikahan sesungguhnya tapi, aku bukan Monang. Aku adalah Arya dan kalian telah menyalahi hak asasi manusia." Kali ini kesabaran Arya berada dipuncak.
Tidak masalah menikah terpaksa atau dadakan tapi, jangan sampai salah orang seperti yang sekarang terjadi padanya.
"Semua ini hanya ketakutan mu semata. Apapun alasannya ... aku akan tetap berkata jujur! Aku juga tidak akan membiarkan mu menjadi janda. Apalagi jika aku harus mengingkari janji dihadapan Tuhan. Padahal hanya kata yang terucap apalagi saat bersumpah bukan nama Arya yang tertera." Arya pergi meninggalkan Uli sendirian di kamar. Membanting pintu berharap kekesalannya dapat reda untuk sesaat.
Tok! Tok! Tok! Luhut mengetuk pintu kamar Uli berniat mengajak adik iparnya pergi ke Lapo tuak.
"Masuk!" teriak Uli dari dalam.
"Mana suamimu? Aku ingin mengajaknya ke Lapo tuak." Pandangan Luhut menyapu seisi kamar mencari keberadaan adik iparnya.
"Dia baru saja keluar. Coba cari di teras depan," kata Uli kehilangan fokus. Tidak sadar bahwa tindakan Abangnya membawa Arya ke Lapo akan menimbulkan tanda tanya bagi mereka yang mengenal dekat Monang.
"Kalau begitu akan aku temui dia. Sebaiknya kamu jangan menunggu suamimu pulang. Kami di Lapo tuak mungkin agak lama," kata Luhut menjelaskan.
Saat pria sangar itu keluar dari kamar adiknya tiba-tiba saja Uli sadar bahwa Arya tidak boleh datang ke Lapo tuak. Sifat Arya dan Monang berbeda bagaimana jika orang tahu? ini tidak bisa dibiarkan pikir Uli.
Arya yang kebetulan memang sedang emosi karena berbeda jalan pikiran dengan Uli terpaksa menerima ajakan Abang iparnya untuk ikut ke Lapo tuak. Sementara Uli sedang bersiap untuk ikut ke sana tanpa sepengetahuan kedua pria itu. Wanita dengan status istri sah Arya itu sedang menyusun rencana.