Chereads / 60 Days I Love You / Chapter 10 - 10

Chapter 10 - 10

"Uli, cepat lah nanti keburu siang. Aku benci main panas-panasan," kata Arya sedikit berteriak memanggil istrinya yang masih berada didalam kamar.

"Benci main panas-panasan tapi sibuk ngajak orang tetap pergi," gerutu Uli saat keluar kamar berjalan ke depan pintu menuju tempat dimana suaminya berada.

Namun, tiba-tiba saja wanita itu tersenyum licik, "Tapi, kalau panas-panasan di ranjang suka, 'kan."

Uli menggoda suaminya membisikan kata-kata itu tepat ditelinga Arya membuat buluk kuduk pria tampan itu bangkit.

Baru saja tadi berjanji. Sekarang Uli kembali menggoda suaminya lagi.

"Dasar wanita jalang!" maki Arya tak tahan dengan geli yang hadir di telinganya.

Salah satu titik sensitif untuk membangkitkan hasrat.

"Maaf, Bang. Ini untuk terakhir kalinya. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Uli mengangkat tangannya membuat jarinya berbentuk V pertanda damai.

"Mana kunci motornya?" tanya Arya yang masih menyimpan kesal mengadakan tangan meminta benda yang dapat menghidupkan kedaraan beroda dua itu.

"Ini," kata Uli menyodorkan kunci motor pada Arya. "Bawa motornya pelan-pelan, ya. Kalau ngebut takutnya nanti aku yang kurus ini bisa terbang," sambungnya lagi.

"Makanya makan yang banyak biar tubuhmu tidak seperti triplek," ucap Arya meledek istrinya.

Sepasang suami istri itu menaiki motor. Membelah jalanan berliku yang sepi, setelah beberapa saat lalu berhenti disebuah toko tempat menjual alat-alat pancing.

Meski Arya yang membeli dengan uangnya sendiri tapi, Uli yang kesal setengah mati. Sisi lain istri memang seperti itu jika suami menghabiskan uang untuk hobi istri akan kesal tapi, jika istri membeli beraneka ragam warna lipstik suami tidak berkutit.

Di kanan jalan terdapat jurang dan disebelah kiri terdapat hutan belantara. Udara khas pegunungan begitu dingin sangat terasa disini. Kiri, kanan ku lihat saja banyak pohon cemaraaaa aaaa.

Jalan menuju sungai Air Mata yang terdapat di sudut desa memang curam karena berada ditengah antara jurang dan hutan.

Belum lagi jalan yang harus dilewati berbentuk tikungan.

Jika tidak teliti dalam mengendarai motor bisa saja kita tergelincir ke jurang atau juga tiba-tiba ada hewan buas yang keluar dari hutan belantara.

Sejak terkenalnya desa Suka Hati di provinsi Suka Makmur pemerintah memfokuskan sarana pembangunan di desa ini.

Terutama objek-objek wisata yang akan dikunjungi para wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Uli, berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya Arya.

Sudah hampir tiga puluh menit mereka menelusuri jalan berliku tapi Arya belum melihat tanda bahwa mereka akan sampai.

"Sabar, bang. Tadi sudah aku katakan bahwa sungai itu terdapat diujung kampung, yang berarti tempatnya masih jauh dari sini," ucap Uli menjelaskan.

"Kita sudah berjalan selama tiga puluh menit. Sekarang sudah hampir pukul 12 siang kita akan melewatkan makan siang kalau begini ceritanya."

"Isi otakmu itu makan saja pantas kalau tubuhmu sebagus ini."

Tubuh Arya memang terlihat seperti laki-laki seharusnya belum lagi roti sobek di bagian perut yang terlihat menggiurkan bagi sebagian kau hawa.

"Daripada tubuhmu yang kurus kering itu seperti tidak dikasih makan. Padahal porsi sepiring nasi mu dua kali lipat dari porsiku. Buah dada juga hanya sebesar biji ketapang. Hahaha."

Arya berkata jujur tanpa tahu perkataannya bisa menyinggung hati sang istri.

"Tertawa saja terus," ucap Uli kesal.

"Uli, kita belok kemana? Didepan ada persimpangan," tanya Arya.

Pria itu berhenti menunggu beberapa saat berharap Uli akan mengarahkan jalan seperti sebelumnya.

Hening, hanya terdengar bunyi kendaraan disertai angin semberiwing.

"Uli!" panggil Arya berteriak.

"Hemm," jawab Uli malas.

"Kita belok kemana?" kata Arya mengulang kembali pertanyaannya.

Pria ini sepertinya tidak tahu kalau perkataannya tadi sudah menyinggung hati sang istri.

"Kanan," jawab Uli ketus.

Hampir sepuluh menit berlalu saat mereka melewati persimpangan.

Namun, Uli tidak kunjung bersikap manis padahal didepan sana sudah terlihat sungai Air Mata.

Entah mengapa mendengar perkataan Arya yang mengatakan bahwa buah dadanya sebesar biji ketepang membuat hatinya begitu sakit.

"Uli, itu sungainya ... aku dapat melihatnya," kata Arya dengan mata berbinar-binar seperti mendapatkan harta karun.

Saat melihat keindahan sudah berada didepan matanya.

Bagi seorang Traveler seperti Arya tidak perduli di pedalaman mana sebuah objek wisata berada yang terpenting adalah keindahan dari sebuah objek yang dapat dinikmati dengan mata telanjang.

Sungai Air Mata terletak disudut kampung desa Suka Hati. Akses jalan menuju kesana memang bagus tapi, kita tidak bisa mengakses internet.

Wajar saja. Tidak mungkin pemerintah membangun tower di dekat hutan yang belum dipenuhi penduduk ini.

Sungai yang terletak dibawah perbukitan. Sungai yang berbeda dari sungai-sungai lainnya didunia halu.

Sungai ini berasal dari tetesan butiran air yang berada diatas bukit. Menetes satu persatu kebawah membentuk sebuah sungai nan indah.

Bebatuan alam, serta pohon rindang menambah kesejukan. Rasa airnya tawar bahkan lebih seperti air pegunungan.

Namun, karena berasal dari tetesan air bukit membuat para warga menyebutnya sebagai sungai Air Mata.

"Wahh ... indah sekali," ucap Arya kagum akan keindahan alam.

Baru sekali itu pria yang memiliki hobi Traveler itu mendapatkan suasana asri khas pengunungan yang belum termodifikasi.

"Kampungan," cicit Uli pelan. Wanita itu masih menyimpan kesal karena perkataan Arya yang menyebut buah dadanya sebesar biji ketapang.

"Uli, apakah disini boleh mandi?" tanya Arya. Dirinya sudah tidak sabar menikmati keindahan air sungai yang begitu jernih ini.

Bahkan sangking jernihnya kita dapat melihat pantulan diri kita diatas air. Sudah seperti cermin saja.

"Kamu mau mancing atau mau mandi?" Uli bertanya balik.

"Dua-duanya," jawab Arya girang seperti anak TK yang dibelikan gulali oleh Ibunya.

Tanpa membalasa ucapan Uli. Arya langsung menurunkan kakinya di sungai. Bermain air sambil menyiapkan umpan pancingnya.

"Uli, apa kamu yakin disini ada Ikan Emas? Masalahnya aku tidak melihat apapun di air yang jernih ini."

Arya berkata setelah mengamati keadaan sungai yang hanya diisi pasir dan batu-batuan kecil itu.

"Pancing saja dulu. Nanti kamu akan menemukan pertanyaannya," kata Uli sengaja masih belum menceritakan keadaan sungai.

Uli duduk disamping Arya yang tengah bersiap memancing Ikan Emas. Memperhatikan sekeliling sungai.

Dulu tempat ini hanyalah sebuah tempat keramat bagi pasangan suami istri yang rumah tangganya sedang berada di ujung tanduk.

Kini pemerintah telah menyulapnya menjadi tempat wisata yang begitu indah.

"Bang, bagi uang. Aku mau membeli makanan di sebalah sana."

Uli mengadakan tangannya. Ternyata perut wanita itu keroncongan.

Drama rumah tangga yang dibuat Arya pagi tadi membuat Uli hanya makan sedikit.

"Memang kamu tidak memiliki uang?" Tanya Arya.

"Kamu suamiku. Tugasmu memberiku uang," kata Uli cepat, tepat dan lugas.

Arya memberikan selembar uang merah pada Uli sambil berkata, "Belikan aku satu jenis makanan berat. Jangan lupa cemilan juga tapi ikut mau mu saja aku akan memakannya nanti."

"Baiklah. Aku pergi kesana dulu sebentar. Jangan bicara kotor atau meludah kedalam air," kata Uli memperingati.

"Kenapa?" tanya Arya heran.

"Kali ini turuti kataku. Ini wilayah ku. Aku tidak ingin terjadi apapun padamu," kata Uli penuh misteri membuat pikiran Arya bertanya-tanya.

"Ternyata benar ... masih banyak hal mistis di desa ini," ucap Arya pelan.

"Apa pernikahanku dengan Uli termasuk kategori mistis?" Pertanyaan itu terlintas di kepalanya.

"Kenapa juga aku harus datang kesini?"

Huh ....