Meskipun dirinya memiliki niat untuk menyerah, namun Angga tidak sedikitpun berhenti melangkah. Ia terus saja berjalan dan berusaha mencari tempat yang aman, meski tubuhnya sudah merasa sangat lelah. Otak dan hatinya tidak pernah selaras semenjak ia bertemu dengan hal-hal yang mengejutkan yang dilihatnya di dalam labirin ini.
Angga berjalan dan terus berjalan dengan tenaga seadanya dan berharap bahwa ia menemukan sebuah tikungan atau sebuah celah agar dia bisa bersembunyi dan beristirahat. Dan tidak membutuhkan waktu yang lama dari situ, harapan Angga pun terkabulkan.
Angga bersyukur setelah dirinya melihat sebuah tikungan dengan cabang lima yang kini tersajikan di kejauhan sana, hal itulah yang membuat Angga berlari mendekati tikungan itu dengan tenaga yang entah dari mana datangnya.
Angga berlari dan kemudian berbelok ke satu dari lima tikungan yang tersajikan di hadapannya. Namun bodohnya, Angga lupa bahwa ia tidak boleh asal sembarang berbelok seperti beberapa waktu yang lalu, yang pada akhirnya Angga terjatuh setelah dirinya berbelok ke salah satu tikungan yang terlihat olehnya.
Angga terjatuh dengan amat keras, bahkan ia sempat meringis kesakitan karenanya, "Ught!!" ringis Angga ketika merasakan sakit di seluruh tubuhnya, setelah dirinya terjatuh dengan posisi semua tubuhnya yang langsung beradu dengan rumput yang tumbuh di atas tanah itu.
Angga segera menoleh ke arah benda yang membuatnya terjatuh di tikungan tersebut, dan ia cukup terkejut ketika Angga melihat bahwa sebuah akar semak-semak lah yang kini meliliti kaki kirinya.
Siiiing~~
"!! Sialan … " rutuk Angga kepada dirinya sendiri, ia berusaha sebisa mungkin untuk melepaskan akar semak yang meliliti kaki kirinya dengan panik, setelah ia mendengar suara desingan pedang yang semakin terdengar jelas di sekitaran sana.
Setelah akar itu berhasil di singkirkan olehnya, Angga segera berdiri dan melanjutkan langkahnya untuk segera menjauhi dari suara desingan pedang yang membuat Angga takut. Namun baru saja dirinya hendak melangkah, tubuh Angga kembali terjatuh dan Angga semakin terkejut ketika akar dari semak-semak itu kembali meliliti kakinya, bahkan kali ini kedua kakinya lah yang dililiti.
Angga semakin terkejut dan panik setelah melihat akar-akar semak lainnya yang keluar dari bawah dinding labirin itu dan menjulur untuk meliliti kedua tangan dan bahkan tubuh dari Angga. Tubuh Angga terseret dari sana dan kemudian masuk ke dalam dinding semak yang menjulang tersebut, hal itu tentu membuat Angga terkejut bukan main karenanya. Ia beranggapan bahwa dirinya akan dimakan oleh dinding dari semak labirin itu.
Merasa bahwa dirinya tidak bisa mati begitu saja, Angga pun meronta dan berusaha untuk melepaskan dirinya dari lilitan akar semak tersebut, bahkan Angga yang tengah menggeram kesusahan pun pada akhirnya dibungkam oleh semak yang kini meliliti tubuhnya semakin erat dan menutup mulutnya untuk meredam suara yang dihasilkan oleh Angga saat itu.
"Ssstt … bila kau terus meronta dan mengeluarkan suara yang kencang seperti itu, kita berdua bisa mati."
Sebuah bisikan yang terdengar di telinga Angga, membuat dirinya pun mengurungkan niat untuk mengeluarkan suara yang kencang seperti teriak dan yang lainnya, Angga bahkan tidak lagi meronta dan mengikuti bisikan tersebut agar dia dan seseorang yang berbisik di belakangnya itu bisa lolos dari suara pedang yang kini terdengar semakin jelas.
Ingin sekali rasanya bagi Angga untuk bisa menoleh ke arah belakang, namun karena posisi dirinya saat ini yang menyulitkannya untuk menoleh, namun rasa penasaran yang dirasakan Angga melebihi dari apapun yang pada akhirnya Angga memaksakan dirinya untuk menoleh, dan Ia pun mendapati seorang anak laki-laki yang dengan tenang merebahkan dirinya tepat di samping Angga, mungkin itulah salah satu cara baginya untuk bersembunyi. Hal itu lah yang juga membuat Angga pada akhirnya mengikuti cara anak lelaki itu, dengan pasrah ia berbaring di tempatnya dan menunggu sesuatu hal yang mungkin saja akan datang dan akan terjadi.
Sriiing~
Tap … tap … tap …
Suara desingan pedang serta derap langkah kaki yang terdengar semakin jelas dan lebih jelas lagi, membuat Angga pun menahan napasnya. Angga, yang pada saat itu memang posisinya berada dekat dengan jalan tersebut pun tentu saja akan dapat melihat dengan jelas siapa-siapa yang datang dan melewati jalanan itu, dan kini Angga menatap seseorang yang datang melewati jalanan itu dan juga kedua orang yang tengah bersembunyi di bawahnya.
Ia adalah seorang wanita dengan sorot mata yang kosong, rambut yang kini sudah berantakan, hidung mancung yang sudah patah, bibir tipis dan juga beberapa luka lebam serta memar yang timbul di ujung bibir, pipi, goresan luka di dahi serta tangan dan kaki.
Wanita itu mengenakan gaun pendek yang diyakini Angga berwarna putih tulang, hal itu dikarenakan saat ini gaunnya terlihat kotor dan tercampur oleh bercak-bercak darah di sana-sini. Setelah Angga melihat hal itu, timbullah sebuah rasa kecurigaan darinya terhadap wanita itu, darah yang menempel di gaun indahnya itu bisa saja darah darinya sendiri atau juga darah dari orang yang terluka karena pedang yang dibawa oleh wanita itu.
Apapun itu, Angga merasa bahwa dirinya harus lebih berhati-hati lagi, karena saat ini wanita itu berjalan dengan terhuyung-huyung, seolah ia benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk bertarung, meski pun terlihat seperti itu Angga yakin bahwa pada kenyataannya, wanita itu tidak akan menyerah. Karena Angga yakin seratus persen jika wanita itu memiliki sifat yang sama dengan lelaki yang menggenggam kepala yang ditemui oleh Angga beberapa saat yang lalu. Lelaki dengan paras yang menyeramkan itu memiliki sorot mata yang serupa dengan wanita pedang yang saat ini berjalan melewati dirinya yang tengah bersembunyi di bawah antara semak-semak dan rerumputan. Beruntung lah Angga yang pernah belajar mengenai cara memahami psikologis yang dimiliki oleh seseorang melalui raut wajah dan juga sorot mata mereka, yang membuatnya merasa sangat diuntungkan oleh ilmu tersebut.
Angga merasa bahwa wanita itu pun terlihat dengan sengaja menyeret-nyeret pedangnya ke atas tanah hingga menimbulkan suara desingan yang nyaring, dan Angga yakin bahwa suara itu sengaja ditimbulkan oleh wanita itu guna menakut-nakuti orang yang ada di dalam labirin ini, dan itu persis seperti Angga.
Tap … tap … tap …
Siiiing ~
Wanita itu berlalu begitu saja, langkah kaki dan juga suara desingan dari pedang tersebut pun lambat laun kian menjauh dan menghilang, hal itu membuat Angga merasa lega hingga ia menghembuskan napasnya dengan cukup panjang. Akar-akar semak yang semula meliliti tubuhnya pun kini sudah terlepas dari dirinya dan membuat Angga dengan leluasa bergerak dan keluar dari tempat persembunyian itu bersama dengan anak lelaki yang juga ikut keluar dari sana.