Kedua mata Angga kini menatap Eiji dengan cukup tajam, dirinya pun menghelakan napas dan berucap untuk mengingat apa yang baru saja dikatakan oleh anak lelaki SMU itu ke dalam memorinya. Melihat bahwa Angga terlihat sangat tegang dengan apa yang diucapkan oleh Eiji, membuat anak SMA itu pun tersenyum setelahnya dan kemudian menambahkan, "Itulah yang mereka katakan kepadaku, dan kurasa kau juga sedang mengingatnya bukan?? itu sama sepertiku ketika aku masuk ke dalam labirin ini untuk pertama kalinya."
Mendengar ucapan Eiji, membuat dahi Angga spontan berkerut setelah mendengar satu kata yang janggal menurutnya, "Kata mereka?" tanya Angga kepada Eiji yang kini kembali berjalan mendahului Angga ke arah depan, ia kembali melakukannya untuk mencari tempat yang aman karena keduanya belum menemukan tempat tersebut, hal itu tentu membuat Angga dengan spontan mengikuti langkah dari anak tersebut.
"Bisakah kau memberitahukan hal itu kepadaku secara jelas?? mengenai …kekuatan dan senjata yang baru saja kau katakan itu? Karena aku belum bisa memahaminya dengan jelas." pinta Angga kepada Eiji yang terlihat sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri.
Mendengar permintaan dari Angga, membuat Eiji menganggukkan kepalanya dengan senang hati, "Aku akan menceritakannya, tapi setelah kita menemukan tempat yang aman … karena aku merasa bahwa kita harus segera bersembunyi dan beristirahat." kalimat itulah yang diucapkan oleh Eiji, akhirnya membuat Angga menganggukkan kepalanya dan terus mengikuti langkah dari Eiji yang masih berjalan menelusuri labirin tersebut.
Angga bersyukur dan ia mengakuinya, setelah dirinya melihat dan mengikuti langkah dari Eiji, ia merasa lebih tenang dari yang sebelumnya. Meski, Angga sendiri tidak tahu menahu mengenai kenapa dirinya bisa merasa setenang itu bersama dengan anak SMA yang saat ini tengah berjalan tepat di hadapannya. Entah karena Angga memang membutuhkan seorang teman saja untuk berjalan bersama dengannya saat ini, atau karena sikap tenang yang ditunjukkan oleh Eiji saat ini lah yang pada akhirnya membuat dirinya ikut merasa tenang.
Namun, pemikiran yang kedua lah yang sesegera mungkin di elak oleh Angga, karena ia merasa bahwa Eiji tidak tenang, hal itu bisa dilihat dengan jelas dari dirinya yang terlihat berusaha untuk bersikap santai saat ini. Ya, Angga melihatnya. Melihat Eiji yang berkali-kali menghembuskan napasnya dengan cukup kencang, dan Angga selalu melakukan hal yang serupa ketika ia tengah merasa panik dan berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri sejak dulu.
Menyadari hal itu, membuat Angga merasa bahwa hal ini buruk bagi Eiji. Dia masih muda, namun dirinya harus berurusan dengan hal yang bisa saja merusak kejiwaannya, ia tengah mengendalikan ketakutannya, dan itu membuat Angga meyakininya. Bahkan bukan hanya Eiji, namun Angga pun merasa khawatir dengan kondisi kejiwaannya nanti, mental mereka berdua benar-benar sedang di uji di dalam labirin ini.
BRUK!!
"Auhh!!"
"Oh, Maaf!"
Angga meminta maaf sesegera mungkin, setelah dirinya secara tidak sengaja menubruk Eiji hingga dirinya meringis dengan pelan dan mengusap bahunya di hadapan Angga. Kedua pandangan Angga pun menoleh ke arah depan, di mana jalan yang mereka hadapi saat ini adalah jalan buntu, membuat Angga merasa bahwa mereka sempat berbelok ke sebuah tikungan yang salah.
"Hah … sepertinya kita salah jalan, ayo kita kembali!" ucap Angga seraya mengajak Eiji untuk kembali menelusuri jalan yang sebelumnya.
Namun, pemikiran Angga tidak memiliki kesamaan dengan pemikiran Eiji, Eiji justru menggelengkan kepalanya seraya berucap, "Ini adalah persembunyian yang bagus!"
Angga mengedikkan kepalanya ke kiri setelah mendengar ucapan Eiji saat itu, Angga menatap dengan bingung dirinya yang kini sibuk menggosok-gosokkan kedua tangannya, melihat ia melakukan hal itu membuat Angga kini mengangkat tangannya sejajar dengan bahu yang kemudian berucap, "Hei nak! Ini adalah jalan buntu, … dan jika para penjahat itu menemukan kita di sini, maka habislah kita!" jelas Angga kepada Eiji yang dengan cepat menggelengkan kepalanya membantah ucapan Angga.
Eiji yang kala itu masih sibuk menggosokkan kedua tangannya pun berjalan berlalu dan berdiri tepat di belakang Angga, membuat Angga berbalik untuk mendapati anak itu kini merentangkan tangannya lebih tinggi dari bahu miliknya dan kemudian Eiji mengayunkan kedua tangannya untuk saling mendekat dan akhirnya bertautan satu sama lain. Beriringan dengan ayunan dari kedua tangannya tersebut, semak-semak yang berasa di sisi kanan dan kiri pun berjalan dan menutupi jalanan yang sempat mereka lalui, dan berakhir dengan mereka yang berada di dalam sebuah labirin yang membentuk sebuah persegi yang tidak memiliki jalan kemanapun, atau katakan saja bahwa mereka tengah bersembunyi di dalam ruangan semak labirin dengan skala yang cukup luas.
"Nah, kita aman sekarang!" ucap Eiji seraya memutarkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Angga yang kala itu terlihat cukup terkejut setelah menyaksikan hal yang baru saja dilakukan oleh seorang anak SMA bernama Eiji hari itu.
"K … Kau … -
Ucapan Angga bahkan terbata-bata karenanya, yang membuat Eiji tertawa setelah mendengarnya dan kemudian menganggukkan kepalanya seraya berucap, "Ya! Semak adalah kekuatanku di sini, mereka jugalah yang membawaku kemari."
Mendengar hal itu, membuat Angga pun termenung karenanya, 'semaklah yang membawa dia … ' itulah hal yang dipikirkan oleh Angga sebelum akhirnya dirinya menoleh menatap Eiji yang kini berjalan ke salah satu dinding semak dan kemudian duduk bersandar dengan lelah. Melihat hal itu membuat rasa penasaran Angga semakin menjadi, ia penasaran dengan semua yang sudah terjadi di sini dan juga dengan ucapan yang dilontarkan oleh Eiji beberapa waktu yang lalu. Merasa bahwa ada satu pertanyaan yang belum di jawab oleh anak itu, Angga pun memutuskan untuk menghampirinya dan duduk tepat di hadapan Eiji yang tengah bersandar di salah satu dinding labirin itu.
"Eum … Arata, bisakah kau menjelaskan tentang apa yang baru saja terjadi? Karena kurasa aku menjadi sangat bingung saat ini." ucapan yang dilontarkan oleh Angga kepada Eiji saat itulah yang akhirnya membuat Eiji segera menoleh seraya berucap.
"Eiji!" ucap anak itu kepada Angga yang kini mengerutkan dahinya, tidak mengerti mengenai kenapa anak itu memanggil namanya sendiri, melihat bahwa Angga tidak mengerti dengan hal itu, membuat Eiji pun kembali berucap, "Panggil aku dengan nama Eiji … karena Eiji adalah namaku, sedangkan Arata adalah margaku." ucap Eiji kepada Angga yang kemudian segera menyadarinya dan kembali meralat pertanyaan yang dilontarkan olehnya kepada Eiji.
"Ah, oh … ya, maksudku Eiji! Apakah kau bisa menjelaskannya?" tanya Angga kembali kepada Eiji yang kini menganggukkan kepalanya.
"Baiklah … kau pasti merasa sangat bingung, karena hal ini baru untukmu … jadi, apa saja yang ingin kau ketahui mengenai dimensi ini, Angga??" tanya Eiji kepada Angga.
Mendengar pertanyaan tersebut, membuat Angga pun kembali berpikir dan akhirnya menanyakan satu hal yang selalu hingga di dalam pikiran Angga, bahkan ketika kali pertama dirinya di bawa kemari oleh angin, dan pertanyaan itu belum bisa di jawab oleh Angga sendiri, "Tadi kamu sempat mengatakan bahwa ini adalah dimensi bukan?? dimensi apa ini??? kenapa tidak ada matahari dan juga bulan?? kenapa mereka semua yang ada di sini adalah orang yang gila dan psikopat?? eum … tentu tidak semuanya, karena kau tidak seperti mereka …" ucap Angga memberikan seribu pertanyaan kepada Eiji, dan Eiji merasa bahwa pertanyaan itu lah yang cukup menganggu Angga sama seperti kali pertamanya Eiji datang ke dalam dimensi ini.
"Aku pun tidak mengetahui dengan pasti mengenai dimensi ini, namun … mereka yang pernah bertemu dan berbincang denganku mengatakan bahwa dimensi ini merupakan dimensi lain, kita tidak berada di dunia, dan kita juga tidak bisa menjalani kehidupan seperti biasanya di sini, seperti yang kau katakan, di sini tidak ada cahaya matahari, tidak ada awan, tidak ada bulan, bintang dan bahkan hujan. Tak ada elemen apapun selain oksigen dan semak-semak yang tinggi ini, tak ada apapun di sini selain hal yang kita bawa dan senjata yang kita miliki untuk bertahan." penjelasan dari Eiji masih membingungkan Angga, dirinya kini kembali berpikir untuk menangkap maksud dari penjelasan Eiji, sedangkan Eiji tengah sibuk menatap semak-semak yang kemudian bergerak dengan sendirinya.
Semak itu bergerak dengan sendirinya yang kemudian menghasilkan beberapa bunga yang indah dan berubah begitu saja dengan cepat menjadi buah berry merah dan ungu yang lezat. Proses pembuahan itu terjadi dengan sangat cepat, dan bahkan Angga pun terkejut karenanya.
Proses pertumbuhan buah yang baru saja dilihat oleh Angga saat itu, terlihat seperti proses pertumbuhan yang dilakukan dengan salah satu teknik pengambilan video atau gambar yang dikenal sebagai time lapse. Karena dengan jelas, Angga dapat melihat bunga putih yang kuncup, yang kemudian bermekaran dengan indahnya, lalu kelopak dari setiap bunga yang indah pun berjatuhan satu persatu yang akhirnya hanya meninggalkan daun pelindung, benang sari serta bakal buahnya. Angga juga secara jelas dapat melihat bakal buah yang semula kecil berwarna hijau itu pun dengan perlahan membesar dan semakin membesar. Bakal buah itu kemudian berubah menjadi buah berry yang Angga kenal sebagai blackberry bud, yang kini berwarna hijau lalu kemudian berubah juga dengan cepat menjadi warna kuning orange, merah dan kemudian ungu sempurna. Semua tahapan itu di lihat oleh mata kepala Angga sendiri, tanpa menggunakan teknik pengambilan video, melihat semua itu dengan mata kepala sendiri membuat Angga sangat takjub karenanya.
Setelah berry-berry di hadapan mereka terlihat matang, Eiji pun memetiki berry-berry tersebut dan memberikan setengahnya kepada Angga, "Makanlah, hanya ini yang bisa kita makan di sini." ucap Eiji kepada Angga, sebelum akhirnya Eiji melahap berry tersebut, melihat betapa lezatnya Eiji melahap berry-berry itulah yang pada akhirnya membuat Angga ikut memakan berry bud yang di genggam olehnya saat ini.
"Ah, dan untuk mereka orang-orang gila yang sudah kau temui sebelumnya, mereka menjadi seperti itu karena mereka tengah berjuang untuk tetap hidup … mungkin mereka menjadi gila seperti itu karena tidak adanya makanan, … atau mungkin mereka menjadi gila seperti itu karena mereka ingin segera kembali ke dunia yang membuat mereka merasa nyaman, di bandingkan dengan dimensi yang menyebalkan ini!" sambung Eiji kepada Angga, yang membuat Angga pun menghelakan napasnya dan menoleh menatap berry yang digenggam olehnya.
"Yang pasti … kau juga tidak mengetahui apa penyebab mereka menjadi gila seperti itu, benar begitu?" ucapan Angga saat itu pun akhirnya diberi anggukan setuju oleh Eiji yang kini tersenyum kepadanya seraya kembali melahap berry-berry itu.
Digelengkannya kepala Angga setelah melihat hal itu, namun Angga kembali merenung di dalam pikirannya, 'Jika Eiji mengatakan bahwa semak lah yang menjadi kekuatannya, karena mereka jugalah yang membawanya, itu juga mengartikan bahwa jika hembusan angin yang membawaku kemari, maka angin lah senjata ku? Apakah benar seperti itu?' itulah pemikiran yang muncul di dalam benak Angga saat ini, dirinya bahkan menoleh ke sekitar sana, menatap ke arah kanan dan kiri dari labirin, untuk mengecek apakah ada angin di sekitaran sana yang berembus saat ini atau tidak? Namun, setelah ia merasa bahwa tidak ada hembusan angin di sekitar sana, pada akhirnya membuat Angga merasa bahwa angin bukanlah kekuatan miliknya. Angga juga merasa ragu akan hal itu.