Di pagi hari yang cerah, lalu lalang orang pun sudah meramaikan jalanan sekitar restoran Lina, secarik kertas informasi pun sudah tertempel di papan informasi restoran yang berisi 'Perpanjangan jam buka dari jam 10 pagi sampai 10 malam' Irma pun memegang secarik kertas bertuliskan nominal 5000 ribu rupiah dan menggantikannya pada tembok di dalam resto
"Hei, hei! Mari kita tutup untuk makan siang, dan pergi ke bank. Kamu juga harus Bersiap-siap." Ucap Lina yang berjalan dari arah dapur menghampiri Irma
"Apa? Nining sudah pergi ke bank." ucap Irma
"Apa? Nining?" Ucap Lina yang kaget mendengar perkataan Irma.
Di sebuah kedai kopi rupanya Restoran sudah duduk dan memesan secarangkir kopi, Nining duduk sendiri sambil meminum kopinya, menunggu kedatangan seseorang yang sudah janjian bertemu.
Muktilah memakai jas hitam dan dasi hitam di siapkan memegang sebuah peta melihat Nining sudah duduk di kursi cafe, siapakah Mukti masuk dan menghampiri Nining.
"Nining!" ucap Mukti yang di sambut senyum dan lambaian tangan oleh Nining.
Langsung Mukti duduk di hadapan Nining dan bertanya.
"Kamu menunggu lama, kan? Ucapnya, Nining hanya diam dan tersenyum dan menggelengkan sebuah kepala.
"Seorang pelanggan menginginkan pinjaman, tetapi tidak memiliki semua dokumen, jadi aku telah memesannya." Ucap Mukti sambil memegang dokumen dan menaruhnya di atas meja.
"Pinjaman?" tanya Nining
"Ya. Apa yang penting?" Muktilah melihat wajah secara langsung.
Dan Nining hanya tersipu malu saat wajah mereka saling berhadapan, kemudian Muktilah kembali bertanya.
"Apakah kita akan menyapa nenekmu? Apakah kamu memberi tahu nenek kamu tentang kami? Jam berapa baik? Mereka memilih kapan saja mereka suka, aku akan meluangkan waktu." Perkataan Muktilah banyak sehingga Nining dan merasa gugup.
"Pesan dulu teh." Ucap Nining untuk mengatasi rasa tegang nya.
"Aku harus kembali. Aku meninggalkan kursi aku ke karyawan lain." Ucap Mukti.
Namun Nining mau mengatakan akan tetapi terasa sulit, belum sempat Nining berkata, Mukti kembali bertanya.
"Katakan padaku apa yang ingin kamu katakan?" tanya Mukti lagi.
Nining merasa lidahnya kaku dan hanya diam tertunduk, yang dapat memegang cangkir besar. Hmmmmm Nining kemudian memberanikan diri untuk bertanya.
"Sayang," ucap Nining.
Mukti hanya mengangguk dan tersenyum untuk menunggu pertanyaan langsung dari Nining.
Nining pun mengatakan dan menjelaskan maksud dari semua kesulitannya.
Di sisi lain, rekan wanita Muktilah di kantor rupanya sedang menggosip tentang dirinya.
"Dia hanya menghitung pkamui. Dia menjadi karyaawan tetap karena. Dia mengeluarkan daftar semua orang wiraswasta pada bangunan di lingkungan ini dan memilih gadis pengantar restoran sup-nasi." Ucap rekan Wanita Mukti.
"Ah, gadis yang selalu datang untuk melihat Muktilah dengan nampanya?" Rekan pria Mukti yang teringat akan kebiasaan Nining yang selalu berdiri untuk melihat Mukti bekerja setelah dia mengantarkan pesanan.
"Dia memegang erat-erat. Tokonya baik-baik saja dan dia akan menjadi pewarisnya. Selain itu, tokonya adalah milik mereka, jadi mereka tidak membayar sewa. Mereka juga tidak membutuhkan uang jaminan. Dia akan berenang dengan uang. Hidup Muktilah sudah siap. " Ucap rekan Wanita Muktilah.
Setelah Nining menjelaskan maksud dan permasalhannya yang panjang lebar kepada Muktilah, akhirnya Mukti merasa keringat dingin dan melihat Nining dengan tatapan yang lesu.
"Itu ... bukan hal yang sulit. Kamu tidak perlu mengatakannya di sini. Kamu harus memanggil aku."Ucap Muktilah dengan suara lirih dan tubuhnya menggil panas dingin, sehingga membuatnya mengambil cangkir minuman Nining dan langsung meminumnya.
"Tapi tetap saja, melihat wajahmu, aku" Nining memotong pembicaraannya dan melihat ekpresi Mukti terasa aneh.
"Sayang, apa kamu baik-baik saja? Mengapa kamu begitu gemetaran?" tanya Nining.
"Oh, aku baik-baik saja." Mukti menolak sambil mengipas-ipas tubuhnya dengan peta yang dibawanya.
"AC ... terlalu dingin." Lanjutnya.
"Lalu, dokumen apa yang harus aku siapkan? Kamu mengatakan bahwa ada banyak dokumen yang terlibat dalam pinjaman." Ucap Nining.
Muktilah semakin merasa tidak karuan atas pertanyaan Nining.
"Itu ... aku akan mengirimkan detailnya kepadamu nanti. Tapi bukankah mereka memiliki real estat lain? Atau bahkan tanah di pedesaan, atau di gunung? Bisnis berjalan selama lebih dari 50 tahun. Pasti ada sesuatu." Tanya Muktilah dengan ekpresi kaku dan salah tingkah.
"Mereka tidak." Ucap Nining.
"Apa saja." Tanya Mukti.
"Tidak ada." Jawab singkat Nining, yang membuat Mukti semakin tidak karuan.
"tetap saja, jika kamu melihat ..." belum sempat Mukti menjelaskan maksud, Nining menggelengkan kepalanya dan wajah Mukti langsung semakin bingung dan merasa lemas serta sesak napas mendadak.
"Mengapa kamu nenek ... percaya orang lain? Mereka seharusnya percaya pada hal lain. Bagaimana bisa percaya orang? Kenapa mereka mempercayai orang lain seperti orang bodoh? Mengapa? Mengapa? Mengapa!" ucap Mukti sambil berteriak dan meringis seperti anak kecil minta sesuatu.
"Sayang, kamu benar-benar menganggap masalahku seperti milikmu, kan? Aku sangat bersyukur." Ucap Nining sambil memegang tangan Mukti.
Namun bukan itu yang mengharapkan Mukti rupanya, Ia langsung menarik dari genggaman Nining.
"Aku, aku harus kembali sekarang. Aku akan bangun duluan." Ucap Muktilah seraya bangun dari tempat duduknya dan merasa tubuhnya sangat lemas.
"Lalu, untuk 100 juta? Itu mungkin dalam waktu dua minggu, kan?" tanya Nining sebelum Muktilah pergi.
Mukti yang mendengar hal itu lalu memukul tembok dan berkata.
"Aku akan menelpon kamu nanti." Ucap Mukti yang kemudian pergi keluar kafe dengan sempyongan dan lupa membawa peta yang tadi di bawa nya.
Sedangkan Nining masih duduk di kafe dan melihat Mukti yang berjalan seperti orang teler namun Nining hanya tersenyum, Nining kemudian melihat ke arah meja ada sebuah peta yang tadi di bawah Mukti ketinggalan, dan langsung ia berdiri membawa peta tersebut untuk diberikan kepada Mukti, namun orang nya sudah tidak terlihat kemana perginya.
Nining tidak jadi menyerahkan amplop tersebut dan kembali duduk, kemudian matanya melihat peta coklat tersebut dan tersenyum sendiri.
Pada sebuah Bank lain, Irma dan Lina telah selesai mengisi formulir formulir pinjaman pada Bank tersebut dan menyerahkannya ke petugas.
"Kami ingin meminjam hanya seratus juta." Ucap Irma kepada petugas Bank itu.
"Ya" seru Lina yang ikut.
Petugas Bank hanya tersenyum dan kemudian dia melayani isi formulir yang diisi oleh Irma, namun matanya kaget melihat bagian Jaminan tidak ada, dan pekerjaan adalah pengangguran. Mata petugas tersebut melihat ke arah dua nenek itu, dan Irma mengedipkan matanya, Lina juga ikut tersenyum. Petugas Bank hanya bisa tersenyum lalu menjelaskan bahwa mereka berdua tidak dapat menerima pinjaman dari Bank tersebut.
Kemudian Irma dan Lina lanjutkan ke kantor Bank kedua, dan sudah duduk pada seorang petugas bank teler, dan menyerahkan formulir. Petugas teler bank itu juga menolak pengajuan pinjaman mereka bedua.
Wajah Lina menjadi kecut dan dia meniupkan udara dari mulutnya untuk menghilakan efek tegangnya.
Pada Bank ketiga, mereka berdua langsung di usir oleh sorang satpam.
"Kami tidak bisa menawarkan kamu pinjaman." Ucap satpam itu sambil berfokus pada Lina dan Irma keluar dari Bank ketiga.
"Cara ini." Ucap Irma sambil memegangi Lina yang sudah berjalan semopongan, kemudian mereka berdua berjalan pergi dari kantor Bank ketiga itu,
"Kita tidak menginginkan uang tanpa apa-apa, kami mencoba meminjam dengan bunga, jadi mengapa begitu rumit, kak?" tanya Irma kepada Lina berjalan beriringan.
Namun dilihat dari Irma, Lina tidak ada di sampingnya, Irma bingung kemana pergi kakaknya itu.
"Kak. Kak" Irma memanggil-manggil Lina tapi tidak ada jawaban, kemudian Irma melihat ke arah belakang dekat gardu listrik, rupanya Lina sedang berdiri membaca selembaran kertas yang tertempel di gardu listrik itu.
Modal ST, ratusan juta mungkin, uang besar menyambut. Sebuah tulisan pada secarik kertas yang tertempel, kemudian kertas itu Irma ambil dan mereka lanjutkan perjalanannya untuk mencari alamat sesuai dengan yang tertera pada selembar kertas tadi.
Tidak lama kemudian, mereka berdua alamat menemukan sesuai dengan iklan tadi, kareoke, renovasi total, studio nyanyi, biliar tulisan pada sebuah gedung itu, rupanya gedung itu sebuah tempat hiburan malam. Dan langsung saja Irma dan Lina menaiki tangga untuk dapat masuk ke gedung itu, Irma memegang tubuh bagian samping Lina agar cepat menaiki tangga dan masuk ke gedung itu.
Irma dan Lina sudah duduk bersama pemilik gedung tempat hiburan malam, dan merasa sangat kesal, Irma mengepalkan untuk dan memukulkannya di kursi yang ia duduki. Lina memegang tangan Irma yang sudah tidak sabar atas perlakuan dan pemilik tempat hiburan itu.
Sambil makan mie ramen pedas, pemilik dan asisten tempat hiburan itu tertawa terbahak-baka, hingga mulutnya menyemburkan makanan dan menempel di muka Lina dan baju Irma.
"Seratus juta? Hah? Seratus juta?" ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Jika seratus juta terlalu banyak, bisakah kamu memberi kami lima puluh juta? Kami pasti akan membayar kamu bunga yang besar dan kuat." Ucap Lina yang mencoba meloby pemilik tempat hiburan itu.
"Nenek-nenek ini di sini. Nenek. Kamu bahkan tidak bisa mendapatkan 50 juta. Apakah kita akan menual nenek ke sebuah pulau, atau menjual organ kamu yang sudah lapuk? Itu hanya akan menghabiskan lebih banyak uang untuk membuang mayat." Pemilik tempat hiburan lagi sambil tertawa bersama asistennya.
"Mayat?" ucap Lina dan Irma dengan nada emosi.
"Aku pikir itu adalah hal terlucu yang aku dengar sepanjang tahun ini. Dia sembilan puluh tiga, dan ingin kita meminjamkan seratus juta padanya. Astaga." Ucapnya sambil masih di barengi dengan tawa.
Rupanya kesabaran Lina dan Irma sudah mencapai puncaknya, pemilih tempat hiburan yang akan melanjutkan makan mie pada mangkuknya, kemudia di tekan di belakang, membuat muka pemilih tempat hiburan masuk ke dalam mangkuk berisi mie pedas.
Sontak asistennya yang ingin menolong bosnya yang menggelepas seperti orang awam, lalu mencoba mengangkat tangan Lina dari kepala kepala bosnya, tetapi asisten tidak kuat, sebab walapun Lina berusia 95 tahun tetapi dia masih memiliki kekuatan yang sangat besar.
Bejuug ... bogem mentah oleh Irma mendarat pada pipi asisten yang akan membantu bosnya, seketika itu asisten langsung jatuh terkapar pingsan.
"Kakak, buat itu enak." Ucap Irma yang merasa puas karena sudah mendaratkan bogem mentah kepada orang-orang itu,
Akhirnya, mereka berdua pergi meninggalkan gedung itu, setelah puas menghajar penghuni yang tak bermoral tersebut.
Di dalam gedung itu mereka berteriak
"Selamatkan aku! Apakah ada orang di sana? Hei, asisten! Bangun, asisten. Aku sekarat."Pemilik tempat hiburan dengan posisi badannya diikat dengan lakban yang menempel di dinding. Sedangkan asistennya masih pingsan belum sadarkan diri terlentang di kursi.
"Asisten, Selamatkan aku" teriaknya.
********