Hiii...
Happy Reading!
****
Sebelum Samudera mengeluarkan sumpah serapahnya, Rindu setuju. "Oke, tapi, kalau gue menang lu jadi budak gue!" balas Rindu tersenyum miring.
Budak yah, tampaknya bukan hal yang sulit, toh Kamboja akan mengalahkan Rindu dengan telak, jadi tidak apa kan dia menerimanya? "Oke, Deal!"
Tanpa mengetahui seperti apa orang yang akan mejadi lawan tanding badmintonnya, Kamboja membuat keputusan yang sangat merugikan diri sendiri. Rindu senang karena pria itu lebih bodoh dari yang dia kira, paling tidak setelah bisa mengalahkan Kamboja, Rindu akan menyiksa pria itu sepuasnya.
'Hohoho, tunggu tanggal mainnya, Kamboja Dirgantara!' batin Rindu terbahak puas.
Karena tidak ingin menjadi lebih marah kepada Kamboja, Samudera membawa Rindu pergi menuju uks, luka di lutut Rindu harus diobati sesegera mungkin. "Kenapa kamu mau melakukan pertandingan dengan anak sial*n itu? Tidak seharusnya kita memberi reaksi seperti ini padanya.." gerutu Samudera menggerutu kesal.
Baru dirinya sembuh dari sakit, mata hazelnya sudah disuguhi hal yang sangat tidak masuk akal. Oh iya, pria tadi, Samudera tidak pernah melihatnya selama ini. Berandal pindahan ternyata, aaah, kalau dia berani menyentuh Rindu lagi, Samudera akan mematahkan tangannya.
Rindu terkikik senang, tangannya mengelus-elus lengan Samudera guna menenangkan pria itu. Reaksi yang kekasihnya berikan, adalah hal mustahil sebelumnya. Samudera tidak pernah semarah ini, tidak sampai kehadiran Kamboja yang berhasil menyulut api emosi Samudera. "Gapapa Samu, aku menerimanya karena ingin memastikan kekuatan bunga kuburan ... soalnya, saat baru pindah dia bilang mau merebut title atlet badminton kebanggaan sekolah."
Degh!
Langkah kaki Samudera terhenti, apa katanya? Ingin merebut title milik Rindu? Yang benar saja! Aaah, setelah mengantar Rindu ke uks dia akan menghajar pria sial*n itu habis-habisan.
Ceklek!
"Dok, tolong obati lukanya.." pinta Samudera setelah merebahkan Rindu di ranjang uks, dokter sekolah mengangguk paham dan mendekati keduanya sambil membawa kotak p3k.
Luka di lutut Rindu lumayan besar, setidaknya itu membuat dokter sekolah meringis melihatnya. Dipastikan gadis yang ada di uks ini tidak akan bisa bergerak setidaknya sampai istirahat kedua, luka seperti ini hanya akan menyakitkan saat dibawa berjalan.
"Bagaimana kau mendapatkan luka ini? Kalau terjatuh, luka mu tidak akan separah ini.." keluh dokter sekolah membuat Rindu cengengesan tidak jelas. "Di dorong cowo, dok.." balas Rindu enteng.
Di lain sisi, Samudera yang tidak tahan melihat luka Rindu memutuskan untuk segera menghajar anak sial*n itu, tetapi tubuhnya terhenti ketika Rindu memanggil . Kepala Samudera menoleh guna mencaritahu ada apa, apakah Rindu tahu niatnya?
Tanpa suara atau isyarat, Rindu menatap Samudera menggunakan mata birunya serius, hanya menatap, tidak lebih. Tetapi itu berhasil membuat Samudera mendesah lelah dan kembali berjalan ke sisi Rindu. "Apa, kamu butuh sesuatu?" tanya Samudera lembut.
Luka Rindu telah berhasil di perban, karena tugasnya sudah selesai dokter itu pun pamit untuk melakukan pekerjaannya beberapa menit yang lalu. "Jangan berisik yaa, saya mau nonton Drama.." tegur dokter tertawa pelan.
Karena Rindu tidak kunjung membuka suara, Samudera mengambil sebuah kursi untuknya duduk di samping kekasihnya. Dari pengalaman yang Samudera alami, Rindu akan menjelaskan keinginannya setelah merasa cukup yakin dengan itu.
Kriiing!
Ah, bel masuk sudah berbunyi. Pesan dari Eduard masuk ke ponselnya, setelah membaca pesan dari Eduard, Samudera langsung bangun dari duduknya dan menatap Rindu serius.
Sebenarnya Samudera ragu hendak mengatakannya, tapi yasudah lah, trobos saja. "Rin, aku ke kelas yah ... kata Eduard ada ulangan dadakan.." ujar Samudera menunjukkan pesan dari Eduard secara langsung pada Rindu.
Wajah gadis itu sontak tertekuk, kenapa guru suka sekali memisahkan mereka seperti ini? Baru dia ingin mengutarakan keinginannya, kalau ada ulangan, Rindu jadi enggan mengutarakannya. "Yaudah, gih pergi!" usir Rindu membuang muka.
Gadis itu menidurkan dirinya di ranjang uks dan menyelimuti seluruh tubuhnya hingga tidak terlihat oleh Samudera lagi, senyuman tipis dari kekasihnya terbit, tangan kanan Samudera bergerak untuk mengelus puncak kepala Rindu.
Kalau sudah begini Samudera tidak akan bisa meninggalkan Rindu, dia langsung mengirimkan pesan singkat tentang bolos hari ini. Tidak apalah di omeli guru nya, yang penting Rindu tidak merasa ditinggalkan. "Iyaa, gue bakal terus di sini kok.." ujar Samudera tanpa ditanya.
Rindu langsung keluar dari selimut dan menatap Samudera dengan mata berkaca-kaca, "Samuuu, sakiit.." rengek Rindu menatap kedua lututnya yang diperban.
Air matanya mengalir begitu saja usai mengutarakan perasaan yang sebenarnya, langsung saja Samudera memeluk Rindu guna menenangkan gadisnya. Lihat, jika dia tinggalkan mungkin Rindu akan menangis di hadapan pria lain, mana mungkin Samudera rela wajah cantik Rindu saat menangis dilihat orang lain.
Baju Samudera basah dengan air mata Rindu, saat perutnya berbunyi barulah Rindu melepas pelukannya. "Laper.." ucap Rindu memegang perutnya yang terus berbunyi.
Samudera mengangguk paham, setelah mengecup puncak kepala Rindu, pria itu bergegas menuju kantin untuk membelikan Rindu makanan. Bertepatan saat Samudera telah pergi, Bunga datang sambil memerhatikan sekitar kali saja ada Samudera di sana.
"Gimana? Udah mendingan?" tanya Bunga setelah duduk di kursi bekas Samudera, matanya tertuju pada balutan kain kasa yang ada di lutut Rindu, sepertinya lumayan parah.
Tidak ingin membuka suara, Rindu mengangguk untuk menjawab pertanyaan sahabatnya, jujur kejadian tadi sangat membuat Rindu dan Bunga shock. "Oh iya, Kamboja minta maaf sama lu," lanjut Bunga mengingat tujuannya ke uks.
Setelah mendapat omelan dari Bunga, Kamboja sadar dan merasa bersalah pada Rindu. Tidak seharusnya pria main tangan dengan perempuan kan, ah, ngomong-ngomong mengenai Kamboja, ada yang ingin Bunga sampaikan.
"Lu mau gak," ajak Bunga membuat Rindu penasaran.
Bunga memberi isyarat supaya Rindu mendekatkan telinga pada Bunga, dia menjelaskan semua keinginannya pada Rindu dengan pipi memerah. Benar juga, selama ini Rindu dan Samudera sangat jarang melakukan hal itu.
Dengan mata berbinar Rindu menyetujui keinginan Bunga, "Oke! Gue bakal berusaha keras untuk mengajak Samu!" ujar Rindu berapi-api.
Sepakat sudah, Rindu dan Bunga cengengesan tidak jelas sambil memikirkan semua yang akan terjadi kedepannya. "Aaaah, gue gasabaar!" pekik Rindu kegirangan.
Merasa semuanya sudah dia katakan, Bunga bangun dari duduk dan bersiap untuk pergi kembali menuju kelas. Bunga hanya izin ke toilet pada guru yang tengah mengajar, pasti pria paruh baya itu curiga dirinya sudah terlalu lama untuk hanya buang air kecil.
"Udah yah, pastiin lu bisa meyakinkan Samudera! Bakal seru banget kalo bisaa!" ucap Bunga bersemangat.
Ketika keduanya sedang bertatapan dengan pandangan berapi-api, Samudera masuk sambil membawa satu nampan berisi bubur ayam dan teh hangat. Entah apa yang keduanya bicarakan, tetapi tampaknya itu tidak akan melukai Rindu, jadi Samudera tidak terlalu kepo untuk itu.
"Udah ya, bye byee!" pekik Bunga berlari keluar dari Uks.
Duagh!
Kepala Bunga menabrak pintu uks, dia lupa kalau pintu uks selalu tertutup dan tidak pernah di biarkan terbuka. "Hueee, sakiit.." rengek Bunga terduduk di lantai.
Saat dokter prihatin dan ingin mengobati Bunga, gadis itu menolak dan berlari pergi setelah membuka pintu uks. "AAAKHH! MEMALUKAAAAN!" teriak Bunga frustrasi.
Rindu cengo, apa Bunga baik-baik saja?
Sambil menyuapi Rindu yang sudah berbunga-bunga, Samudera terus menatap wajah cantik Rindu. "Gue penasaran, rencana apa yang lu berdua buat.." guman Samudera mendesah lelah, yah, semoga saja sesuatu yang tidak merepotkan dirinya.
"Ayo cepat habiskan buburnya!"
***
makasih udah bacaa, luv yuuuu!