Meda, Runan, Oskar, Kasara, Fio, Delia, Dianto, Lot, Cemara, Kulo, dan Aku. Namaku adalah Ava. Lawan kami cukup berat, bukan cukup berat melainkan sangat berat. Menurutku malah ini berat sebelah. Pertarungan ini bisa menjadi pertarungan satu sisi. Apapun itu kami harus bertarung. Jika dilihat-lihat tidak semua yang ada dikelas kami buruk. Kami punya Meda dan Runan yang pernah masuk nominasi turnamen nasional. Untuk yang lainnya aku kurang yakin. XI-2 bersiaplah untuk menang, lawan kalian selanjutnya akan lebih sulit.
"Labirin ini terlalu mendukung mereka," kata Meda.
"Mereka punya Ian. Tembok-tembok labirin ini bukan halangan bagi kelas mereka," kata Fio.
"Hmm ..., aku akan mencoba sesuatu," kata Dianto.
Dianto langsung menggunakan verborumnya yang merupakan penglihatan. Dia bisa melihat apapun tanpa terhalang sesuatu. Bisa dibilang pandangan dia tembus. Dia berbagi penglihatannya pada kami untuk memeriksa gerak-gerik mereka. Losar sudah mulai menggambar, sementara tiga orang selain 'top' nasional melindungi Losar.
"Jangan biarkan Losar selesai menggambar!" perintah Dianto.
"Baik," jawab Kasara.
Kasara meletakkan telapak tangannya pada tembok yang mengarah pada Losar, tangannya langsung berwarna seperti cat air. Dia berhasil menyalin verborum Losar. Kasara menggambar sebuah makhluk seperti malaikat. Makhluk tersebut seperti roda dengan sayap yang berjumlah empat di belakangnya. di rodanya terdapat sebuah mata yang berjajar.
"Kubilang jangan biarkan dia menggambar!" kata Dianto sambil menaikkan suaranya
"Tenang saja aku punya rencana. Lagian aku lebih kuat darinya," jawab Kasara.
"Tunggu, kau lebih kuat darinya?" tanyaku dengah heran.
"Entah," balas dia dengan santai.
"Ini apa?" tanya Runan sambil menunjuk makhluk tidak jelas itu.
"Pelindung. Bentar aku akan menambahkannya lagi," kata Kasara sambil menggambar.
"Apa kau bisa membuat pasukanmu dari tembok tersebut?" tanyaku kepada Meda.
"Bisa, tetapi mereka punya pengendali batu, jadi tidak aku pakai sekarang," jawab Meda dengan jawaban yang masuk akal meskipun aku tidak tahu siapa pengendali batu itu.
Sementara itu, Kasar baru selesai menggambar sesuatu yang aneh lagi. Kali ini dia menggambar tembok yang bisa berjalan merangkak seperti kadal. Ekornya sangat panjang sehingga mengelilingi badannya. Terdapat mata di tengah badan tembok tersebut. Kakinya seperti kaki komodo.
"Sepertinya kau punya selera seni yang berbeda," kata Runan.
Aku langsung tersadar sesuatu. "Hey Meda, kata kau kan mereka memiliki pengendali batu, berarti mereka bisa mendeteksi kita?"
"Tenang saja, aku sudah menggunakan Verborumku dari baru mulainya pertandingan ini," jawab Runan.
"Itulah mengapa aku tidak membuat pasukan dari batu labirin ini," kata Meda.
"Tetapi aku masih bisa melihat kalian?" tanya Oskar.
"Di mata orang selain yang terpengaruh Verborumku tidak akan melihat apa-apa," jelas Runan.
"Ooh, mengerti. Jadi tujuan kita sekarang adalah menculik Losar dahulu?" tanya Oskar.
"Selama mereka tidak menghancurkan labirin ini," kata Runan.
"Rencananya jadi apa?" tanya Kulo.
"Oh ya, aku belum menjelaskan. Jadi kita akan menyerang Losar terlebih dahulu karena dia yang paling rentan. Untuk rekannya yang melindungi dia bisa kita urus nanti, soalnya kita masih dalam kamuflase. Hal yang terpenting adalah jangan melihat mata Balis. Dia memiliki Verborum pendeteksi, jadi asalkan kita jangan melihat matanya kita akan aman. Balis adalah orang yang memakai kacamata berwarna merah," jelas Runan.
"Dimengerti," kataku.
Sebelum berjalan aku meletakkan sebelas buah pena di tanah. Kami berjalan dengan pelan, sementara belakang kami dilindungi oleh malaikat roda aneh dan depan kami dilindungi oleh makhluk tembok reptil yang aneh yang tercipta oleh selera seni Kasara yang aneh. Kami mengikuti jalan labirin yang mengarah ke arah Losar. Lumayan jauh sih, tetapi harus dilakukan. Kami berbelok ke arah kanan dan kita melihat kelompok kedua mereka. Aku langsung menutup mata supaya tidak melihat mata Balis.
"Mundur!" bisik Runan.
Kami langsung berjalan mundur sesuai perintah Runan. Berbelok kembali kebelakang dan berbelok ke kiri melalui jalan yang berbeda. Kami diam di situ, sementara Oskar mengintip untuk melihat situasi. Kita terus diam di tempat sampai akhirnya Oskar memberikan sebuah tanda melalui tangannya yang menyuruh kami untuk keluar. Kami kembali berjalan melalui jalan tadi. Kami terus berjalan mengikuti jalan hingga akhirnya melihat kelompok Losar.
"Akhirnya kalian sampai," kata Losar sambil berjalan melalui rekannya yang melindungi dia.
Tiba-tiba portal muncul dari samping tembok. Dari portal tersebut keluarlah kelompok Irun. Lalu dari belakang kami juga ada portal. Keluar juga mereka yang didahului oleh Ian.
"Selamat datang di jebakan," kata Losar.
"AVA!" teriak Runan kepadaku.
"Siap," kataku sambil menggunakan Verborumku.
Kami semua langsung bertukar tempat dengan pena yang aku simpan di tanah tadi. Aku dan yang lain berhasil bertukar tempat kecuali kedua makhluk ciptaan Kasara. Aku melihat Cemara sedang memperhatikan tembok labirin yang ada di sebelah kanannya. Jujur saja, aku tidak tahu Verborum dia.
"Ra, apa yang kau lakukan?" tanyaku
"Aku merasakan Verborum pada tembok ini," jawab dia sambil mengkorek-korek tembok tersebut.
"Verborum?" tanyaku sambil mencoba mengingat sesuatu. Apa ya? Hmm, ..., kemudian aku tiba-tiba teringat perkataan Losar bahwa kami masuk jebakan. Aku langsung melihat ke Oskar. "OSKAR, LEDAKAN SEMUA TEMPAT INI, LOT LINDUNGI KAMI!" perintahku pada mereka.
"Untuk apa?" tanya Oskar.
"Lakukan saja!"
Oskar langsung menjetikkan kedua jari tangannya.
'KLIK!'
'BOOM!'
Semua tembok tempat ini langsung meledak. Kekuatan Oskar memang sangat destruktif, semua benda bisa dia ledakkan. Kurasa ubin arena ini juga dia ledakkan. Kekurangan dia hanyalah dalam pengendalian. Dia berpotensi membunuh teman sendiri, tetapi selama ada Lot situasi pasti aman. Lot memiliki Verborum pelindung. Verborum dia berbentuk seperti kumpulan kunang-kunang yang berkumpul mengeliingi siapapun yang ingin dia lindungi. Pelindung dia lebih kuat daripada ledakan Oskar.
"Jadi kalian sudah meencari tahu ya?" sindir Losar yang terlihat selamat bersama teman-temannya dari ledakkan Oskar. Kurasa Balon air di sekeliling mereka yang menyelamatkan mereka.
"Otakku lebih besar darimu, nak," kataku sambil menurunkan jempol ke arahnya.
"Menarik,"
"Tunggu dulu, kukira kalian ada sebelas," kata Oskar.
"Sebelas? Kelas kita termasuk elit, katanya. Jadi kita hanya perlu lima orang," kata Ian.
"Jadi orang yang melindungi dan yang bersama kalian itu adalah gambar dari Pelukis itu?" tanya Kasara.
"Tebak saja," kata Irun sambil menembakkan air terjun ke arah kami.
Air terjun itu mengenai kami, tetapi pelindung Lot masih aktif. Fio tanpa berpikir panjang langsung mengubah air Irun menjadi kabut. Aku bahkan baru tahu Verborum dia kabut. Aku hanya menunduk menunggu aba-aba dari Runan.
"Meda, kita lakukan seperti biasa," kata Runan.
"Baik," kata Meda sambil membangunkan para pasukkan bersenjata api dari dalam tanah yang tertutup oleh kabut.
Runan melihatku. "Ava," kata dia kepadaku yang bahkan aku pun tidak tahu apa yang dia maksud. Tanpa pikir panjang aku langsung menukarkan posisi salah satu pasukan Meda dengan Losar. Aku masih ingat posisi Losar jadi bisa aku tukar. Ketika Losar sudah tertukar, aku langsung mengunci kaki dan tangannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Meda dengan keheranan.
"Kukira itu rencananya," kataku sambil mengunci Losar.
"Verborummu tidak imbang!" kata Losar dengan nada kesal.
"Apakah ini benar 'top' nasional?" tanya Runan dengan wajah heran.
Delia datang ke arah Losar dan menutup mukan Losar dengan tangannya. "Tidurlah," kata dia dengan suara yang halus dan merdu yang sempat membuatku terdiam sebentar.
Aku melepaskan kuncianku dan berdiri. "Hipnotis?" tanyaku.
Dia hanya berbalik dan kembali tiduran.
"Wanita yang aneh?"
Tiba-tiba cahaya merah seperti api terlihat di balik atas kabut. Cahaya merah tersebut terbang lurus yang kemudian ke bawah. Cahaya merah tersebut membuat ledakan yang sangat besar hingga membuatku dan Delia terpental. Aku mencoba menangkap Delia, tetapi dia terbangun di udara, membetulkan posisi badannya, dan menginjak badanku untuk dijadikan batu lompatan. Aku dalam hati berkata, 'gila nih perempuan'.
Aku akhirnya terjatuh sangat keras, sementara tuh perempuan mendarat dengan anggun. Aku mencoba bangun dan melihat rekan-rekanku. Mereka semua sudah tereliminasi. Dianto, Meda, dan Runan keluar arena. Oskar, Lot, dan Fio tidak sadarkan diri. Aku hanya melihat mereka. Berarti yang bertahan hanya aku, perempuan sinting ini, Kasara, Cemara, dan Kulo.
Asap akibat ledakkan tadi sudah hilang. Aku melihat Irun berada di sisi kanan sedang duduk di tahta airnya yang menjulang tinggi. Ian sedang menginjak badan Oskar. Losar yang ..., kita tidak usah membahas dia. Satu orang yang tidak kuketahi yang mengenakan topi berwarna kuning dengan payung kuning di tangan kanannya. Lalu ada satu orang lagi yang memakai seragam biasa, tetapi rambutnya seperti tentakel.
"Menyerah?" kata si topi kuning.
"Ini baru seimbang," kata Kulo.
"Tidurlah seperti bayi di malam hari," kata Delia.
"Puncak Verborum?" kata Irun.
Lingkungan sekitar langsung berubah menjadi gelap, kemudian terang berwarna biru dengan warnanya yang sedikit pudar. Aku tidak melihat di mana Delia berada. Kulo si rambut keriting langsung merubah tubuhnya menjadi cairan korosif. Cemara membuat sebuah lingkaran berwarna putih dengan lambang burung hantu.
Aku melihat Cemara menutup mulut dia dengan jarinya. Dia menyuruhku untuk tidak berbicara. Aku penasaran apa Verborum Cemara. Jadi di dalam lingkaran ini hanya ada kami berempat dan mereka berlima. Aku malah kebingungan harus apa. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, tetapi bukan pundakku juga. Aku seperti di tepuk dari luar tubuhku.
"Bangun," suara yang merdu nan indah berbicara padaku.
Aku langsung terbangun. Aku melihat sekitar ternyata Kulo, Cemara, dan perempuan sinting ini masih bangun. Aku kemudian melihat ke depan untuk memastikan. Aku melihat mereka berlima tertidur, mungkin.
"Mereka tertidur?" tanyaku.
"Ya," jawab Kulo
Aku melihat timku yang tereliminasi dan musuhku yang tertidur. "Jadi harus apakan mereka?"
"Buang ke luar arena," kata Kulo.
"Baiklah."
Aku langsung mengambil penaku yang berada di sakuku. Aku membawa banyak sekali pena untuk jaga-jaga. Aku melempar satu-persatu penaku ke luar arena. Aku mengatifkan Verborumku dan seketika mereka langsung berada di luar arena. Dan dengan itu kita menang.
"Kemenangan yang ..., aneh," kataku.
"Kau hanya tidak mengerti permainan pikiran," kata Kulo sambil mengetuk kepalanya dengan telunjuknya dengan tujuan menghinaku.
"Maksudku, aku daritadi di sini dari awal hingga akhir pertandingan selalu kebingungan dengan apa yang terjadi," kataku sambil menggaruk-garuk kepala.
"Ketidaktahuan itu indah, nak. Mari pulang," kata Kulo.
"Dan kau dari awal pertandingan dimana?" tanyaku.
"Rahasia,"
Sementara itu.
"Kata dia yang akan menang adalah XI-2," kata Weka pada Natur.
"Dia bilang XI-1 tidak tertolong yang artinya bukan berarti pasti akan kalah," balas Natur.
"Hah?"