Hany, datang ke Indonesia untuk menghindari hutang piutang orang tuanya. Dia sudah keliling dunia untuk menghindari rentenir kelas kakap yang mengejarnya.
"Kamu harus ikut kami, kamu harus membayar dan melunasi semua hutang mendiang orang tua kamu."
Ada dua orang berbadan kekar yang menahan hany, menariknya paksa untuk ikut. Hany yang memiliki tubuh jauhh lebih kecil dari mereka pun tak bisa melawan, dia hanya bisa pasrah.
"Untuk menjual diriku, gak sudi."
Cuh..
Hany meludah didepan mereka, pasalanya hanya itu jalan satu-satunya yang mereka tawarnya, jual diri. Hany berjanji akan melunasinya, menjadi apapun asal bukan wanita penghibur di kamar dan melayani para lelaki bejat didalam ruangan intim itu.
"Tidak akan, sampai kapan pun!" tegas hany.
Hany mencoba meronta, tapi tak bisa. Berteriak meminta tolong dijalanan ramai kota, percuma, jika ada yang lewat pun mereka tak akan perduli.
Mereka lebih suka tidak ikut campur urusan orang lain, lebih mementingkan urusan pribadi mereka sendiri.
***
"tuan, maaf saya harus izin keluar untuk mengurus anak saya."
Disebuah kantor, seorang wanita yang sebenarnya cantik dan seksi, walau bisa dibilang usianya cukup matang. Dia datang dengan menggendong seorang anak perempuan yang cantik dan lucu, itu anaknya, berusia sekitar tiga tahun dan wanita itu tak lain adalah sekertaris yang paling namjon sukai, bukan secara hati, tapi secara profesionalitasnya. Pekerjaannya sangat bagus, tangkas dan sigap.
"Nona, kenapa anda harus mengundurkan diri, anda kan bisa menyewa baby sister untuk merawat anak anda."
Kata Rafael, sedikit tak rela melepas sekertaris terbaiknya. Pasalanya sangat susah baginya mencari sekertaris yang cocok. Rafael sudah sangat suka bekerja dengan sekertaris yang dia panggil nona. Wanita yang dipanggil nona itu tertawa mendengar ucapan Rafael.
"Anda juga bisa mencari sekertaris baru lagi, tuan Rafael." katanya dengan santai.
Dia menatap anak perempuannya, yang sejak tadi malah menatap Rafael. Rafael tersenyum ketika anak nona itu menunjukan deretan giginya yang baru tumbuh.
"Saya sudah memutuskannya, saya ingin melihat anak saya tumbuh setiap hari. Lagi pula suami saya sudah bekerja, Tuan. Saya rasa gajinya cukup untuk hidup kami bertiga. Saya tidak ingin kehilangan momen indah ketika dia tumbuh."
Kata sang nona, yang kemudian menghujani kecupan dipipi anaknya. Rafael gemas, dia tak lagi bisa menahan hasrat untuk berdiri. Rafael mendekati sekertarisnya itu, tidak, tapi akan segera jadi mantan sekertarisnya itu dan meminta dia untuk mengizinkan menggendong anaknya itu.
"Bolehkah nona, dia sangat menggemaskan?" kata Rafael minta izin.
"Tentu."
Mantan sekertaris Rafael itu memberikan anaknya untuk digendong Rafael. Rafael sangat senang, senyumnya lepas, dimple yang menghiasi paras karismatiknya muncul begitu saja, hampir tak pernah hilang ketika Rafael menggendong anak nona itu. Rafael terus bermain dengannya, entah hanya menyentuh tangan mungil gadis kecil nan cantik yang ada dalam gendongannya, atau bahkan minta izin menciumnya.
"Sudah pantas," kata sang nona.
"Carilah seorang wanita yang baik, pasti ada dari banyaknya yang cuma mengincar harta anda. Pasti ada yang punya hati tulus, Raf."
Panggilannya berubah, Rafael memang lebih muda darinya, kalau diluar pekerjaan, dia selalu menganggap Rafael seperti adiknya. Adiknya yang selalu mengadu, patah hati, ditinggal wanita, Mereka yang tidak tulus mencintainya, hanya menginginkan hartanya saja. Rafael sudah sering mempergoki wanitanya jalan dengan lelaki lain. Entah apa kurangnya Rafael? Kaya, iya. Tampan, iya. Mapan, apalagi. Perhatian, suka kasih bunga tiap pagi, telpon tanya kabar, memberi kabar, tak segan membelikan barang mewah dengan harga selangit hanya untuk wanita yang dia cintai dengan tulus. Tapi mereka selalu tidak tulus pada Rafael.
"Kamu juga perlu keluarga Rafa. Istri yang mengurus kamu, terlebih anak kamu sendiri, sebagai pewaris kamu. Memangnya kamu akan muda terus?" katanya bahkan menepuk pundak Rafael.
Seakan ingin menabahkan Rafael yang selalu bertemu wanita yang matre. Dia mengambil kembali anaknya dari gendongan Rafael. Rafael terdiam, itu benar. Dia butuh seorang pewaris, setidaknya pewaris kalau memang tak ada wanita yang tulus padanya. Anaknya sendiri, yang akan dia besarkan sendiri, supaya bisa dipercaya!
Iya, anak. Tapi tanpa wanita, maksudnya tanpa hubungan serius, atau ikatan pernikahan. Hanya anak yang Rafael inginkan.
Rafael akhirnya mengizinkan sekertarisnya itu mengundurkan diri. Sepanjang jalan menuju rumahnya, Rafael berpikir bagaimana dia mendapatkan pewaris tanpa menikah. Kalau wanita suka uang, bisakah dia membeli anak dari seorang wanita, tapi dari benihnya sendiri.
Ya! Membayar wanita untuk melahirkan anaknya.
Rafael menemukan ide brilian itu. Rafa akan mencari wanita yang baik mungkin. Kalau tidak ada yang mau saja, lebih cepat lebih baik. Rafael sudah ingin menggendong anaknya sendiri.
Klingg...
Ponsel Rafael berdering, Rafael yang masih didalam mobil menuju perjalanan pulang lupa akan satu hal, hari ini adalah hari ulang tahun mamanya. Rafael melihat nama yang tertara diponsel lipatnya.
"halo pa."
Kata Rafael mengangkat telpon dari ayahnya. Dia bergegas, meminta supirnya memutar balik untuk mencari toko roti juga toko hadiah. Untung ayahnya mengingatkan, Rafael harus membeli roti ulang tahun untuk mamanya dan memberikannya hadiah.
Hadiahnya? Akan Rafael pikirkan nanti. Lihat apa yang bisa dijadikan hadiah.
***
Mobil Rafael berhenti didepan toko kue dan hadiah. Rafael keluar untuk memilih sendiri semuanya. Tapi baru beberapa langkah keluar dari mobilnya,
Brukk...
Seseorang menabraknya. Dia adalah hany, yang berhasil kabur setelah menggigit tangan kedua laki-laki berbadan kekar itu. Hany tak punya pilihan lain, dia terpaksa memohon bantuan Rafael.
"Tuan, tolong saya. Saya akan melakukan apapun untuk tuan."
Kata hany, pada Rafael yang tak ia kenal, yang dia tabrak begitu saja. Hany menunduk, memohon.
Apapun?
Mendengar kata apapun dari hany, Rafael langsung ingat keinginannya. Secepat itu kah tuhan mengabulkan keinginannya.
"Kamu yakin, apapun akan kamu lakukan kalau saya menolong kamu?" kata Rafael bertanya lagi pada hany untuk memastikan kalau yang dia dengar itu benar.
"Ya, tuan. Apapun. Apapun akan saya lakukan asal anda menolong saya."
"Apa yang harus saya bantu?"
Hany menceritakan secara singkat masalahnya. Bagi Rafael hutang yang harus dilunasinya tak seberapa.
"Hany, ayo ikut kami. Kamu harus bekerja untuk bos."
Dua orang itu akhirnya menemukan hany dengan Rafael, tangan salah satunya hampir meraih tubuh hany didepan Rafael, tapi Rafael langsung menahan tangan kekar itu.
"Jangan sentuh dia, saya yang akan melunasi hutangnya." kata Rafael dengan datar, dingin, tapi keren.
"Wooo... Memangnya ada siapa sampai bisa melunasi hutang orang tua hany." dia tertawa meremehkan seorang Rafael.
Rafael memberikan kartu namanya. Dua laki-laki itu tercengan, salah satu pemegang saham terbesat di indrusti musik indonesia bahkan luar. Perusahaan musik yang paling terkenal dan terbesar disana.
"Wahh.. Kenapa lo gak bilang dari kemaren sih hany, kalau lo punya cowok setajir dia." laki-laki yang satunya tak percaya.
"Hubungi nomer disana, nanti akan ada yang mengurus semuanya. Mulai sekarang berhenti mengejar hany." kata Rafael menegaskan.
"Tentu."
Mereka langsung pamit, meninggalkan hany dan Rafael. Hany penasaran, apa yang Rafael inginkan. Obrolan mereka belum selesai tadi, sampai dua anteng rentenir itu datang.
"Jadi saya harus membayarnya dengan cara bagaimana?" kata hany berbalik menatap Rafael, yang jauh lebih tinggi darinya, mungkin hany hanya sebatas dada Rafael. Hany harus kesusahan mendongak menatapnya.
"Saya ingin kamu memberikan anak pada saya?"
"Hah? Anak? Memberikan anak?"
Hany terkejut, maksudnya memberikan anak, bahkan hany tidak punya anak, dia juga belum menikah.