Chereads / DADY / Chapter 6 - HASIL

Chapter 6 - HASIL

Rafael bilang hasilnya akan terlihat setelah satu atau dua bulan. Hany sendiri tak tau banyak tentang kehamilan, pertama ini kehamilannya pertama bahkan tanpa menikah.

Sepanjang satu sampai dua bulan ini rafael sangat protek pada hany. Hany tak boleh berjalan lama, turun tangga, makan pun harus dibawa keatas. Ingin turun tangga pun digendong rafael.

"Tuan, jangan berlebihan. Ini hanya turun tangga."

Kata hany yang menolak akan dibopong untuk menuruni tangga. Bukan malu pada para pekerja rafael tapi kesal pada hatinya yang berharap lebih.

Jangan lagi, tuan.

Hany tak mau terlalu terbawa perasaan dengan sikap protektif rafael padanya.

"Kamu mau tanggung jawab kalau hasilnya tidak jadi." kata rafael mengancam hany.

Hany menyerah. Dia pasrah. Hany ingin segera melunasi hutangnya dan bebas. Dua bulan terkurung di kamar, bisa gila hany.

Rafael pun akhirnya menggendong hany menuruni tangga. Hari ini jadwal hany untuk melakukan pemeriksaan di klinik. Setelah dua bulan menunggu akhirnya rafael bisa tau hasilnya. Rafael sangat tak sabar. Hany bahkan juga sangat antusias. Seperti ada sensasi sendiri merasakan si kecil tumbuh didalam perutnya. Membayangkan saja hany sudah sangat bahagia.

Mereka mengendarai mobil ke klinik dokter kandungan. Setelah sampai disana hany dan rafael langsung menuju klinik kandungan. Dokter langsung memeriksa hany. Hasilnya sangat mengejutkan.

Programnya berhasil.

Dokter sedang memeriksa hany, lalu melakukan usg pada hany, diperut hany. Dia meminta rafael untuk melihatnya secara langsung setelah memastikan programnya berhasil.

"Ini."

Kata sang dokter yang menunjuk layar usg. Menunjukan kantung yang sudah terbentuk didalan rahim hany. Rafael tersenyum senang, tapi hany malah menangis. Hany ingat dia punya rafael. Bayinya hanya punya Rafael seorang, setelah sembilan bulan rafael akan memisahkan dia darinya. Hany mencoba memalingkan muka agar rafael tak melihatnya menangis.

Tapi dokter melihatnya. Isak tangis yang perlahan keluar dari mulut hany, terdengar oleh dokter dan rafael. Bayinya bukan hak hany, bukan milik hany, dia hanya alat pembayaran hany untuk hutangnya pada rafael.

"Tuan jaga istri anda baik-baik. Jangan sampai dia sedih, itu akan sangat berpengaruh pada kandungannya."

Dokter menyudahi pemeriksaan. Dia akan menuliskan resep baru untuk hany yang sudah resmi hamil. Hamil muda. Dokter harus mengganti resepnya. Sementara hany masih menangis dan berbaring diatas ranjang pemeriksaan.

"Apa ada yang sakit?" tanya rafael melihat hany menangis. Hany menggeleng. Dia segera duduk dan memperbaiki pakaiannya.

"Saya hanya senang. Rasanya tak percaya, Ada nyawa didalam perut saya." kata hany masih mencoba menahan tangisnya.

Rafael menuntun hany untuk turun dari ranjang. Lalu duduk didepan kursi dokter. Mendengar penjelasan dokternya dan setelah mendapatkan resep baru mereka langsung pergi.

Sepanjang jalan pulang hany tak bisa melepaskan tangannya yang terus mengusap perut ratanya. Rasanya baru mendengar dia dua bulan disana sudah menyayanginya. Bagaimana sembilan bulan, mengeluarkannya lalu harus berpisah.

Ahh.. Hany menangis lagi. Hany sengaja memalingkan muka keluar kaca mobil, melihat pemandangan diluar sambil sesekali mengusap air matanya yang mengalir.

"Paman ke apotik ya." kata rafael pada supirnya.

"Baik tuan."

Mereka pun ke klinik lebih dulu. Disamping kliniknya ada supermarket kecil. Hany menginginkan sesuatu disana. Rafael keluar untuk menebus resepnya.

"Paman saya mau kesana sebentar. Saya mau beli ice cream." kata hany memberitahu supirnya agar rafael nanti tak mencarinya.

"Nona, biar saya temani."

"Itu hanya disebelah apotiknya paman. Paman disini saja."

Mobilnya terparkir didepan apotik dan supermarket benar-benar disebelah apotiknya. Jadi tak perlu menyebrang. Kenapa harus repot ditemani.

"Hati-hati nona." kata supirnya pada hany.

Hany mengangguk. Dia turun dengan membawa tas kecilnya. Hany masuk dan langsung mencari tempat ice cream. Hany tersenyum melihat seorang anak kecil perempuan yang berjalan menunu tempat ice creamnya.

"Mama, ice cream." katanya pada sang mama yang masih sibuk mengantri untuk membayar.

"Mau ice cream?" tanya hany pada adik kecil yang manis itu.

"Emm.." katanya mengangguk manis.

***

Rafael sudah selesai menebus resep milik hany. Tapi ketika dia kembali ke mobil hany tak ada. Rafael kalang kabut ketakutan.

"Paman kenapa anda membiarkan hany keluar sendiri. Dimana dia?" katanya dengan nada sedikit tinggi.

"Maaf tuan, nona di supermatket sebelah. Katanya dia.."

Belum selesai supirnya menjelaskan rafael langsung menyusul hany. Rafael melihat hany yang akan menggendong anak kecil untuk melihat ice cream yang ada ditempat ice creamnya. Rafael melihat perut hany, hany menggendong anak kecil, dan anaknya dalam bahaya.

Ahh.. Tidak bisa!

Hany membuat anaknya tergencet?

"Hany apa-apaan kamu. Kamu membahayakan bayi saya."

Rafael langsung mengambil anak itu dalam gendongan hany. Hany cemberut, dia menggendongnya disamping. Hany tak perduli, dia tak mau bertengkar ditempat umum.

"Yang ini, atau ini, sayang?" tanya hany pada anak itu yang ada digendongan rafael.

Sayang...

Mengatakan sayang didepan rafael. Rasanya seperti pada rafael. Tapi rafael sadar itu untuk anak kecilnya.

Tapi rafael suka, hany terlihat makin manis dan kenapa sudah terlihat seperti ibu pada anaknya. Nadanya lembut sekali pada anak itu.

"stobeli." katanya dengan sedikit cedal.

"Ahh.. Ini."

Hany mengangguk mengerti. Dia memberikan ice cream yang rasa straberi. Hany bahkan membantu membukakannya. Hany juga mengambil ice cream strawberi satu lagi. Anak itu terlihat memakan ice creamnya digendongan rafael. Rafael tersenyum melihat dua wanita ini dengan lucu menyantap ice creamnya.

"Hanna, kemari."

Mama anak itu memanggil. Dia menghampiri rafael dan hany, meminta maaf karena hanna merepotkan mereka. Tapi hany dan namjoon tak masalah, hany dan namjoon sangat senang dengan hanna.

"Sampai jumpa, hanna cantik. Ibu boleh saya mencium pipi hanna?" tanya hany yang ingin sekali mencium pipi tembam hanna.

"Tentu." kata mama hanna yang sudah menggendong hanna.

Hany mencium pipi hanna. Hany juga menyuruh rafael untuk meninggalkan sedikit kecupan dipipu hanna. Rafael suka, sangat suka mencium hanna.

***

Mereka kembali ke mobil dengan kotak ice cream yang hany bawa dan dia makan. Dengan senyum yang masih tersisi pada rafael, yang kali ini membayangkan dirinya mencium pipi hanna. Dia juga nanti akan mencium pipinya.

"Kalau mau kemana-mana jangan sendiri." Kata rafael yang tiba-tiba marah ingat sikap hany tadi.

"Jangan mengangkat beban yang berat. Termasuk tadi kamu menggendong hanna." tambah rafael lagi menatap hany dengan kesal.

"Saya menggendong hanna disamping, itu tidak apa-apa tuan." hany tak terima. Dia beradu tatapan kesal dengan rafael.

"Apapun itu. Saya gak mau kamu membahayakan anak saya."

"Dia juga anak saya. Mana mungkin saya berniat mencelakakan dia."

Hany menangis lagi. Kata-kata rafael membuat hany merasa dia jahat dan tak berhak. Padahal yang paling berhak ya seorang ibu. Menyebalkan. Hany langsung memalingkan muka.