Kemarin pagi, Reszha hampir saja terlambat masuk ke sekolah, karena mobil yang ia gunakan untuk pergi ke sekolah mogok secara mendadak. Sial sekali memang, gadis itu sampai harus lari terbirit agar bisa sampai ke sekolah, sekarang ia curiga, jika Nicho memang sengaja menjahilinya. "Non! Pulangnya perlu saya jemput?!" teriak pak supir seraya bertanya, dan Reszha yang mendengarnya spontan langsung menghentikan langkahnya. "Kalo gak mogok jemput pak!" balasnya, kemudian kembali berlari, menyusuri padatnya jalanan kota Jakarta. Iya, sekarang hari senin, dan kalian tahu bagaimana macetnya hari ini, untung mogoknya tidak terlalu jauh dari sekolah, walau jauh dekat sama saja malunya.
Sekarang, Reszha berada tepat di depan gerbang sekolah, satpam disana menggeleng kecil ketika melihat Reszha yang datang dengan nafas tercekat. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum kikuk, sembari kembali berlari ke dalam sana, tenang saja, ini bukan kali pertama Reszha terlambat dihari senin. "Kamu gimana sih? Petugas upacara kok telat!" ucapan itu berhasil membuat Reszha diam, petugas ucapara katanya? Hey hello! Sejak kapan Reszha menerima tawaran untuk menjadi petugas upacara? Bahkan dalam mimpi pun ia tidak mau melakukan itu. "Nadya menolak untuk menjadi petugas upacara, dan kau yang menggantikan. Cepat! Jangan buang waktu lagi!" lanjut guru itu, sembari mendorong Reszha ke tengah lapangan. Sial, ia harus menjadi tontonan murid lain sekarang, awas saja, jika Reszha menang dalam pertandingan, ia tidak akan membawa nama sekolah ini lagi! Balas dendam yang bagus, bukan? Untungnya Reszha dulu terbiasa menjadi pemimpin, dan bersikap santai dalam keadaan yang genting. "Zha, lo yakin bisa?" tanya Ella, dan Reszha mengangguk yakin. Gadis utu kemudian mengambil posisinya, dan berdiri diantara barisan para guru, Reszha menjadi pemimpin upacara sekarang.
Beberapa orang yang tadinya meremehkan Reszha karena dia tidak memiliki skill pelatihan, langsung terdiam ketika Reszha mengeluarkan suara merdu dan lantangnya, siapa sangka jika seorang atlet dan anggota paduan suara ternama bisa menjadi seorang pemimpin upacara yang handal? "Apa dia gak keselek angin teriak–teriak gitu?" tanya Ella pada Intan, dan bukannya mendapat jawaban, gadis itu malah disuguhi pukulan keras daei Intan. Lagian, siapa suruh ia bertanya hal konyol di waktu yang serius seperti ini? "Gapapa bagus, biar puas tuh si Nadya, dia mau jebak Reszha kan?" ucapnya, sembari menatap Nadya yang berada dibarisan paling depan, dengan tatapan sinis yang tiada tara. Ah iya, Nadya sengaja menjebak Reszha, karena ia ingin citra Reszha sebagai siswi berprestasi hancur dimata semua guru. Tapi sayang, rencana Nadya gagal lagi, dan jika ini terjadi, Nadya memiliki rencana lain, rencana yang mungkin akan menghancurkan hidup Reszha selamanya. "Zha, mungkin setelah ini lo bakal nyusul orang tua lo." Lirihnya, sembari memasang smirk jahat yang khas.
****
"Zha, mau pulang bareng?" tanya Intan pada Reszha, dan gadis itu hanya diam, ia tampak sedang berpikir sekarang. "Gue nunggu Pak Samsul buat jemput, tapi gue takut mobilnya masih mogok." jawabnya, sembari menatap jam yang berada di pergelangan tangannya. Pandangan Intan kemudian berubah ada jalanan, jika memang Reszha akan dijemput, seharusnya Pak Samsul sudah berada di depan sekolah dari setengah jam lalu, tapi ini? Bahkan sampai sekarang beliau tidak ada! "Coba lo WA aja Pak Samsnya." waw, keren sekali pak Sams. "Nah, masalahnya gue enggak punya nomor beliau." mendengar jawaban itu, membuat telapak tangan Intan refleks memukul Fareszha, anak ini bodoh atau memang tidak pintar? Toh sekarang ia mau meninggalkan Reszha pun tidak bisa, karena gadis itu akan sendirian nantinya, dan kalian seharusnya tahu apa yang akan terjadi jika Reszha ditinggal sendirian.
"Telfon om Nicho aja, siapa tau dia mau nyusul. Ini udah jam satu Zha, lo mau pulang jam berapa?" tutur Intan, dan Reszha menggeleng dengan cepat. Intan tidak tahu saja apa yang tadi pagi Nicho katakan padanya, tentu saja itu membuat Reszha sakit hati. Dan bayangkan apa yang akan pria itu katakan lagi pada Reszha nantinya, bukan kah tidak akan jauh berbeda? Atau bahkan lebih menyakitkan. "Kalo lo mau balik duluan, gue gapapa kok sendiri." balas Reszha, sembari menepuk kecil pundaknya Intan. Waw, cari mati saja jika Intan meninggalkan Reszha sendiri disini, perasaannya tidak enak jika Reszha harus menunggu, atau pulang sendirian menggunakan angkutan umum. "Mending kita sambil duduk aja Zha, gak pegel emangnya lo?" cibir Intan, sembari menarik Reszha ke tepi.
"Kalian mau pulang bareng gue?" tanya Nadya, yang langsung keduanya balas gelengan kepala. "Gue udah baik ya nawarin kalian, kalo gamau bareng yaudah!" lanjutnya lagi, dengan nada yang sedikit tinggi. Oh hello Nadya, siapa orang yang mau bersama orang seperti dirimu? Bahkan kucing saja tahu mana ular mana bukan. Lagi pula, tidak biasanya Nadya mengajak mereka untuk pulang bersama, jika tidak ada sesuatu yang ia inginkan, pastinya ada hal buruk yang Nadya rencanakan, semua itu sudah terbaca, karena ia sering melakukannya. "Nadya bikin rencana apalagi sekarang?" batin Intan, sembari menatap wajah Reszha dengan tatapan yang lekat. Iya, kalian sudah tahu bukan? Jika Nadya ingin melakukan hal buruk ada Reszha sekarang? "Tan... Tan bisa gak kita pergi sekarang?" tanya Reszha dengan tubuh yang bergemetar, dan tatapannya yang terus mengarah ke parkiran yang ada disana. Intan tidak langsung merespon, gadis itu kini mengikuti arah pandang Reszha, orang yang Reszha tatap sekarang itu adalah... "Mike?" lirih Intan, dengan tangan yang kini memegang pergelangan tangan Reszha, seolah ia siap untuk membawa gadis itu lari dari sana sekarang juga!
Tapi sayang, mereka terlambat. Teman–temannya Nadya ternyata sudah menunggu keduanya sedari tadi, agar ketika mereka mencoba untuk kabur, kelimanya bisa langsung menghadang. Belum lagi, Reszha terkejut ketika melihat pak Samsul yang sekarang berdiri lemas, dengan beberapa luka ditubuhnya. "Sarap ya kalian?! Kalo mau jahatin gue, gausah bawa–bawa orang tua juga beg*!" teriak Reszha, sembari berjalan kearah pak Samsul, tanpa memikirkan keselamatannya sekarang. Dan ia tidak tahu, jika Mike sudah berada tepat di belakangnya sekarang. "Zha... Lo pikir gue bakal terima gitu aja pas Nicho mukulin gue di depan banyak orang di bar? Dan alasannya dia cuma karena elo." tubuh Freszha spontan menegang, dibandingkan dengan Nicho, tentunya Reszha lebih takut pada Mike, karena pria itu yang sering menyakiti fisiknya ketika maura dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. "Gue masih dendam sama lo, gue belum puas kalo lo belum ngerasain apa yang Maura rasain Zha. Karena trauma atas pelecehan, dan gue mau lo ngalamin hal yang sama kayak Maura." ucap Mike, dengan nada deepnya yang berat. Setelah mengatakan hal itu, Mike mengeluarkan sebuah cairan, yang Reszha dan Intan yakini itu adalah cairan bius.
'Bugh!'
Dengan keberanian yang entah darimana, Intan menendang tangan Mike, untuk menjatuhkan benda yang pria itu pegang sekarang. Tak menyia–nyiakan kesempatan yang ada, Reszha mendorong keras tubuh Mike, berharap agar pria itu jatuh tersungkur ke tanah. Namun Reszha salah, kini Mike malah mencengkeram tangannya kuat, membuat rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuh Reszha. "Lepasin Reszha!" teriak Intan, sembari terus berusaha memukul Mike. Sialnya, tidak ada satu orangpun yang lewat, atau datang untuk membantu. Hey ayo lihat! Disini ada tindak kekerasan! "Lo harus menderita sama kayak Maura!" teriak Mike lagi, sembari mendorong tubuh Reszha, dan membuat gadis itu harus menindih Intan yang sebelumnya Mike dorong. Reszha tak tinggal diam, gadis itu kemudian bangkit, dan mengambil ancang–ancang untuk pergi, berharap jika Mike tidak bisa menangkapnya kali ini! "Bawa dua gadis ini! Aku ingin Intan menjadi Reszha ketika pelecehan itu terjadi!" Titanya pada dua orang pria bertubuh besar. But sorry, Reszha dan Intan tidak akan menyerahkan diri begitu saja! "On the count of three, I hope you run as far as you can." lirih Reszha, tepat ditelingan Intan, dan gadis itu mengangguk kecil sebagai jawabannya.
"What are you doing stupid?! Go after them!" teriak Mike marah, ketika ia melihat dua pengawal itu hanya diam ketika Reszha dan Intan berlari menjauh. "Hey, anggap saja ini keberuntungan kalian!" Kesalnya, sembari memukul tembok yang berada tepat di sebelahnya. Selanjutnya, apa yang akan terjadi pada Reszha dan Intan?
~~~~~~