TAK! TAK! TAK!
Nenek tua itu segera mengayunkan tongkatnya ke atas. Membiarkan cahaya itu menguap ke langit begitu saja. Mata Nenek tua itu membelalak lebar, lalu dengan secepat kilat, ia membangun sebuah gelembung raksasa untuk menghindari mereka bertiga agar tidak terhantam berlian.
"Apa ini? Kenapa hujan berlian dimajukan? Harusnya masih besok!" seru Nenek tua itu kaget.
"Ap-Apa? Hujan berlian maju, Nek? Astaga, untung kita tepat waktu datangnya, ya kan, Al?" sahut Lian.
"Li-Lian, kepala gue kok jadi pusing ya?" ujar Alka sembari memegang bahu Lian menggunakan tangan kanannya.
"Alka? Lo kenapa?" tanya Lian bingung.
"Aaarrgghh suara apa itu!" keluh Alka sembari menutup kedua telinganya.
"Suara apaan sih? Gak ada suara apa-apa, Alka!" keluh Lian sembari menatap Alka curiga.
"STOP! HENTIKANNNNN!" pekik Alka dengan suara keras.
Secara tiba-tiba, kedua lutut kaki Alka jatuh ke atas rerumputan, kemudian diikuti dengan kedua telapak tangan yang menempel di atas rumput. Alka tampak memejamkan matanya rapat-rapat, juga menggigit bibir bawahnya.
Sesaat kemudian, terdengarlah Alka bersuara. Tidak, ia tidak seperti sedang mengobrol dengan Lian, melainkan seperti mengucapkan sebuah mantra. Mantra dengan bahasa yang Lian tidak mengerti.
"Alka? Lo bicara apa sih?" tanya Lian bingung. Namun, dengan cepat, Nenek tua itu menempel jari telunjuknya ke depan bibir.
"Sssttt, jiwa murninya sedang bangkit," bisik Nenek tua itu kepada Lian.
"Apa? Jiwa murni? Bukannya Nenek tadi bilang, kalau Alka manusia biasa?" tanya Lian tidak percaya.
"Jiwa murninya Alka sangat tipis. Penyihir tua yang sial*n itu telah berhasil menutupi jiwa murni Alka. Dia berusaha mengecohku. Hampir saja aku membunuhnya, jika sampai aku tadi gagal mengenalinya, bisa-bisa aku dikutuk oleh para jiwa murni di dunia sihir ini!" keluh Nenek tua itu.
"Sefatal itu akibatnya?" tanya Lian bingung.
"Tentu saja! Dari auranya, Alka bukan berasal dari kalangan rendahan seperti kamu," cetus Nenek tua itu. Mendengar hal itu, sontak saja, Lian berkacak pinggang.
"Cih, gak di dunia manusia, gak di dunia sihir, kenapa gue selalu direndahin mulu sih!" rutuk Lian dalam hatinya.
Saat akan mengeluarkan uneg-unegnya, secara tiba-tiba, tanah yang ditapaki Lian bergetar. Lian pun menjadi panik setengah mati.
"Ada gempa! Aaaa gempaaaaa!" seru Lian dengan penuh ketakutan.
"Ehh Nenek, kok gak panik sih! Ada gempa, Nek! Tahu gempa gak sih?!" pekik Lian.
"Tenang, kita harus tenang dalam mengambil keputusan apapun," sahut Nenek tua itu. Lian pun seketika mengernyitkan dahinya.
"Tenang? Gimana bisa tenang sih?" keluh Lian masih setia dengan raut wajah paniknya.
Secara perlahan, tubuh Lian mulai terangkat. Bukan hanya Lian, tetapi Alka dan juga Nenek tua itu ikut terbawa ke atas. Tanah yang tadinya sejajar, kini berubah menjadi atas sebelah.
"Ah berlian hitam sudah muncul ternyata," ucap Nenek tua itu.
"Be-berlian hitam?" tanya Lian. Sedetik kemudian, kepala Lian terasa sangat pusing.
"Ke-kenapa kepalaku pusing?" keluh Lian. Mendengar hal itu, Nenek tua itu tertawa dengan keras.
"Kamu akan segera melihat kebenaran di masa lalu kamu," cetus Nenek tua itu.
"Kebenaran apa? Argghhh sakit!" keluh Lian.
Tubuh Lian limbung dan jatuh ke atas permukaan berlian hitam raksasa. Secara tiba-tiba, seperti ada portal berwarna gelap gulita yang berjalan menghampiri Lian. Ah, Lian tak bisa menghindarinya, sebab seluruh tubuhnya menjadi semakin terasa mati rasa.
(Rahasia akan ada di chapter selanjutnya)
***
GYUTT!
Jiwa Lian seperti kembali ke tempat semula. Pelupuk matanya terasa basah. Pandangannya kini hanya tertuju ke arah Alka.
"Alka!" seru Lian dengan air mata mengalir di kedua pipinya.
Lian bisa melihat bahwa Alka semakin memejamkan matanya. Bibirnya masih tak henti-hentinya mengucapkan kalimat dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Lian sama sekali.
"Alka?" panggil Lian sembari berjalan mendekat ke arah Alka.
Nyaris saja, Lian bisa menjangkau tangan Alka. Namun, secara tiba-tiba, tubuh Alka terpental dari atas permukaan berlian raksasa itu.
"Ada masalah!" seru Nenek tua itu dengan wajah berubah panik.
"Ikut Nenek!" ajak Nenek tua itu.
Tanpa menunggu jawaban dari Lian, Nenek tua itu segera menggandeng erat tangan Lian. Lagi-lagi, Lian melihat Nenek itu memejamkan mata sembari mengucapkan sebuah mantra. Dan entah mengapa, tiba-tiba saja, tubuh Lian dan Nenek tua itu perlahan terbang menjauhi area berlian raksasa.
"Masalah besar akan datang!" gumam Nenek tua itu. Jujur saja, Lian tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Nenek tua itu.
Secara perlahan, Lian dan Nenek tua itu mendarat ke atas rerumputan. Tidak, lebih tepatnya mereka berdiri tidak jauh dari tempat di mana tubuh Alka yang terbaring tengkurap.
"Alka!" seru Lian sembari bergegas menghampiri Alka.
Dengan cepat, Lian bersimpuh sembari menggulingkan tubuh Alka hingga yang tadinya tengkurap, kini menjadi telentang. Kepala Alka, Lian letakkan di atas pahanya yang tertutupi jubah sihir.
"Ak-ku Al-ka," lirih Alka. Lian pun segera menganggukkan kepalanya. Ia sangat paham, arah perkataan Alka ini menjurus kemana.
UHUK! UHUK!
Alka tiba-tiba saja terbatuk. Bukan batuk biasa, melainkan batuk berdarah. Langsung saja, hal itu membuat Lian menangis lebih kencang dari sebelumnya.
"Alka, lo bertahan ya!" seru Lian panik.
"Makasih, Al, gue belum sempat membalas kebaikan lo! Jangan mati dulu ya, please!" mohon Lian dengan air mata berlinang.
"Ma-ka-sih," ucap Alka.
Lian bisa melihat bahwa pakaian yang dikenakan Alka berubah. Yang tadinya hanya mengenakan baju santai dengan celana jeans, kini berubah menjadi berpakaian seperti pangeran kerajaan.
"Apa ini?" tanya Lian bingung.
Lian menatap lekat Alka dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Pakaian yang sangat bagus, berbeda sekali dengan pakaian yang dikenakannya. Namun, ada satu hal yang sukses memancing perhatiannya.
"Alka, please, bertahan, Alka!" pekik Lian panik ketika melihat ujung kaki Alka perlahan mulai melebur.
"Alka, jangan tinggalin gue dengan cara begini!" pekik Lian. Air matanya semakin tidak terbendung.
Nenek tua itu hanya menatap Lian dengan tatapan iba. Nenek tua itu tampak memejamkan matanya, bibirnya kembali bergerak entah mengucapkan mantra apa. Sesaat kemudian, Nenek tua itu menghela napasnya.
"Mega, cepatlah ke sini. Keturunan jiwa murni di kerajaan kita sedang dalam bahaya," bisik Nenek tua itu.
***
Di rumah keluarga Alva.
"Makan malam udah siap," ucap seorang wanita dengan membawa satu buah mangkuk besar berisi nasi goreng.
Dua orang laki-laki dengan usia terpaut jauh itu seketika memusatkan perhatiannya ke arah nasi goreng yang dibawa oleh wanita itu.
"Baunya enak. Seandainya Alka ada di sini, pasti dia suka sekali," sahut laki-laki yang berusia sebaya dengan si wanita.
"Aku juga suka kok," sahut Alva cepat.
"Hahaha iya. Alva, kamu udah coba hubungi Alka?" tanya Mama sembari meletakkan nasi goreng itu di meja. Alva langsung mengendikkan bahunya.
"Masih gak bisa dihubungi tuh, Ma!" sahut Alva.
AH!
Secara tiba-tiba, Mama memejamkan matanya. Seperti ada kilasan kejadian yang sungguh memporak-porandakan hatinya. Setelahnya, ada suara misterius yang berbisik di telinganya.
"Mega, cepatlah ke sini. Keturunan jiwa murni di kerajaan kita sedang dalam bahaya."
Beberapa saat kemudian, wanita itu mengangkat wajahnya. Kedua pipinya telah dialiri air mata dengan napas tersengal-sengal.
"Lho, Ma, ada apa?" tanya suami wanita itu dengan raut wajah cemas.
Dengan cepat, wanita itu menghapus aliran air matanya dengan usapan kasar.
"Mama harus pergi!" seru wanita itu, Mama.
Secepat kilat, Mama menempelkan telapak tangannya ke dinding. Seperti biasa, ia akan menciptakan sebuah portal putih di sana. Setelahnya, Mama lantas berjalan masuk ke dalam portal hingga bayangannya tak lagi terlihat.
Setelah melihat mamanya menghilang, Alva pun segera melangkahkan kakinya untuk menjauh dari meja makan.
"Kamu bisa gak, sedikit saja perhatian ke Alka? Alka itu saudara kembar kamu!" cetus Papa. Sontak saja, Alva menghela napasnya.
"Terus, Papa bisa gak sedikit saja kasih perhatian Papa ke aku? Kalau Papa mengakui aku dan Alka saudara kembar, harusnya Papa gak pilih kasih seperti ini!" ketus Alka sembari berjalan cepat meninggalkan meja makan.