Riki lantas tersenyum kecut ketika melihat perubahan ekspresi Lian yang signifikan tersebut. Dengan cepat, Riki mencolek pipi Lian, membuat perempuan itu mulai menatap tajam ke arah Riki.
"Kenapa sih? Oh iya, gue keknya udah beberapa hari ini, gak lihat Sabel. Tuh orang di mana sih sebenarnya? Udah bosen kuliah ya? Ah tampang-tampang kayak gitu mah, pasti cepet banget boring, terus gak masuk, terus nyogok biar tetep dilolosin," cibir Riki.
"Ah indahnya privilese," imbuh Riki.
Lian sontak mendengus tidak suka. Ia tidak suka jika sahabatnya diremehkan seperti itu. Sabel kan tidak malas, hanya saja, dia memang telah … tiada.
"Rumah gue udah di depan, lo balik aja!" cetus Lian sembari berjalan cepat meninggalkan Riki.
Riki sontak menghentikan langkahnya. Ia menatap punggung Lian yang perlahan mulai menjauh dari pandangannya. Sementara tangan kanan Riki mulai mengepal kuat.
"Gue tahu kok, kalau Sabel udah meninggal, Li," lirih Riki.