Chereads / Moirai Valentine / Chapter 25 - Terjepit Adalah Kutukan Absurt

Chapter 25 - Terjepit Adalah Kutukan Absurt

-Moirai Valentine-

Terjepit itu tidak enak. Apalagi saat lo bingung harus pilih kanan apa kiri, kanan Emakmu dan kiri Bapakmu.

Curhatan manusia labil yang sedang terjepit keadaan sakral.

----------------------------------

Gilang Jupiter bukanlah tipe pria yang iseng dan suka mengganggu seperti Bintang. Atau tipe pemarah dan cenderung dingin seperti Erlang.

Dia adalah pria baik-baik, ramah bin sedikit cerewet. Faktanya Gilang lebih sering tersenyum ketimbang mengkuti kelakuan aneh dua sahabatnya.

Jika Erlang adalah neraka, dan Bintang itu surga maka Gilang adalah bumi yang adem ayem, tentam dan pecinta kedamain.

Ia sering kali menjadi penengah jika sahabatnya sedang melakukan proyek yang selalu Gilang labeli dengan proyek orang-orang setres. Menjadi wasit juga merupakan hal wajib walaupun dalam pertandingan stimulasi game elektronik.

'Hanya orang tidak waras sebenarnya yang membutuhkan wasit, karna jelas-jelas itu tidak berpengaruh sama sekali.'

Jadi untuk kesekian kalinya Gilang mengatakan jika kedua sababatnya itu terlalu tidak waras untuk hidup ala kadarnya.

"Tarik napas, hembuskan Gilang. Ini cobaan untuk makhluk yang masih waras." bisiknya pada diri sendiri.

Bahkan Bintang selalu mengatakan jika dirinya itu mother-nya asrama phoenix. Bukan karna dia bisa memasak, tapi karena dia baik. Pemberi saran gratis dan satu-satunya yang waras di antara tiga pangeran tampan itu.

Hanya saja pada dasarnya Gilang juga manusia yang kadang kebingungan. Hari ini dia sudah berkeliling mencari-cari dua temannya yang sedang mengalami kesalahpahaman.

Atau lebih tepatnya Erlang yang terlalu labil.

Orang Bintang adem-adem aja dari tadi, walapun ia tidak bersama dengan pria itu. Gilang sangat yakin jika di suatu tempat yang damai dan tentram bocah tengik itu sedang tertidur dengan nyamannya.

Gilang menghela napas panjangnya beberapa kali. Kali ini ia menyusuri koredor dengan pandangan menjelajah.

Diluar kebiasaan, ternyata Bintang sedang berjalan ke arahnya dengan meneteng beberapa paket yang baru saja di ambilnya.

"Bintang!!" Gilang berteriak.

Pria itu mendongkrak, "Napa Lo?" tanyanya.

Gilang mengatur napasnya yang terenggah-enggah. "Lo dari mana?"

Bintang mengangkat paketnya, "Ambil ini, dari TU."

"Baguslah, aku pikir kau tidur di suatu tempat."

"Ya, rencananya setelah ini memang mau tidur." Sahut Bintang santai, sedangkan Gilang sudah mendidih di tempat.

Pria itu menarik napas berat. "Bantu gua bentar, ini masalah Lo sama Erlang."

Bintang mengangkat alisnya bingung. Seingatnya dan sepanjang ingatannya dia tidak pernah memiliki masalah dengan pria yang sifatnya hampir menyamai berung kutup itu.

"Masalah apa?"

"Erlang cemburu."

"Sama siapa?"

"Lo kampret!!"

Sabar, Gilang.. sabar.. orang sabar rejekinya lancar dan jodohnya cepat datang. Gilang bergumam pada dirinya sendiri sambil mengusap dadanya menahan amarah.

Bintang semakin kebingungan, "Dia cemburu sama siapa?" ulangnya setengah tidak percaya.

"Erlang melihat Lo pas makan malam sama keluarganya Sella. Makanya dia marah, tuh bocah lagi cemburu berat. Dia bahkan bersikeras kalo Lo itu sudah menusuknya dari belakang." Gilang menjelaskan.

"Dengan kata lain Erlang menganggap Lo ada sesuatu sama Sella," lanjutnya.

"Oh yang tadi malam, kenapa gak di samperin aja kan beres."

"Ya maunya juga gitu, tapi Lo tau sendiri kan kalo Erlang itu otaknya terbuat dari bongkahan es. Dia gak akan percaya dengan penjelasan kita, apalagi pas dia sedang emosi-emosinya."

Bintang mengangguk paham. Ia sudah lama berteman dengan Erlang, dengan kata lain dia mengetahui kekeras kepalaan pria itu.

"Lalu, rencana Lo apa?"

"Cari Erlang lah. Kita jelasin yang sejelas-jelasnya, asal Lo gak beneran ada someting sama Sella semuanya akan baik-baik saja." Gilang menghentikan ucapannya. Ia melirik Bintang dengan tatapan curiga.

"Bintang," serunya.

"Hm, kenapa?"

"Lo gak nusuk Erlang dari belakang kan?" tanya Gilang penuh curiga.

Bintang langsung tertawa lebar, "Ya gak lah. Kemaren itu Papanya Sella lagi membicarakan tentang proyek gabungan mereka."

"Baguslah, aku gak mau ya berada di antara kalian yang sedang perang dingin."

Bintang semakin tertawa, ia merengguh pundak Gilang dan melangkah menyusuri Koredor, "Tenang! Kan sudah kukatakan Sella itu bukan tipeku."

Gilang memutar matanya bosan, "Terserah. Sekarang kira cari Erlang ke perpustakaan."

"Kenapa ke perpus? Setahu aku Erlang dan perpustakaan adalah kombinasi yang gak balakan menyatu, air dan minyak."

"Cuma dua tempat yang belum kucari, pertama perpus dan kedua ruang TU. Berhubung Lo dari sana, jadi mustahilng Erlang ada di sana juga kan."

----------Moirai Valentine------

Pintu eks kayu di depannya ini mengingatkan Gilang dengan Perpustakaan pribadi di rumah Erlangga. Besar dan megah. Jelas Erlang tidak mau menghabiskan waktunya ke perpustakan di sekolah, orang dia punya perpustakaan pribadi sendiri.

"Ayo masuk," Bintang menarik lengan Gilang yang sedari tadi diam. Rupanya pria itu juga tidak pernah menginjakkan kakinya di tempat sakral ini.

Sesampainya di dalam Penjaga perpustakaan lagi-lagi mengenga lebar saat menemukan dua orang aneh yang memasuki wilayah kekuasannya.

"Datang lagi Bintang Pradipta." Serunya sengah garing sambil menutupi keterkejutannya. "Waktu yang baik untuk tidur, hanya ada dua orang di dalam sana."

"Dua orang? Ini memecah rekor. Biasanya hanya ada aku dan si kegelapan abadi, pemuja aliran sesat," guman Bintang.

Gilang tidak mengetahui dan sama sekali tidak paham dengan pembicaraan sahabatnya itu, ia hanya mengangkat bahu dan mengikuti langkah Bintang menyusuri rak-rak besar yang menjulang.

Luas.. satu kata untuk tempat ini.

"Jadi kira-kira dimana Erlang bersembunyi?" tanya Bintang.

"Jangan tanya aku, kau yang kebih suho di sini. Kalaupun Cuma numpang tidur, tapi setidaknya kau lebih tau seluk beluk tempat ini."

Mereka kembali diam, langkah pelan dan tenang. Hampir saja Gilang tertipu dengan keadaan.

Matanya berkedip-kedip saat melihat pemandangan yang tidak boleh dia saksikan sebenarnya.

"Shett.. Bintang.." panggil Gilang, menyeret lengan pria itu dan membawanya bersembunyi di balik rak yang lebih rendah.

"Apa sih!!"

"Diam!! Liat tuh di depan." Gilang menunjuk jarinya pada pasangan yang duduk hampir saling memangku di karpet bawah. Terlalu dekat untuk sekedar bicara.

Damn it!! Mereka sudah menempel satu sama-lain.

"Erlang gercep juga ya.." bisik Gilang.

Bintang tidak mengatakan apapun. Pandangannya terkunci pada dua sosok di depannya. Kepalan tangannya semakin keras, menunjukan buku-buku yang menunjol.

Ia bangkit dengan cepat. Gilang menarik lengan sahabatnya itu agar kembali bersembunyi dan jangan mengacau. Tapi Bintang tidak peduli.

"Sedang apa kalian?"

Degh..

Suara sahabatnya di dominasi dengan kebencian serta kekesalan menghentikan keajaiban yang baru saja akan mereka lihat.

"Bintang!" seru Gilang.

Maura membuka matanya, melotot sempurnya menatap malu karna telah kepergok. Erlang sudah beranjak ke posisinya sedia kala, sedikit memberi jarak.

"KUTANYA SEDANG APA KALIAN!!" teriak Bintang kasar.

Gilang mengerutkan alisnya. Ada apa dengan sahabatnya itu.

Maura bangkit, kali ini Gilang mengamatinya dengan jelas. Keadaan gadis itu kacau, wajahnya memerah, rambutnya setengah basah dengan dua kancing atasan seragamnya yang terbuka.

'Mereka sedang melakukan apa?'

"Err.. Em- anu.. maaf, aku permisi."

Maura kesulitan menemukan kata-kata. Ia langsung menerobos dan berlari keluar ruangan.

Bersambung…