-Moirai Valentine-
Bagi sebagian orang Bayi itu adalah anugrah, tapi beda dengan Erlangga Lorenzo. Baginya yang tidak pernah berurusan dengan seorang bayi, saat di titipi oleh Maura, maka itu tidak lebih dari musibah beruntun.
-------------------------------
Jalanan kembali ramai, saat matahari sudah semakin bersahabat. Teriknya tidak lagi terlalu menyengat.
Erlangga sudah berganti dengan baju dan celana bersih yang mereka beli dari salah satu toko di dekat sana. Begitu pula dengan si bayi kecil, yang sudah bersih.
Beruntung ada baju ganti dan perlengkapan lainnya di dalam tas yang tadinya di titipkan oleh sang ibu bayi.
Maura tidak menemukan banyak masalah yang berarti. Walaupun dia tipe wanita pemalas, tapi untuk urusan bayi ia sudah terlatih. Sepupunya, adiknya Gio juga balita aktif yang suka membuat ulah.
Dia sering dititipkan dulunya saat liburan panjang sekolah. Dan beginilah hasilnya.
Hanya saja, yang jadi masalah adalah teman kencannya yang bersikeras memasang pagar besi tak terlihat dari sang bayi setelah insiden ngompol tadi.
"Harus cepat Pak, kami gak mau berurusan dengan nih bayi." Erlang bersikeras membawa mereka ke kantor polisi untuk meminta bantuan.
Atau lebih terpatnya upaya agar dia di jauhkan dari si bayi.
Erlangga menjelaskan sejelas-jelasnya tentang ibu si bayi, dari mana datangnya dan juga cara menghilangnya yang tidak wajar.
Polisi yang Maura tafsir seumuran dengan ayahnya itu mengangguk sambil mengetik sesuatu, membuat laporan kehilangan.
"Begini, Dek. Saat ini kami sedang sibuk-sibuknya mengingat ini masih awal bulan." Polisi ini menunjukann beberapa temannya yang sibuk melayani komplen seperti mereka.
"Jika kalian menitipkan bayi ini di sini, kami tidak bisa menjamin akan terus."
Erlangga mengerutkan alisnya, "Jadi maksud Pak polisi, kami tidak bisa melaporkan kasus ini?"
"Bukan begitu. Laporan kalian kami terima dan sedang kami proses. Nah selama proses ini, alangkah baiknya Adek-adek yang mengurus bayi itu dulu. Nanti jika kami menemukan titik terang kami akan menghubungi Adek."
Apa katanya?
Erlangga menganga lebar. Matanya tidak berkedip, seolah menyuarakan kekecewaan dan keterkejutannya.
Padahal niatnya melaporkan kasus ini ke kantor polisi agar dia di jauhkan dengan si bayi kempret itu selamanya.
Damn it!!
"Pak, kami ini mau kencan, bukan jadi tempat penitipan bayi!"
Maura menyikut pelan tubuh Erlangga sampai ampunya berbalik dan mengangkat dagunya bertanya, 'kenapa?'
Maura menghela napas berat, "Kira-kira berapa lama sampai Ibunya ditemukan Pak?"
"Jika orang tuanya cepat bertindak mungkin dalam beberapa jam akan segra selesai, tapi jika tidak kami akan turun tangan," Polisi itu berpikir sejenak, "Mungkin sekitar dua puluh empat jam," lanjutnya.
Erlang mendekat dan berbisik ke telinga Maura, "Jangan bilang Lo setuju mau ngurus tuh bayi?"
Maura mengangguk, "Mau bagaimana lagi, kita gak punya pilihan Lo."
Erlang mengusap wajahnya dengan kasar, umpatan kasar terdengar dari bibirnya.
Apesnya dia hari ini..
--------Moirai Valentine--------
Setelah selesai dari kantor polisi, keduanya memutuskan untuk membawa bayi itu ke sebuah taman terbuka yang terletak di tengah-tengah kota.
Erlang membawakan tas, jelas pria itu menolak mentah-mentah saat Maura memintanya untuk kembali menggendong bayi itu.
Erlang beberapa kali menghela napas berat, ia merasakan saat ini jadi perhatian ibu-ibu yang kebetulan membawa anak mereka bermain di taman ini.
Berpasangan-pasang mata itu tentu saja akan berfikir bahwa mereka adalah pasangan muda yang memiliki anak perempuan yang mengemaskan.
"Keluarga harmonis," bisik salah satu ibu-ibu yang sedang berdiri tidak jauh dari mereka.
Wanita yang merupakan temannya tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
Bukan hanya Erlang yang mendengarnya. Maura juga, gadis itu mendenggus pelan saat mendengar bisikan-bisikan tersebut. Pipinya langsung merona seketika.
"Ayo.." Erlang mendorong pelan tubuh Maura, menghindar dari beberapa perkumpulan orang-orang yang menggosipi mereka.
Sampai mereka duduk di sebuah kursi taman yang di naungi pohon akasia yang rimbun, letaknya sedikit ke pojok, jelas menghindari orang-orang yang bicara seenaknya.
Waktu terus berjalan. Mereka tidak terlalu banyak bicara mengingat Erlang menghindari mati-matian si bayi pembawa masalah itu.
"Buatkan susunya, Lang!" seru Maura.
Erlang membuka tasnya seperti yang sudah-sudah. Mengambil peralatan pembuat susu formula, dan membuatnya dengan cepat. Sangat cekatan, seolah pria itu sudah terbiasa melakukannya bukan pertama kali."
Maura meliriknya sekilas. Awalnya Erlang menolak saat Maura meminta membuatkan itu pertama kali tadi, Sampai Maura memberikan pilihan antara mengendong bayi lagi atau membuatkan susu, alhasil Erlang lebih memilih membuatkan susu.
Dia terlanjur troma untuk menggendong bayi lagi.
"Ini."
Maura mengambilnya dengan cepat. Sedangkan Erlang mengamatinya dengan serius.
"Maura.."
"Hm … kenapa?"
"Itu bayinya kenapa memakai pakaian cowo?" tanya Erlang.
Pria itu sama sekali tidak salah lihat. Pakaian yang di kenakan bayi sialan itu sama sekali tidak peminim.
"Apa sih, dia kan memang cowo. Ya jelas pakai baju anak laki-laki."
Erlang terkejut, ia melirik sekilas kembali. Wajah bayi itu sangat cantik, bibirnya tipis dengan kulit seputih salju, hidungnya kecil tapi sangat mencung ditambah lagi dengan rambut kemerahan yang lembut, dan tipis.
Dilihat dari manapun bayi itu adalah anak perempuan.
"Dia laki-laki?" tanya Erlang tidak percaya.
Maura mengangguk mengiyakan, "Gak percaya? Mau coba liat?"
"Gak perlu.." Erlang kembali mundur sampai ke batas kursi paling ujung.
Maura terkekeh pelan, ternyata pria itu benar-benar troma hebat.
Setelah matahari hampir tenggelam, mereka mendapatkan panggilan dari polisi jika orangtuanya si bayi sudah di temukan, Erlangga paling bersemangat membawanya kembali ke kantor polisi.
Di kantor polisi, si ibu mengaku jika dirinya sedikit memiliki ganguan tentang ingatan. Dengan kata lain dia melupakan anaknya dalam beberapa jam.
Erlang yang Maura kenal pendiam dan tidak banyak bicara, hari ini dia mengomel seperti wanita pada sang ibu dari bayi tadi.
Erlang bahkan tidak segan-segan menggerutu betapa kesalnya saat waktu kencannya yang terbuang sia-sia gara-gara si bayi kampret.
"Lain kali pasang alarm setiap jam, kalau perlu memo yang ada tulisannya, jika ibu sudah memiliki anak." Saran Erlang sebelum mereka meninggalkan kantor polisi.
Kasus selesai dan mereka kembali berjalan beriringan. Menikmati waktu senja yang syahdu, hari ini benar-benar melelahkan.
Kencan luar biasa, atau dengan kata lain ini adalah kencan yang gagal.
Pada kenyatannya mereka hanya menonton dan selebihnya terlalu sibuk mengurusi si bayi dadakan.
Erlang menghela napas berat saat mereka sudah berada di depan rumahnya Maura. Ya … pria itu memutuskan untuk menjadi gentle dengan mengantar teman kencannya.
"Kencan kita gagal.."
Maura tersenyum pias, ia menjadi tidak enak saat memikirkan dialah yang menjadi penyebab kegegalan itu.
"Bagaiamna jika kita ulang? Maksudku kencan kita?" ucap Erlang tiba-tiba.
"Eh?"
Maura mengedipkan matanya tidak percaya dengan apa yang telah dia dengar, "Err … maksudnya apa?"
"Jika tidak keberatan, ayo kita kencan lagi lain waktu, tentu saja tanpa di ganggu bayi sialan itu."
Maura tersenyum pelan, "Namanya Samuel, dan untuk kencan, baiklah. Ayo kita ulang lagi di lain waktu."
Erlang tersenyum, "Terserah, nama Samuel kayanya terlalu jantan. Bayi itu lebih baik di beri nama Juliat."
"Yang benar saja, anak orang itu Lang."
Erlang mengangkat bahunya, ia melambaikan tangannya saat Maura masuk ke dalam rumah.
Tak jauh dari rumah Maura, dua pria kurang kerjaan mengikuti Erlang dan berhenti di balik semak-semak dengan pandangan masih mengawasi dua sejoli itu.
"Sudah ya, Tang. Aku ngantuk serius ini." Seru Gilang menyerah. Mereka bahkan tidak makan siang tadi.
Bintang ingin membantah, tapi getaran ponsel di saku celananya membuatnya terdiam. Ditambah lagi saat melihat nama Papanya yang tercantum di sana.
Bintang menghela berat, kemudian menggeser ikon hijau di layarnya.
"Ya Pa, Bintang lagi di jalan."
"Pulang sekarang!"
Degh..
Bersambung..