-Moirai Valentine-
Pepatah mengatakan mulut itu lebih berbahaya dari pada pedang. Salah ucap maka nyawa melayang, itu berlaku untuk orang lain.
Beda lagi dengan Gio Abraham, jika dia ember maka Maura akan mengadukan semua kelakuannya langsung ke Mamih Anit, Mamanya Gio, dan itu lebih mengerikan dari pada nyawa melayang, damn it!!
----------------------------------
Erlang menyipitkan matanya, "Bara siapa?"
Degh…
Gio menghentikan gerakannya yang ingin meminum es jeruk pesanannya. "Maura gak bilang tentang Bara?" tanya Gio.
'Apa dia kecoplosan? Damn it!'
Erlang mengeling. Dia tidak tau dengan manusia bernama Bara dan hubungannya dengan Maura.
"Err … dia temanku, satu asrama sebenarnya. Dari dulu Maura tergila-gila sama tuh bocah sejak tahun pertama, hanya saja saat ini Bara sudah berpacaran dengan temannya Maura, ya gitu … cinta tak sampai. Atau bahasa manusianya cinta bertepuk sebelah tangan."
Erlang hanya mengangguk mendengarkan. Dia tidak tau jika Maura pernah menyukai pria lain, itu artinya perasaan Bintang ke Maura juga sepihak.
Erlang tersenyum kecil, nasib sahabat penghianatnya itu juga kurang lebih sama dengannya.
"Tapi tenang saja, sepertinya Maura tidak lagi memikirkan Bara setelah Lo datang ke dalam hidupnya."
Erlang terkekeh pelan, dia tidak yakin dengan itu, kecuali saat ini Maura sudah memiliki perasaann terhadapnya.
"kapten, si Bara datang." Salah satu dari pengawal dadakan Gio menepuk pundak pria itu dan memberitahu siapa yang datang.
Erlang mengikuti arah pandangan mereka, di sana di depan pintu masuk kafeteria. Seorang pemuda yang mengenakan kaos futsal yang sama sedang berjalan ke arah sini.
Rambutnya acak-acakan, dengan keringat kecil yang membasahinya. Erlang menyipitkan pandangannya, dia pernah melihat pria itu.
Beberapa hari yang lalu. Erlang sangat yakin jika pria itu adalah orang yang sama yang memeluk Maura.
"Erlang!! Lo jangan kasih tau yang tadi sama Bara, ya. Sebenarnya dia gak tau sama sekali kalau Maura pernah suka sama tuh orang."
Erlang mengangguk.
"Kalian juga!! Awas kalo sampai bocor!!" ancam Gio setangah berbisik pada teman-temannya.
"Siap kapten!!"
"Yo!! Kalian lagi pada ngegosib atau apa ini?" Pria yang bernama Bara itu langsung duduk si salah satu bangku kosong. Mengambil minuman es dari salah satu mereka dan meminumnya sampai habis.
"Kenapa diam?" tanya Bara.
Ia meletakkan gelas kosong di atas meja dengan pandangan menyipit penuh curiga saat teman-temannya hanya diam memandanginya.
"Jangan bilang Lo pada ngegosipin Gua!!"
"Gak!! Ngapain, sok cakap Lo!!" Gio angkat suara. "Bar .. Kenalin ini Erlang, pacarnya Maura."
Bara menoleh, mengamatinya beberapa saat kemudin tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya, "Yo, Erlang, gua Bara. Temannya calon kaka ipar Lo." Maksud bara adalah Gio yang statusnya sebagai kakanya Maura.
"Kita pernah bertemu." Erlang langsung mengatakannya.
Bara terdiam, setengah berpikir. "Kapan?"
"Kamu yang memeluk pacarku saat itu. setalah jam olahraga."
Erlang tidak percaya jika lidahnya baru saja mengatakan Maura itu pacarnya.
"Lo meluk adik gua, kapan?" tanya Gio. Jelas dia tidak tau dengan hal ini.
Apa adik sepupunya itu sedang jadi primadona dadakan? Kenapa banyak cowo-cowo keren mendekat kearahnya?
Bara kembali menarik tangannya, berpikir sejenak kemudian terkekeh. "Ah … gua ingat, jangan salah paham. Saat itu Cuma mau kasih selamat sebagai seorang teman." Bara menjelaskan.
Erlang tidak bicara apapun, tidak merespon apapun. Pria itu hanya diam saat suasana berubah jedi tegang.
"Err … anu, Erlangga. Kami pernah liat Lo main futsal pas tahun pertama, kalo gak salah." Salah satu dari anak asrama Pegasus itu membuka suara untuk mencairan suasana yan tiba-tiba membeku.
Erlang menoleh, "Itu sudah lama." Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir bermain futsal.
"Benar juga, waktu itu Lo mainnya hebat bangat, kenapa gak gabung ke klub kami aja?"
"Yang benar saja, mana mau Erlangga main sama kita, tau diri dong." Gio mendecah kesal.
Sebagai seorang kapten dia terlambat satu langkah. Harusnya dia yang mengajak Erlang bergabung. Tentu saja Gio mengetahui semua kehebatan pria itu, dan menjadi satu dari sekian banyak alasan yang membuat dia kesal setengah mati.
Karena iri..
Seolah pria itu serba bisa dalam hal apapun.
"Kenapa tidak, gak ada dinding besar antar asrama lagi. Saat sepupu Lo itu kencan dengan Pangeran phoenix semuanya sudah kacau, tentu saja berdampak baik bagi asrama rendahan seperti kami." Seru yang lainnya.
Erlang terkekeh pelan, ia tidak pernah mempermasalahkan tentang itu. sedari awal dia hanya mengikuti atauran yang ada untuk menjaga jarak dengan asrama lain.
Itu bukan berarti dia membencinya, hanya kadang merasa lebih tinggi saja. Karena mereka bibit unggul dan yang lainnya hasil buangan.
Kejam memang.
"Lo suka futsal juga Erlangga?" tanya Bara.
Erlang mengangguk, "Sedikit dan itu sudah lama."
"Mau nonton pertandingan kami? Lusa, itupun kalo Lo ada waktu ajak Maura sekalian." Saran Bara.
"Kalo sibuk gak apa-apa kok kami paham."
Erlang mengeling, "Akan aku usahakan."
"Serius Lo?" Gio bangkit dari tempat duduknya saat Erlang mengangguk mengiyakan, "Thanks, Bro. tos dulu.." seru Gio.
Belum sempat mereka merayakan kegembiraan itu. Tangan Gio tergantung di udara saat teriakan Maura yang menghentikannya tiba-tiba.
"STOP GIO!!"
Semuanya menoleh, Maura berlari besama Luna dengan raut merah padam.
"Apa-apa an ini Gio! Lo gak boleh main keroyokan!! Kalian semua tidak bisa menghakimi Erlang begitu saja!!"
"Siapa yang mai-"
"Gak usah cari alasan, kecewa gua sama Lo Gio!!" Maura menarik Erlang, menjauh dari Kafeteria. Sedangkan yang ditarik mengerutkan alisnya bingung, apa yang telah terjadi?
Sepeninggalnya Maura , Gio mengedip kedipikan matanya beberapa kali.
Luna duduk tepat di samping pacarnya sambil mengatakan yang di maksud Maura tadi.
"Kayanya Maura salah paham sama Lo, Gio." Seru Bara setelah mendapatkan pencerahan dari Luna.
Pria itu mendecak kesal, lalu berbalik menatap Luna. "Salah gua apa? Kenapa dia main teriak-teriak aja, sialan!!"
Luna mengangkat bahunya acuh, bukan salah dia juga kan. "Maura kira lo lagi introgasi pacarnya."
"Siapa yang mengintrogasi coba. Orang tadi kami bicara tentang futsal!!" Gio mengusap rambutnya kesal, membuat keringatnya terciprat kemana-mana.
Sejak awal dia tidak ada niatan untuk mengintrogasi Erlang. Bukan apa-apa gak ngaruh juga. Tuh anak jauh lebih mengintimindasi dibandingkan dirinya, jelas dia kalah.
Dia cuma mau menfonfirmasi langsung, sekaligus menyakinkan tante Sarah, Mamanya Maura yang sudah kebelit minta agar Erlangga jadi menantunya.
"Ck!! Jangan-jangan si Maura ngira gua ini penganut paham bar-bar? Bara! Aku ini pria baik-baik kan, mana ada main kekerasan."
"Ya, Lo adanya main licik." seru Bara.
"Sialan Lo!! Ahhhh!!!" Gio berteriak frustasi.
Luna menghindar sambil menarik pacarnya menjauh. Orang gila klo di ladenin yang ladenin jadi ikutan gila.
Bersambung…