Chereads / Moirai Valentine / Chapter 36 - Kencan Kedua

Chapter 36 - Kencan Kedua

-Moirai Valentine-

Masuk sarang burung api itu bak membakar diri sendiri.

----------------------------------

Maura melepaskan cekalan tangannya saat mereka menyusuri koredor. Membiarkan orang-ornag berbisik ke arah mereka.

Hari ini dengan terang-terangan Maura mengakui sosok yang dia hindari di depan umum hanya karena ia ketakutan sepupunya ingin mengeroyok Erlang.

Maura menghela napas berat. Erlang masih tidak membuka suara, pria itu seakan pasrah di bawa kemanapun olehnya.

"Maaf.." bisik Maura.

Kini mereka sudah berada juah dari kafeteria. Erlang masih setia berjalan di sampingnya, walaupun kini mereka tidak bergendengan tangan lagi.

"Maaf tentang kakaku. Shit!! Malas sebenarnya mengakui pria tukang palak itu sebagai kakaku," seru Maura.

"Kenapa harus minta maaf?"

"Dia mengganggumu!!" itu bukan pertanyaan tapi pernyataan.

Maura melihat tengan mata kepalanya sendiri, jika ia tidak berteriak mungkin Gio si bar-bar sudah memukul Erlang.

Erlang menghentikan langkahnya, ia meraih tangan Maura agar ampunya juga menoleh kearahnya. "Maura, apa kita sedang membicarakan sosok yang sama?"

Maura menganggguk, "Gio bukan?"

"Yah … Gio. Tapi dia tidak melakukan apapun kok." Erlang memberitahu.

"Dia mau memukulmu tadi?"

Erlang mulai memikirkan satu demi satu gerak-gerik mereka saat di kafeteria, mulai dari pernyataan tentang pelet, merambat tentang Bara dan terakhir tentang futsal.

Tidak ada satupun yang berbahaya, seingatnya mereka juga tidak bersitegang sama sekali.

Erlang mengerutkan alisnya semakin bingung, "kapan?"

"Lo gak ingat? Barusan pas aku datang. Gio mau memukulmu kan?"

Seketika Erlang ingat, Maura salah paham.

Pria itu terkekeh merasa lucu sekaligus bangga, dengan begitu artinya Maura menghawatirkannya kan?

"Kenapa ketawa? Ada yang lucu, eh?"

Erlang mengeling. Ia menarik Maura untuk duduk di bangku panjang yang tidak jauh dari koredor.

"Gak ada pertengkaran, Maura. Gio dan aku lagi bahas tim futsal, gitu doang kok." Erlang menjelaskan.

Erlang tidak tau apa yang di dengar oleh gadis itu sampai dia menyimpulkan dirinya dalam bahaya bersama para kumpulan 'kuda terbang' itu.

Maura terdiam, matanya melotot, kaget. Gadis itu mengedipan matanya beberapa kali, alisnya terangkat heran.

Rambut hitamnya berkibar, kali ini diikat sebagian, dan bagian lainnya tampak berantakkan. Mungkin kerena tadi berlari menghampirinya.

Erlang termenung, iris kelabunya menangkap sosok Maura, menguncinya. Gadis itu tidak berubah sejak pertama kali ia mengawasi di aula besar saat itu.

'Dia benar-benar unik dan … cantik.'

"Ka-kalian bahas apa barusan? Futsal?" tanya Maura tidak percaya dia sudah salah paham.

Erlang mengangguk.

"Bukan mau berantem?"

Erlang terkekeh, "Tentu saja, gini-gini aku cinta damai Lo."

Bohong … seminggu yang lalu bahkan dia berkelahi dengan Bintang, sahabatnya sendiri.

Maura mendesah frustasi. Ia menjambak rambutnya kesal, mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya.

Erlang terkekeh, ia menepuk lembut pundak Maura sampai ampunya menoleh dengan raut tidak terbaca.

"Kenapa gak bilang dari tadi, malu-maluin aja!!"

Maura tidak habis pikir tentang nasib yang membawanya semakin menyedihkan. Baru minggu lalu ia mempermalukan dirinya sendiri di depan anak-anak asrama phoenix, sekarang ia juga melakuakn hal yang sama di depan anak-anak asrama Pegasus.

Damn it!!

"Lo kan gak nanya." seru Erlang santai.

Shitt!!

Maura menghentakkan kakinya semakin kesal. Erlang sangat menikmati kemarah gadis di sampingnya itu. Bibirnya tersunjing saat mengingat sesuatu.

"Err .... Maura, katanya Lo pernah suka sama Bara, apa itu benar?"

Erlang bukan tidak tau jika itu adalah kata sakral. Bahkan Gio sudah mewanti-wantinya untuk tidak mengungkit hal itu, hanya saja kejahilan Erlang tiba-tiba muncul.

"DARI MANA, LO TAU??"

"Gio," jawab Erlang santai, seakan tidak peduli jika dampak dari jawaban singkatnya itu akan mengacau kehidupan calon kaka iparnya.

Maura menutup bibirnya rapat-rapat, tangannya mengepal erat. "Gio sialan!!" geramnya tertahan.

Ini pasti batas kesabaran dari Maura Magen.

"Err … mungkin dia hanya kecolposan, Gio kira Lo sudah mengatakannya padaku." Erlang menjelaskan dengan perlahan, kali ini dia jadi menghkawatirkan nasib Gio.

"Gak ada yang tau kok, yang lainnya gak dengar tadi." bohong Erlang.

Maura mengalihkan pandangannya, kali ini menatap Erlang yang membujuknya dengan tersenyum.

"Sudah jangan di pikirkan, gimana kalo sore ini kita kencan?" Erang memberi saran.

"Sekarang masih hari sekolah."

"Bukan sekarang, maksudnya nanti, sore mungkin. Well, bukan kencan resmi. Kita hanya jalan-jalan di sekitar sekolah, gimana?"

Maura menganguk tanda setuju, lagi pula mereka sudah terlanjur basah, walaupun kencan di sekitar sekolah bukan hal yang baik.

Mengingat hampir seluruh sekolah dan ketiga asrama sudah mengetahui hubungan tidak jelasnya, seperti bukan masalah lagi.

Tuh dia akan tetap jadi bahan perbincangan, entah itu kencan di dalam lingkungan sekolah atau di luar sekolah.

--------Moirai Valentine-------

Setelah bell pulang berbunyi seluruh anak-anak di kelasnya berhamburan keluar. Maura masih tertahan dengan buku-buku besar yang dia pinjam dan juga catatan lainnya.

Luna menawarkan untuk membantu membawa sampai ke kamar mereka, tapi saat itu juga Erlang muncul dan mengambil alih bawaan Luna dengan tersenyum manis.

Luna sempat mematung, tapi dengan capat kesadarannya kembali.

"Err … kayanya Lo gak perlu bantuan gua deh, by Maura. Selamat bersenang-senang."

Maura mengehela berat menatap kepergian Luna. "Kita jalan sekarang?"

"Gak, ganti baju dulu. Ayo." Erlang membawa tas kecil Maura sekalian dengan buku-bukunya.

Maura ingin protes tapi percuma saja. Pria itu tidak mengubrisnya sama sekali, dari pada dia jadi bahan gosipan baru, lebih baik mereka segera sampai ke asrama Libra.

Suasana menjadi hening di sepanjang perjalanan mereka, bahkan di depan asrama. Anak-anak lain yang berpapasan dengannya tidak lagi menatap hal itu heran, mereka sudah terbiasa selama seminggu ini.

Seperti keajaiban menemukan Erlangga si prince, berada di depan asrama Libra, benar-benar keajaiban dunia.

"Lo mau nunggu atau ikut masuk?" tanya Maura, padahal jelas jika dia membawa Erlang masuk akan terjadi hal mengerikan, semprotan kemarahan khusus dari ketua asrama.

Erlang mengeling, iris kelabunya yang sedari tadi mengamati taman buatan di halaman asrama langsung menatap Maura, "Aku di sini saja, kamu masuk aku tunggu."

Maura menghela, "Apa gak sebaiknya Lo juga ganti baju ke asrama Lo sendiri. kita bisa ketemuan di sini nantinya dari pada kelaman nungu kan."

"Gak papa, waktuku banyak kok." jawab Erlang santai.

Padahal ia hanya tidak ingin bertemu dengan Bintang yang pastinya sedang tidur di kamar.

Maura paham, gadis itu melangkah memasuki asramanya.

Butuh lima belas menit lamanya bagi Maura untuk kembali turun dari kamarnya. Netra hitamnya menangkap sosok Erlangga yang sadang mengamati bentuk taman buatan yang di dominasi oleh barang bekas.

'Kreatif … unik …." Bahkan sampai saat ini Maura tidak tau apa arti tersembunyi dari kata-kata itu.

"Erlang.." panggil Maura.

Pria itu mendongkrak dan tersenyum mengamati penampilan Maura, santai. Kaos oblong berwarna putih dengan rok mini berwarna biru malam. Rambutnya di biarkan tergerai, panjang dan berkibar, menambah kesan unik versi Erlang.

"Mau kemana setelah ini?" tanya Maura.

"Gantian, kita ke asrama ku."

'Apa katanya?'

Bersambung…