"Tu—tunggu sebentar..." Ashley sigap menahan bahu Sean, menghentikan aksi pria itu untuk mendekat ke arahnya. Sean tak membantah. Dia perlahan mundur sambil terus menatap ke arah Ashley. Meminta penjelasan untuk keputusannya saat ini. "Aku— apa kau yakin jika aku adalah kebahagiaanmu?"
"Aku yakin," jawab Sean tanpa memberikan jeda barang sedetikpun. Seakan dia sudah tahu apa yang hendak ditanyakan oleh Ashley. Seolah itu lah kebenaran yang ada.
"Kau sudah memikirkannya matang-matang?"
"Sudah." Sean mengangguk yakin, lalu guratan muncul disekitaran wajahnya. Ekspresi khas ketika seseorang telah menjumpai kebohongan di depan mata. "Kau keberatan dengan hal itu?"
Itu adalah pertanyaan paling mudah. Ashley hanya perlu mengangguk lalu pergi dari sini tanpa sekalipun menoleh. Namun ada sesuatu yang menahannya, setidaknya itu lah yang dirasakan Ashley hingga dia tak melakukan apa yang terjalin di dalam otaknya. Seperti lelehan lilin, kakinya melemas dan bahunya terasa kebas.