Buih putih berpadu dengan air sabun berwarna biru muda. Aroma blueberry yang manis memenuhi bathtub dengan seorang pemuda kurus berkulit pucat berada di dalamnya.
Kelopak mata indah dengan bulu mata panjang nan lentik masih tertutup, dada yang tak terlalu bidang bergerak naik turun. Simon tampak lebih tenang dari sebelumnya. Ternyata memang inilah yang dia butuhkan, sebuah ketenangan, sendirian tak selalu berakhir menyedihkan. Ada kalanya dia tak perlu mendorong untuk bersosialisasi pada orang lain.
Simon membuka mata, menggerak-gerakan air hingga buih putih semakin banyak. Pikirannya menerawang ke beberapa waktu yang lalu. Sejujurnya, dia sendiri bingung untuk apa selalu berusaha keras terlihat baik di mata orang lain. Pada Emily maupun Caroll, dia menutupi sikapnya di hadapan kedua wanita itu. Bersama Emily, dia diliputi perasaan bersalah yang membuatnya tak bisa mengekspresikan perasaan sebenarnya. Emily itu baik, gadis paling baik yang pernah dia temui, juga ceria. Simon tak pernah bisa menolak permintaan Emily ataupun marah apabila gadis itu membuatnya kesal. Sedangkan Caroll, meskipun Simon tahu jika wanita berusia tiga puluh tahunan itu memiliki sifat paling buruk daripada semua gadis yang pernah dia kencani, Caroll adalah cinta pertamanya. Yang mana membuat Simon benar-benar tak bisa memalingkan seluruh hatinya.
Dia tahu sudah sangat terjebak dalam kubangan lumpur, dimana satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah pasrah dan terhisap ke dalamnya. Tak ada siapapun dan apapun yang bisa menariknya keluar. Dia terjebak, sendirian.
Simon memang suka kesendirian, tapi dia benci kesepian.
Saat merasa kesepian, pikirannya cenderung dipenuhi oleh awan hitam, menjadikannya mudah marah dan tak bisa mengontrol emosi. Simon sangat benci itu, dia jadi terlihat bodoh dan menyedihkan.
"Hah~"
Simon sudah tak mempedulikan perkataan Jacob mengenai larangan menghela nafas. Hari ini cukup melelahkan baginya dan menghela nafas bisa membuat bebannya sedikit berkurang. Yeah, hanya sedikit karena Simon masih terbayang bagaimana wajah menyedihkannya ketika ditinggal oleh kekasih yang lebih memilih pergi dengan pria lain serta Caroll yang hanya menganggapnya sebagai 'teman tidur'.
Simon menoleh ke arah laci kecil di sebelah bathtub —tempat menyimpan handuk dan peralatan mandi— di atasnya tergeletak sebuah cincin hitam metalik, benda yang dianggap remeh oleh si pemberi itu sendiri.
Ini semakin membuatnya terlihat menyedihkan. Kalau dipikir-pikir, akan sampai kapan dia terjebak dalam situasi menyedihkan seperti ini? Mempertahankan perasaan untuk wanita yang sama sekali tak menganggapnya berharga dan malah menghianati kekasihnya sekarang. Tapi, sekalipun Simon mencoba dengan keras, dia tetap tak bisa menghilangkan perasaan ini. Seolah, dia sudah mati rasa terhadap siapapun.
'Drrrrrtt~~'
Benda pipih di atas laci bergetar, Simon sedikit menengadahkan wajah demi melihat siapa gerangan yang menghubunginya tengah malam. Sayangnya, tinggi kepalanya tak cukup untuk mengintip nama si penelpon, maka mau tak mau dia harus menggunakan tenaga lebih. Mengeringkan tangan dengan handuk di tepi bathtub dan meraih ponselnya yang masih setia bergetar. Simon itu cukup pemalas sebenarnya, tapi dia bisa memberi pukulan lumayan kuat bagi siapapun yang mengganggu waktu tenangnya hanya karena alasan tak penting.
'Jack si Pengganggu'.
Nama yang muncul di layar ponsel menjelaskan sekali sosok yang telah menghubunginya sekarang. Simon benar tentang Jacob si pengganggu, karena pemuda berambut gondrong itu sudah terlalu banyak mengganggu hidupnya selama mereka bertemu.
Lebih sering dia lakukan ketika malam-malam seperti saat ini.
Pertama kali si gondrong itu mengganggunya adalah ketika Jack di usir dari tempat tinggalnya —karena telat membayar sewa selama tiga bulan berturut-turut— dan dengan seenaknya datang ke rumah Simon. Sialnya, dia tak bisa menolak karena perasaan bersalah ketika dulu. Gadis yang disukai Jack secara tak sengaja menjadi teman tidur Simon saat dia dalam keadaan mabuk parah di bar.
Perlu diketahui bahwa Simon bukanlah pria yang akan melakukan hal di luar kendali saat mabuk. Dia cukup normal seperti biasanya orang mabuk lainnya, tapi tak pernah bertindak agresif dan mengigau tak jelas, Simon tipikal orang yang langsung tertidur pulas ketika kepalanya terasa berat karena pengaruh kuat dari kadar alkohol. Dan juga, tak pernah mendapati dirinya terbangun bersama seorang wanita dalam keadaan bertelanjang bulat. Kecuali di malam itu, saat dimana dia sedang dalam masa berkabung karena kematian ayahnya —satu-satunya orang yang menganggap dia keluarga— menghabiskan malam dengan menenggak berbotol-botol alkohol sepertinya ide yang bagus bagi Simon. Maka malam itu, dia membiarkan dirinya terhanyut dalam kesedihan paling gelap sampai tak sadar lagi sudah berapa botol mengalir ke tenggorokannya.
Begitu sadar, dia sudah mendapati dirinya berada di flat apartemen dengan seorang gadis berambut sebahu dengan keadaan telanjang bulat. Gadis yang dia tahu adalah kekasih Jacob. Setelahnya, sebelum keadaan semakin memburuk, Simon langsung angkat kaki dari apartemen tersebut meskipun gadis mungil itu menahannya untuk sarapan lebih dulu. Dia tahu apa yang akan terjadi setelahnya jika dia berada di dalam flat sedikit lebih lama, Jacob akan datang —si gondrong telah memberitahukannya kemarin— dan akan terjadi kesalahpahaman yang membuat pertemanan mereka retak.
Meskipun begitu, keretakan hubungan tetap terjadi pada Jacob dan kekasihnya. Karena tepat keesokan hari setelah peristiwa 'one night stand', gadis itu memutuskan hubungannya dengan Jacob.
Pria yang malang.
Dan, tampaknya sampai sekarang Jack sama sekali belum bisa pindah ke lain hati.
Kembali ke masa sekarang, dimana Simon menghela nafas panjang sebelum mengangkat panggilan dari si pengganggu menyebalkan.
"Apa?!"
[ Astaga~ kau seperti Cihua-hua yang belum jinak.]
"Kau seperti kecoak yang selalu mengganggu tidurku di malam hari," balas Simon dengan dingin.
[ Aku baru tahu kalau di gedung mewah seperti itu ada kecoak,]
"Kenapa? Kau tak percaya? Ini aku sedang berbicara dengan salah satunya," Simon ingin sekali mengakhiri percakapan tak masuk akal ini, andaikan dia bisa. Tapi, berdebat dengan Jacob selalu membuatnya bersemangat untuk menang dair pria menyebalkan itu.
[Hahaha.. Kau lucu sekali sobat~]
Simon memutar bola matanya jengah. "Katakan apa maksudmu menelfonku malam-malam, awas saja kalau tidak penting."
Jacob masih tertawa di seberang sana, lumayan lama sampai Simon merasa dongkol. Baru saja dia mau memutuskan panggilan secara sepihak, tiba-tiba suara Jacob mengintrupsi.
[ Ini berita bagus, terutama untukmu sobat~ mulai besok kau tak perlu lagi membantuku melakukan tugas jurnalistik.]
"Eh? Kenapa?" Simon bukannya merasa kecewa, dia senang karena tak akan diganggu lagi, tapi ini sangat mengherankan baginya.
[ Aku mendapat anggota klub baru!] Suara Jacob terdengar ceria. [ Dan, beruntungnya dia lebih tampan darimu~]
Ujung alis Simon berkedut-kedut. Ini memang berita baik untuknya, tapi kenapa dia malah kesal yah.
"Kau pasti mengancamnya kan? Hah~ betapa malangnya siapapun orang itu," sahut Simon, dia bermaksud membuat Jacob kesal juga.
[Sudah dulu yah, aku harus menyusun rencana untuk besok~]
-Piip!
Tapi ternyata malah dia sendiri yang kesal karena Jacob lah yang menutup panggilan lebih dulu.