Chereads / Be a Little Wife / Chapter 25 - Fahri bertemu Klareta

Chapter 25 - Fahri bertemu Klareta

Pengusaha muda, tampan dan mapan. Gelar yang sudah Fahri sandang sejak dulu, di mana dia baru magang dan mendapat pengarahan dari Hendra akan bisnis keluarga besarnya ini.

Banyak sekali wanita yang ingin dekat dengannya, tapi Fahri sangat menutup diri sampai-sampai hanya Klareta yang bisa menguasainya.

Ya, gadis yang terkenal dalam bisnis fashion dan dunia permodelan, seperti itulah Klareta yang sejak dulu memikat hati Fahri, sampai detik ini mungkin masih sama seperti itu meskipun semua orang sudah tahu bahwa Fahri telah menikah bersama seorang gadis muda bernama Haisha.

"Ri', bentar lagi ada acara pertemuan lepas proyek, yang pasti ada pesta kecil di sana. Lo ajak Ica ikutan ya," ucap Gilang yang kebetulan berjalan di sampingnya.

"Ngapain dia ikut?"

"Kok ngapain, ya jelas buat dampingin lo lah! Cowok bakal kelihatan lebih wibawa kalau mereka udah kerja terus punya istri, apalagi pimpinan kayak lo, jelas auranya Ica bikin lo tambah bersinar, Ri'!"

Fahri garuk kepalanya, menyimpan kedua tangan ke saku dan berjalan dengan penuh pesona, beberapa pekerja yang lewat sontak berhenti, mereka yang wanita hanya bisa menutup mulut dengan tumpukan berkas yang mereka bawa.

"Selama ini gue dateng sendirian juga nggak masalah," simpul Fahri.

"Elah, kan di sana lo ketemu sama tuh mantan. Sekarang udah ada istri, bawa aja, laggian Ica biar senenglah diajak ke luar rumah. Dia pasti beda cantiknya kalau ke luar pakek gaun-gaun gitu, Ri'," timpal Gilang.

Beda cantiknya?

Ah, Fahri semakin malas saja melibatkan Haisha di acara itu, terlebih lagi saat Gilang membahas masalah gaun, Haisha jelas tidak pernah memakainya selain acara pernikahan yang singkat dan tidak banyak tamu itu.

Kembali matanya terpejam singkat dan dalam, wajah Haisha yang manis saat menyibakkan rambut panjang itu berputar di depannya, wajah itu mungkin hanya dirinya yang baru melihat.

"Bawa ya, Ri' ... Klien yang kemarin kan nggak tahu istri lo kayak gimana, lo tunjukkin lah, biar mereka tahu si Ica yang pasti cantik itu," rayu Gilang.

"Lo tahu darimana dia cantik?" sudah memicingkan mata.

"Waktu nikahan kemarin, dia beda banget, sayang bajunya ketutup. Ehehehehe ...."

"Nggak bakal gue ajak dia," putus Fahri.

"Kenapa? Lo nggak mau orang lihat wajah cantiknya Ica kalau dandan lengkap gitu, cemburu? Nggak rela, iya?" Gilang terus menggoda. Ia senggol-senggol lengan Fahri.

Fahri dorong tubuh itu menjauh, mengibaskan tangan dan enggan menjawab, memilih fokus pada pekerjaan lanjutan.

Ia tidak akan mengajak Haisha ke moment itu, Fahri ingat betul bagaimana dandanan Klareta dulu, rambut Haisha dan wajah itu pasti akan sangat memikat.

Ah, ada yang berkhianat di dalam dirinya.

"Jangan ngomong aneh-aneh!" mencegah Gilang membuka mulutnya.

"Elah, gue cuman mau bilang kalau wajah lo merah kali, Ri'."

"Ke luar lo!" titahnya.

Gilang tergelak kencang, ia bergegas ke luar dengan satu tangan menekan nomor Meri, ini laporan yang sudah Meri tunggu-tunggu.

Tugas Gilang bukan hanya sekedar menjadi staff inti yang membantu kerja Fahri, tapi dalam urusan hati juga, dia harus memastikan perkembangan Fahri setiap harinya meskipun di sana ada kenyataan pahit seperti saat ini.

Kaki Gilang berhenti, ia melihat Klareta menerobos masuk, di kantor ini masih terbuka lebar untuk Klareta, Fahri belum menutup pasti semua bangunan gedung ini untuk Klareta.

"Fahri di dalam?"

"Ngapain lo ke sini lagi, Ta?"

"Aku?" menunjuk dirinya sendiri. "Mau ketemu sama cintaku, udah lama dan aku rasa Fahri udah rindu, dia pasti mau ketemu aku, Lang."

"Nggak bisa!" cegah Gilang.

"Minggir, atau aku bakal teriak dan Fahri ke luar. Kamu tahukan gimana reaksinya kalau tahu kamu kasar ke aku, hem?"

Sialan, Gilang beri jalan juga, lagipula ini juga akan menjadi bahan laporannya pada Meri. Melihat bagaiaman Fahri memposisikan Klareta dalam hatinya, entah memudar atau masih sama dan kembali seperti dulu.

Klareta berlenggang masuk, tidak peduli dengan tatapan jengah dan sinis dari para pekerja wanita yang kebetulan melihatnya.

Klareta sudah tercatat buruk di kepala mereka, dia sudah masuk ke daftar riwayat hitam.

"Fah," sapa Klareta. Sontak Fahri menoleh dengan kedua alis terangkat, ia jelas hafal suara dan nada khas itu.

Klareta?

Fahri perbaiki posisi duduknya, ia baru saja memeriksa hasil foto pernikahan yang hari ini masuk ke email, baru beberapa slide yang ia lihat di sana semua tampak jelas betapa manisnya wajah Haisha.

"Oh, kamu lagi melihat istrimu ya? Aku kira kamu nggak bakal lupa sama aku, Fah."

Fahri tutup laptopnya, "Kamu mau apa ke sini?"

"Mau ajakin kamu nongkrong, udah lama kita nggak ke luar bareng kan, cari udara seger bareng yuk, Fah," jawab Klareta, ia selipkan ajakan di sana.

Fahri hanya menghela nafas, ia selalu tidak bisa menolak ajakan Klareta, tapi untuk kali ini kebetulan sekali dia ingin memperjelas sesuatu pada Klareta tentang posisinya.

Fahri rasa sudah cukup dan kalaupun harus berpisah dengan Haisha nanti, dia ingin sendiri, tidak bersama Klareta, semuanya semu di mata Fahri.

"Ayolah, Fah. Sekalian di deket tempat itu kan ada mall, bentar lagi ada pesta lepas proyek kan? Kebetulan aku mau beli dan nemenin kamu di sana." Klareta masih dengan penuh percaya diri membahas masalah itu.

Kedipan mata itu, senyuman itu, ucapan itu, langkah dan gandengan Klareta seolah menarik ulur diri Fahri, membuat apa yang sudah ia putuskan tadi goyah dan labil.

Tidak, dia harus bisa memperjelas nanti karena keberadaan Klareta saat ini juga tidak memungkinkan, akan banyak rumor tidak enak yang muncul bila mereka kerap ketahuan bersama.

***

"Ica seneng banget Ibu ajak jalan-jalan gini, nanti kalau Ibu udah sadar, ikutan bareng ya, jadi Ica punya dua Ibu," ucap Haisha dengan senyum sumringah.

"Tentu, sayang. Mau makan di rumah sakit kan tadi, tapi kok mall ini lebih menggoda sih, namanya perempuan ya, Ca. Eeehehhe ...."

Ada dua kantong penuh berisi belanjaan Meri di tangan Haisha, dan masih ada lagi di tangan Meri sendiri, wanita selalu tidak sadar diri kalau sudah berbelanja.

"Kamu mau nemenin Ibu beli kopi kekinian nggak di sana?" tawar Meri.

"Boleh, Bu."

Mereka berjalan bersama dengan senda gurau yang tanpa henti, Haisha sampai sakit perut mendengar banyak ocehan lucu Meri, ia tidak menyangka mertuanya itu sangat lucu seperti ini, rasa hampa akan kehadiran orang tua terobati dengan adanya Meri saat ini.

Tapi, itu siapa?

Haisha melihat pria yang berwajah mirip dengan Fahri tengah ada di sebuah cafe tidak jauh dari tempat Meri membeli minuman kekinian, tepat di sudut loby.

'Mas Fahri sama siapa itu? Kayaknya Ica pernah tahu deh,' ucap Haisha dalam hati.

Matanya terbuka lebar saat wanita di depan Fahri berbalik dengan mengibaskan rambut panjang kecolkatannya.

Klareta!

Mas Fahri ketemuan sama Klareta di tempat ini?

Jadi, mereka masih bertemu, bagaimana ini?

Rasa kecewa yang entah asalnya darimana mulai muncul dan menguasai hati Haisha, dia sampai tidak mengerti kenapa dirinya harus kecewa karena hal itu, bukankah cukup merasa takut kalau sampai Meri melihat Fahri di sana bersama Klareta? Haisha baru saja berkata kalau hubungan dirinya dan Fahri mulai dekat dan membaik, astaga.