Chereads / Be a Little Wife / Chapter 10 - Ciuman Pertama

Chapter 10 - Ciuman Pertama

Sesuai janjinya, malam ini Fahri menunggu Haisha pulang kerja, bahkan ia rela berjam-jam di dalam mobil hanya untuk menunggu gadis itu.

Malam ini dia harus menunjukkan pada Klareta kalau dia bisa tetap hidup tanpa bayang-bayang Klareta, dia bahkan bisa menemukan pengganti yang lebih baik meskipun paras Haisha tidak secantik Klareta, setidaknya sikap Haisha masih bisa dipuji.

"Maaf, lama ya, Mas...." Haisha masuk terburu-buru, ia tidak mau senior yang lain heboh melihatnya pulang bersama Fahri.

"Ngapain ngos-ngosan gitu?"

"Nggak apa, Mas Fahri kan fansnya banyak di sini, jadi Ica takut jadi keroyokan nanti," jawab Haisha sembari merapikan rambutnya.

Fahri berikan kantong berisi baju ganti dan make up seadanya, sekertaris pribadinya yang menyiapkan tadi.

"Ini buat apa, Mas?" Haisha lihat satu per satu.

Mulai dari baju atasan sampai sepatu flat pun ada di sana, yang lebih membuat mulut Haisha terbuka lebar lagi adalah perlengkapan make up yang harganya terbilang mahal.

"Ganti di belakang, ada tirainya tarik aja, buruan!" jawab Fahri sekaligus memberikan perintah.

"Tapi, buat apa?"

"Nggak usah banyak tanya! Buruan ganti, keburu telat gue," sahut Fahri enggan menjawab.

Haisha bergegas berpindah ke belakang, Fahri sudah menyiapkan semuanya sampai tirai pembatas agar dia bisa ganti baju dan berdandan leluasa.

Tidak butuh waktu lama karena Haisha terbiasa memakai make up tipis natural, hanya sekedarnya saja ia pakai, setelah dirasa sudah sesuai dengan baju yang Fahri bawakan, Haisha kembali berpindah ke depan.

Fahri palingkan wajahnya, selama ini hanya telapak kaki dan tangan yang Fahri lihat, tapi malam ini dan dengan baju yang ia bawa, kulit putih cerah nan mulus yang tidak kalah dari Klareta itu terpampang nyata di tubuh Haisha.

Gadis itu masih muda belia, bahkan umurnya belum menginjak dua puluh tahun, ia benar-benar daun muda yang pasti menggiurkan banyak mata.

"Lo pakek ini aja!" titah Fahri melemparkan jaket tipisnya.

Haisha menangkap gelagapan, sebenarnya ia juga tidak nyaman memakai baju malam seperti ini, lengan yang terbuka dan kaki yang tampak berkilau.

Dress itu hanya sebatas atas lututnya, beruntung bukan kain press body dan banyak lapisannya sehingga lekuk tubuhnya tidak terlalu terlihat.

"Gue salah kayaknya milih baju!" gumam Fahri sembari menyugar rambutnya ke belakang berulang kali.

Selama kemudinya berjalan, batinnya tidak berhenti mengumpat kesal, entah kenapa dia tidak suka kulit putih cerah milik Haisha itu akan menjadi tontonan nanti.

Walau selama ini tidak ada masalah dengan penampilan Klareta yang seperti itu, tapi ketika matanya melihat kulit Haisha, ia benar-benar tidak rela.

Dia baru melihat ini dan orang lain tidak boleh juga melihatnya, mungkin dulu ia tidak masalah karena selama ini memang begitulah gaya berpakaian Klareta, dia lebih suka memakai baju terbuka.

"Kita ke mana, Mas?" bingung ketika kemudi Fahri berulang kali maju-mundur di depan butik.

"Cari yang biasanya Mama beli, ganti baju lo, kesel gue kalau lo pakek itu!" jawabnya mengomel, sebal dengan dirinya sendiri.

Haisha menurut saja, ia sendiri tidak nyaman.

Setelah bergerak gelisah, sampailah pada butik yang biasa menjadi langganan Meri, tangan Haisha tertarik cepat di sana, Fahri meminta salah seorang pelayan toko untuk memilihkan Haisha baju pesta yang tidak terbuka, tapi tetap cantik dan elegan.

"Mas," panggil Haisha, ia baru saja memakai baju pilihan Fahri dari banyak tumpukan yang pelayan toko itu tunjukkan.

Fahri lihat berputar sebentar, ia bayar tanpa memberikan komentar pada Haisha tentang penampilan barunya.

Bukan hanya baju, tapi pelayan itu juga membantu Haisha menata rambutnya sehingga tampil lebih cantik dan sesuai dengan baju yang ia pakai.

Dress warna salem panjang sampai beberapa centi di bawah lutut, lengan sampai siku dan bagian atas dadanya tidak terlalu terbuka, lengkap dengan tas tenteng kecilnya, baru kali ini Fahri berperan dalam memilihkan baju wanita.

"Selama kita di dalem sana, lo harus nurut dan ngikut sama gue, jangan lepas sendiri, ngerti?"

"Iya," Haisha mengangguk cepat.

Fahri turun lebih dulu, ia buka pintu di sisi Haisha layaknya pasangan yang sangat mencintai wanitanya, memperlakukan se-romantis mungkin dan sangat berharga.

Dengan baju dan dandanan seperti itu, Haisha terlihat berbeda, mungkin orang tidak akan menyangka kalau umur Haisha masih delapan belas tahun, kali ini orang pasti menyangka Haisha sudah sangat dewasa.

Semua itu berkat kehandalan tangan pelayan di butik langganan ibunya, Fahri puas melihatnya, terutama kelebihan Haisha yang tidak bisa dilihat oleh siapa saja.

Apa Fahri mulai membuka hatinya?

Entahlah,

"Kamu pacarnya Fahri?" seorang gadis berparas cantik dan beberapa kali Haisha lihat ada di halaman depan media sosial para seniornya juga Kayang.

Dia, Klareta....

"Bukan, aku calon istrinya, salam kenal...," balas Haisha, ia pun melukis senyum manis dan sopan.

Ia tengah duduk sendiri, Fahri masih menyapa temannya di sudut sana dan Haisha telah berjanji untuk tidak berpindah ke mana-mana.

"Kamu yang jaga di mini market itu kan? Biasa berdiri di kasir atau kalau nggak gitu, kamu nata barang, ngepel toko, nyapu, pegawai biasa kan kamu?" Klareta dorong bahu Haisha dengan jari telunjuknya.

Cekrek, cekrek....

Haisha tutup wajahnya, tiba-tiba saja banyak orang yang mengambil gambar wajahnya disaat Klareta duduk di depannya, Klareta bahkan berkoar-koar kalau dirinya hanya kekasih bayaran Fahri, mengungkap jati diri Haisha sebenarnya sampai membuat Haisha malu.

"Catet ya, kalau dia itu anak pembantu, orang tuanya jadi pembantu di rumah Fahri, ngarep banget jadi istri, dasar ganjen!" hardik Klareta, ia biarkan dan mempersilahkan beberapa media yang datang dan tamu untuk mengambil gambar Haisha.

Sret,

Fahri tarik tangan Haisha yang menutupi wajah itu, ia kira Klareta belum datang dan dia tengah mengatur rencana tadi, tapi nyatanya gadis itu lebih dulu datang dan langsung mendekati Haisha.

"Mas Fahri, ak-"

"Kenapa mesti malu sih?" Fahri paksa buka tangan Haisha, sekalian saja wajahnya viral besok di media sosial.

"Malu lah, dia itu harusnya malu jalan sama mantan anak majikan, dia itu nggak level sam-"

"Stop!! Lo siapa ngomong sembarangan kayak gitu, hah?" Fahri potong ocehan Klareta.

"Elo? Kamu manggil aku apa, Fah?"

"Iya, lo ... Kenapa, masalah?" Fahri berdecak kesal, gadis itu bukan Klareta yang ia kenal. "Kamu nggak perlu malu sama dia, emangnya kenapa kalau kita mau menikah?" Fahri tatap Haisha sebelum matanya membalas banyak pasang mata di sana.

Ini pesta ulang tahun Gilang, banyak orang penting dan teman-teman lama Fahri juga di sana, yang jelas mereka sangat mengenal Klareta sebelumnya.

"Kamu yakin nikah sama dia, ini settingan aja kan?" Klareta tidak percaya.

"Settingan? Mana pernah gue settingan, hah? Lo kali yang begitu, gue tegesin sekali lagi ya sama lo dan semua...." Fahri jeda sebentar. "Dia, calon istri gue, calon ibu dari anak-anak gue! Kalian bisa lihat gimana sempurnanya dia, bandingin aja sama gayanya Klareta, gue jaga bener dia dan cuman gue yang bisa lihat betapa sempurnanya dia ... Asal lo tahu, dia emang nggak secantik lo, dia juga nggak ngerti fashion kayak lo, tapi dia ngehargai gue sebagai calon suaminya, dia jaga betul tubuhnya!" lanjut Fahri penuh ketegasan.

Klareta tercekik dengan ungkapan Fahri, secara tidak langsung Fahri telah mengatakan kalau dirinya selama ini tidak lebih dari wanita murahan yang suka berganti pasangan, itu yang Fahri maksud.

"Fah, plis ... Ini bukan kamu banget, dia nggak kayak selera kamu!" Klareta pijat keningnya, ia masih menunjuk Haisha tidak terima. "Dia cuman anak pembantu dan pegawai toko biasa!" imbuhnya.

"Gue nggak peduli, selama dia nggak suka selingkuh kayak lo!" balas Fahri bersungut-sungut.

Lenyap sudah gemerlap pesta ini, dia dan amarahnya membakar semuanya, Haisha hanya bisa mengikuti langkah Fahri dengan langkah kecilnya.

"Masuk!" titah Fahri meninggikan suaranya.

Haisha mengangguk cepat, ia masuk dan duduk di dalam mobil tanpa banyak bertanya, dentuman pintu mobil dari Fahri ingin membuatnya menjerit ketakutan, pria itu seolah berubah.

"Mas, mau ap- ... Emmmmptttt!" Haisha pukul-pukul dada Fahri.

Pria itu mendadak menciumnya rakus dan dengan nafas yang memburu, ini ciuman pertama Haisha.

"Awas kalau lo berani selingkuh!" ucap Fahri di tengah ciumannya, ia bungkam Haisha kembali sampai dirasa emosinya hilang tidak bersisa.

Ini ciuman pertama Haisha, dan itu bersama calon suaminya di tengah emosi yang membara dan tidak jelas untuknya.