Hari baru untuk seorang yang tak memiliki sedikit pun kebahagiaan memang melelahkan. Setiap saat ia harus dituntut untuk mengukir senyuman. Bahunya harus sekuat baja menampung semua beban kehidupan.
Aleena menatap dirinya lamat- lamat dihadapan cermin besar. Tubuhnya sudah berbalut rapi dengan seragam. Olesan bedak tipis pun telah selesai ia lakukan. Semoga hari ini tak ada sedikit pun masalah yang datang.
Aleena mulai mengayunkan kakinya keluar dari kamar. Maniknya menatap datar ruangan sepi yang selalu datang. Kemana lagi mereka? batin Aleena mulai bertanya.
Saat di meja makan, lagi- lagi hanya angin yang bertiup kencang. Tak ada seorang pun yang menemaninya sarapan. Ayahnya selalu berangkat pagi tanpa berpamitan. Sedangkan ibunya, entah kemana lagi beliau sekarang.
Aleena melirik sebuah note yang setiap hari ia dapatkan disamping uang jajan. Baiklah, Aleena sudah mulai bosan dengan kalimat yang sama hasil tulisan sang Mama.
Dengan cepat Aleena mengambil dua lembar uang seratus ribuan lalu segera pergi dari rumah yang seolah tak berpenghuni. Ia sangat malas dengan kehidupan yang makin lama semakin berantakan. Aleena menengadah menatap langit pagi yang tersirat warna jingga.
"Apakah ini semua adalah hukuman?" ucapnya seolah memprotes pada Tuhannya. Ia benar- benar lelah sekarang. Ucapan ayahnya masih terngiang jelas mengganggu gendang telinga. Dan lagi, Aleena hanya bisa menarik napas panjang.
Aleena lebih memilih memesan taksi online untuk menuju ke sekolah. Uang saku yang diberikan orang tuanya sangatlah cukup untuk kebutuhan.
Hanya berselang 5 menit, taksi pesanan Aleena pun sampai. Ia dengan segera masuk dengan raut diam yang tampak sedikit menyebalkan.
"Sesuai aplikasi ya, Kak." ucap sang pengemudi dengan sopan.
Aleena yang mendengar pun hanya bisa mengangguk dengan memberikan seulas senyuman. Senyumnya menawan. Namun sangat jarang untuk ditampakkan.
Aleena hanya menatap nanar jalanan. Maniknya menatap apapun yang terlintas didepan. Sungguh membosankan. Namun keheningan itulah yang dapat menenangkan. Dalam sejenak, semua beban pikiran seolah hilang.
Mobil itu mulai berhenti saat pintu gerbang sekolah sudah dihadapan. Dengan cepat, Aleena memberikan uang sesuai dengan ongkos perjalanan lalu segera keluar.
Kakinya mulai mengayun untuk masuk kedalam SMA Garuda. Namun kali ini ada rasa janggal yang hingga di benaknya. Aleena merasa seseorang telah mengamatinya.
Manik Aleena mulai berputar menatap sekitar. Tak ada seorang pun yang mengikutinya dari belakang. Lalu mengapa ia merasa sangat janggal?
Aleena melirik jam tangan yang terpasang cantik di tangannya. 6.35. Sudah lumayan siang, tapi kenapa hanya sedikit siswa yang datang? tanya Aleena dalam diam.
Aleena menarik napas panjang. Semoga ini hanya kebetulan, batinnya menenangkan.
Kaki Aleena terus melangkah hingga sampai ke sebuah ruangan bertuliskan XI IPA 2. Ruangan itu tertutup rapat dan senyap. Seolah tak ada siapapun yang sudah sampai dan masuk ke dalam.
Kenapa sepi? batin Aleena mulai curiga. Dengan perlahan, tangan Aleena terangkat untuk mendorong pintu kelas.
Dorr! Dorr! Dorr!
Suara letupan balon berhasil mengagetkannya. Tangannya yang semula tergerak bebas pun sudah berpindah tempat untuk mengelus dada. Maniknya menatap heran dengan seluruh siswa yang menatap dengan antusias mengarah padanya.
Ruang kelas yang semula penuh dengan bangku kini lenggang dibagian tengah. Dinding- dinding pun telah terhias cantik bertuliskan nama kepanjangan, Aleena Adeeva Azalia. Balon merah berbentuk hati pun mereka pegang dengan riang.
"Ada apa?" tanya Aleena dengan ekspresi keterkejutannya. Maniknya bergerak menatap seluruh orang dengan perasaan yang teramat sulit dijelaskan.
Sampai akhirnya seluruh siswa itu bergerak untuk membelah gerombolan. Menyisakan sebuah ruang untuk seseorang bisa berjalan menghampiri Aleena dengan sebuah kue di tangan.
"Selamat ulang tahun, Sayang!" ucap lelaki itu dengan tersenyum lebar. Maniknya menatap seolah penuh dengan ketulusan. Apalagi dengan cara berpakaian yang berantakan semakin membuatnya terlihat.. ah tampan.
Dalam sejenak, Aleena terpaku ditempat. Maniknya terhipnotis dengan paras lelaki yang seolah menunjukkan kekuasaan. Mikael Atha Dayyan.
"Dari mana kamu tau?" tanya Aleena masih dalam posisi yang sama. Namun tampak sekali matanya membola seolah tak percaya.
"Gimana aku bisa lupa hari ulang tahun kamu, Sayang?" tanya Mikael seraya sedikit berjalan. Langkahnya bergerak mendekat seolah meminta Aleena untuk meniup kue yang telah disiapkan.
"Tapi,"
"Tiup Sayang! Jangan lupa berdoa dulu," ucap Mikael memotong kalimatnya. Satu tangannya bergerak untuk mengelus lembut rambut Aleena.
Aleena semakin terdiam layaknya patung disana. Hatinya merasa bahagia karena untuk pertama kalinya, ada yang mengingat hari kelahirannya. Namun otaknya bekerja lebih keras untuk mengerti apa yang terjadi disana.
Dengan sedikit menarik napas untuk menetralisir kegugupannya, Aleena pun mulai memejamkan mata. Semoga hidupnya dikemudian hari jauh lebih indah, batinnya berdoa.
Setelah berdoa, Aleena pun kembali membuka mata. Ia meniup lilin bertuliskan 17 tepat seperti umurnya.
Tepuk tangan meriah pun langsung dilakukan para siswa. Bahkan tak jarang ada yang mengabadikan momen itu di ponsel mereka.
Mikael bergerak untuk memberikan kue pada Rangga. Lalu ia pun berjalan kembali untuk mengucapkan sesuatu tepat di telinga Aleena. Tubuhnya membungkuk untuk menyamakan tinggi badan.
"Jangan pernah tinggalin aku, Sayang." bisik Mikael dengan suara seraknya. Maniknya pun menatap dengan teduh wajah Aleena dari jarak dekat. Tangannya pun bergerak menggenggam erat tangan Aleena.
Semburat warna merah di pipi Aleena sangatlah jelas jika orang memandangnya. Sungguh, siapa yang tak bahagia jika seseorang membisikkan kalimat itu tepat di hari spesial bagi hidupnya. Meskipun ia dan Mikael sama sekali tidak dekat, namun dengan apa yang lelaki itu lakukan sekarang, mampu membuat Aleena merasakan sebuah kebahagiaan.
Aleena terpaku ditempatnya. Maniknya kini menatap netra Mikael dengan tatapan yang teramat sulit dijelaskan dengan kata- kata.
Sedangkan Mikael yang masih berada di posisinya hanya bisa terkekeh melihat reaksi Aleena.
"Lucunya," ucap Mikael seraya mencubit pelan hidung mancung Aleena. Tawanya sangatlah lebar hingga seluruh siswa yang menatap mereka terkagum- kagum dengan pesonanya. Ternyata orang terdingin di SMA Garuda juga bisa tertawa lepas jika sudah berurusan dengan asmara.
"Ihh.. apaan sih!" protes Aleena seraya mendorong jari Mikael agar enyah dari hidunganya. Ia sungguh malu dengan perlakuan Mikael dihadapan teman- temannya.
Aleena pun mulai memukul- mukul Mikael dengan tangan kecilnya. Namun tak sedikit pun rasa sakit dapat dirasakan Mikael atas perlakuannya. Ia hanya terus tertawa melihat tingkah gemas gadis dihadapannya.
Namun dalam sekali gerakan, Mikael menggenggam tangan Aleena. Pemberontakan yang dilakukan gadis itu pun berhenti dengan manik yang menatap lekat seseorang dihadapannya.
Mikael menatap Aleena dengan tatapan yang berbeda. Tubuhnya bergerak untuk lebih dekat dengan gadis yang bernotabene adalah musuh bebuyutannya. Kali ini, Mikael memeluknya.
Semua siswa yang berada disana pun terpekik histeris melihat sang most wanted sekolah memperlakukan seorang gadis dengan romantisnya. Sungguh pasangan sempurna.
Senyuman Aleena kian mengembang dalam dekapan Mikael. Dalam hatinya seperti banyak kupu- kupu yang membuatnya terbang entah kemana. Sungguh manis perlakuan Mikael padanya.
Tatapan semua orang kian terfokuskan pada semburat merah di pipi Aleena. Begitu pula dengan Mikael. Dalam jarak yang sedekat itu mustahil Mikael tak melihatnya.
Mikael pun terus tersenyum saat merengkuh tubuh Aleena. Namun dalam senyumannya mulai tampak sedikit perbedaan. Seringaian tajam mulai tersungging disana.