"Kak Vino?" ucap Aleena spontan kala melihat wajah seseorang yang teramat dikenal. Tubuhnya menegang seolah tak dapat bereaksi apapun disana. Mulutnya pun menganga tak percaya. Apakah Vino yang akan menjadi suaminya?
"Aleena!" ucap Vino seraya bangkit dari duduknya. Netranya menatap seolah tak percaya dengan penglihatannya.
"Kalian udah saling kenal?" tanya seorang pria paruh baya yang datang untuk menyambut Surya dan keluarga. Senyum ramah pun tersungging tinggi di bibirnya. Ia bernama Raditya. Ayah dari Vino yang merupakan seorang pengusaha.
"Udah Om, dia kakak kelas Aleena," jawab Aleena dengan lembut. Nadanya pun merendah seolah mengisyaratkan kesopanannya. Senyum lembut pun terukir dibibirnya.
"Bagus kalau begitu, mari duduk!" ajak pria itu mempersilahkan. Sungguh beruntung Aleena jika berhasil masuk dalam keluarga sejahtera layaknya Vino dan keluarga.
Mereka semua pun langsung duduk di satu meja. Wajah mereka diliputi oleh ketenangan dan rasa sopan. Namun berbeda dengan Vino dan Aleena yang tengah bertatapan. Hati mereka sama- sama gundah karena tak percaya dengan kenyataan.
"Saya tadi sudah pesankan makan malam, jadi seraya menunggu mari kita bahas tentang perjodohan," ucap ayah Vino dengan nada tenang. Namun tampak sekali jika rasa bahagia tengah menyelimutinya.
'Jadi bener Aleena ceweknya?' batin Vino seraya mencuri- curi pandang. Maniknya seakan telah terhipnotis oleh gadis cantik yang kini tengah duduk didepan. Rambutnya tergerai indah dengan sedikit gelombang. Polesan make up tipis kian mempercantik wajahnya.
Sedangkan Aleena, gadis itu hanya bisa tersenyum seraya mengucapkan terimakasih pada Tuhannya.
'Terimakasih Tuhan, karena Engkau telah menyatukan hamba dengan seseorang yang saat ini hamba sayang,' batin Aleena seraya menyungging senyuman. Saat ini ia benar- benar sangat bersyukur pada karunia Tuhan. Siapa sangka, perjodohan yang dulu sangat ditakuti kini menjadi jalan pendekatan tercepat untuk seseorang yang sangat ingin kita miliki.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi kehadiran kami kemari bukan untuk membahasnya," ucap Surya dengan nada tegasnya. Perkataannya yang tiba- tiba langsung mengundang perhatian semua orang yang ada disana.
"La- lalu untuk apa?" tanya ayah Vino sedikit ragu dengan pertanyaannya. Bukankah sudah menjadi kesepakatan untuk membahas rencana perjodohan? pikir ayah Vino kebingungan.
"Maksud kehadiran kami kemari adalah untuk membatalkan rencana perjodohan mereka,"
Deg!
Semua orang langsung terkejut dengan ucapan Surya yang lolos dari bibir dengan lancarnya. Manik mereka menatap dengan mata membola yang kompak menuju kearah Surya.
Aleena dan Vino pun langsung menatap dengan manik memerah mereka. Permainan apa yang sedang dijalankan takdir pada mereka.
"Apa maksud anda?" tanya Raditya berusaha tenang dengan nada tegasnya. Ia sungguh tak mengerti dengan penyataan Surya yang tiba- tiba.
"Saya akan membatalkan perjodohan ini karena saya telah menemukan orang lain yang lebih baik dari anak anda," ucap Surya dengan tenangnya. Ucapannya seolah hanya angin yang dengan ringan dapat dikatakannya.
"Bukankah anda yang sudah mengajukan perjodohan ini, Pak Surya?!" tanya Raditya langsung berdiri dari tempatnya. Tangannya pun mengepal erat seolah tak terima. Maniknya pun memerah menahan amarah yang memuncak disana.
Surya yang melihat amarah dari ayah Vino pun ikut bangkit dari duduknya. Namun sama sekali tak ada sedikit pun rasa bersalah dari wajahnya. Lagaknya tenang seolah amarah Raditya tak ada efek apapun baginya.
"Sekali lagi mohon maaf, karena putri tunggal saya telah menerima lamaran perjodohan dari keluarga lain yang lebih baik dari keluarga anda." ucap Surya dengan manik yang sama sekali tak nampak emosi disana.
"Terimakasih atas undangan makan malamnya, kami permisi." ucap Surya seraya membungkukkan kepala. Ia pun pamit dengan sopannya seolah tak terjadi apa- apa. Kedua tangannya bergerak untuk menarik Aleena dan sang bunda yang berada di kedua sisinya.
"Penghinaan macam apa ini!" hardik Raditya sambil menendang kursi tepat disebelahnya. Maniknya memerah. Keringat dingin bercucuran dari pelipisnya. Tangan Raditya bergerak untuk mengusap kasar wajahnya.
Vino yang masih terkejut dengan ucapan Sirya pun hanya bisa diam ditempatnya. Apa yang sebenarnya terjadi? batin Vino mulai menerka- nerka. Ia tak begitu paham dengan situasi yang kurang dari 3 menit sudah hancur tak tersisa. Ditambah lagi amarah sang ayah benar- benar memuncak disana. Sebuah kebodohan jika saat ini ia bertanya.
Vino hanya bisa memijat pelipisnya. Mungkin esok ia bisa menanyakannya langsung pada Aleena.
Sedangkan disisi lain, seorang gadis yang sudah berdandan dengan cantik kini hanya bisa diam. Maniknya terus menatap keluar jendela mobil seraya menahan isak tangis agar tidak keluar.
Aleena benar- benar bingung sekarang. Apa sebenarnya keinginan orang tuanya? Mengapa mereka memaksa untuk menjodohkan lalu secepat kilat membatalkan saat Aleena telah bersyukur pada Tuhan?
Mobil Surya dan keluarga kini melaju arah pulang. Ketiganya bungkam. Tak ada seorang pun yang ingin membuka pembicaraan.
Tak lama kemudian, mobil mereka telah sampai di rumah berlantai dua. Aleena yang saat itu duduk sendirian dibelakang langsung saja keluar tanpa sedikit pun bicara. Langkahnya mengayun dengan cepat menuju kamar yang selalu menjadi tempat beristirahat dengan nyaman.
Namun baru saja tangan Aleena terangkat untuk membuka knop pintu kamar, suara bariton berhasil menghentikannya.
"Aleena!" panggil Surya yang saat itu telah berdiri tepat dibelakang Aleena. Disampingnya pun telah ada sang bunda yang hanya bisa diam dengan berderai air mata.
Aleena yang mendengar namanya dipanggil pun langsung menoleh ke sumber suara. Namun sama sekali tak terdengar sahutan darinya. Bibirnya masih kelu seraya menahan amarahnya.
"Tidakkah kau ingin tau kenapa Papa membatalkannya?" tanya Surya dengan suara yang masih sama. Nada tegas yang semakin membuat orang jengkel kala mendengarnya.
"Aku enggak pengen tau apa-apa, Pa! Karena pada dasarnya aku cuma sebuah boneka buat Papa," jawab Aleena dengan suara dinginnya. Bibirnya pun gemetar tak kuasa menahan air mata.
"Aleena," ucap Varah memperingatkan anaknya. Kepalanya pun bergeleng seraya menatap dengan manik khawatirnya.
Sedangkan Surya, ia hanya bisa menghela napas panjangnya. Ternyata keputusannya kini telah membuat sang anak semakin jauh darinya.
"Papa tetap akan menjodohkanmu, namun tidak dengan dia." ujar Surya seraya mengusap kasar wajahnya. Ia sangat berharap agar keputusannya kali ini benar adanya.
Gadis itu kini hanya bisa diam dengan tubuh gemetar. Maniknya pun kini basah karena tetesan air mata. Rupanya sang ayah telah mengeluarkan Aleena dari kandang buaya untuk masuk ke kandang singa.
Aleena tertawa hambar disana. Maniknya pun hanya bisa menatap nanar sang ayah yang sudah menjadikannya pion dalam permainan caturnya.
"Terserah Papa, lagi pula aku tidak bisa menolak 'kan?" ucap Aleena seraya berbalik untuk kembali melanjutkan jalannya. Tangannya pun telah terangkat untuk membuka pintu kamarnya. Maniknya terus menatap nanar kearah pintu yang mulai terbuka.
"Papa telah menerima lamaran perjodohanmu dengan Mikael."