Aleena masih terus diam. Tatapannya kosong mengarah ke depan. Meskipun di ruang kelasnya ada seorang guru yang mengajar, namun tetap saja Aleena tak memperhatikan.
Pikirannya masih tertuju pada kejadian beberapa saat lalu. Di mana satu kelas dengan kompak membantu seorang lelaki untuk membuat pesta kejutan ulang tahun untuknya. Seorang lelaki yang selalu membuat Aleena murka setiap kali mereka bertatap muka. Lalu sekarang, apa maksudnya? Apakah Mikael berniat mengubah strateginya?
Jika dipikir baik-baik, ini adalah sebuah hal yang mustahil dilakukan seorang musuh bebuyutan. Bagaimana bisa ia yang sebelumnya terus berusaha untuk menyakiti Aleena tiba-tiba berubah 360 derajat hanya dalam satu malam. Kecuali kalau Mikael..
"Akh!" pekik Aleena terkejut saat merasakan tepukan pelan di bagian pundaknya.
Gadis itu kini mengalihkan pandangan menatap ke arah sang empu di sana. Di sampingnya, Rangga sudah berdiri sembari menatap dengan senyum memenuhi wajahnya. Lelaki yang selalu terlihat ceria.
"Nggak mau ke kantin, Aleen?" tanya Rangga mulai berjongkok di samping tubuh Aleena. Tangannya pun bergerak untuk memegang ujung meja.
Dilihatnya Aleena lamat-lamat sembari memuji kecantikannya. Dalam hati tentunya. Rangga masih belum seberani itu untuk mengusik Aleena karena titah boss besar Antariksa. Entah statusnya sebagai pacar incaran atau musuh bebuyutan. Entahlah, Rangga tak mempedulikannya.
Mendengar ajakan Rangga, Aleena spontan mengedarkan pandangan menatap seluruh sudut kelas. Sepi. Ternyata mereka semua telah pergi. Mengapa gadis itu tak sadar sedari tadi?
"Aleen?" panggil Rangga berusaha mendapatkan kembali titik fokus Aleena. Lelaki itu pun telah melambaikan tangan di depan wajah sang gadis seolah menyadarkan lamunannya.
"Oh, hm?" tanya Aleena hanya berdehem. Jujur saja, gadis itu masih bingung dengan apa yang Rangga ucapkan karena sedari tadi ia hanya melamun tak karuan.
"Lo kenapa? Sakit?" tanya Rangga bangkit dari posisinya. Raut wajahnya seketika berubah menjadi khawatir dalam beberapa detik saja.
Tangan lelaki itu bergerak untuk menyentuh dahi Aleena memastikan keadaannya. Namun belum sempat tangan itu mendarat di sana, Aleena sudah lebih dulu memundurkan tubuhnya.
"Aku nggak papa kok," ucap Aleena sembari menyungging senyum manisnya. Tatapannya kini sudah tak tampak seperti orang kebingungan seperti beberapa saat lalu.
Rangga yang mendengar pernyataan Aleena langsung mengernyit dibuatnya. Lelaki itu sebenarnya tahu apa yang tengah Aleena pikirkan, namun ia memilih untuk diam.
"Ke kantin?" ajak Rangga mengulang pertanyaannya. Dan beberapa saat kemudian, Aleena langsung mengangguk menyetujuinya.
Dua insan itu mulai berjalan keluar dari ruang XI IPA 2. Keduanya berjalan beriringan dengan begitu santai di tengah banyaknya kerumunan siswa.
"Ada apa di sana?" tanya Aleena saat melihat semakin banyak siswa yang berkerumun jauh di depan sana. Apakah ada sesuatu yang spesial? Atau ada sebuah kejadian yang menggemparkan?
Rangga hanya mengedikkan bahunya sebagai jawaban. "Nggak tau, kita ke sana aja, yuk!" ucap Rangga sejenak mengalihkan pandangan menatap Aleena.
Gadis itu sontak mengangguk lalu dengan segera mengikuti langkah Rangga yang terlebih dahulu berjalan di depannya.
Sorak ramai kian terdengar memekakkan telinga. Begitu banyak yang mengucap nama Mikael di sana. Ada beberapa orang juga yang sempat menyebut nama Vino entah karena apa.
Semakin mendekat, Aleena merasa semakin sesak karena harus berdempetan dengan lautan manusia lainnya. Tontonan seseru apa yang berhasil mengumpulkan siswa satu sekolah di tengah lapangan sana?
Suara samar-samar yang sedari tadi Aleena dengar mulai jelas sekarang.
Karena rasa penasarannya yang tinggi, Aleena bahkan rela menerobos desakan itu hanya untuk melihat apa yang terjadi.
Bugh! Bugh! Bugh!
"Denger baik-baik, sampai kapan pun, Aleena tetep jadi milik gue!" suara teriakan itu terdengar begitu lantang hingga menggema ke seluruh lapangan indoor SMA Garuda.
Deg!
Jantung Aleena seketika berdegup dengan begitu kencang. Apa tadi? Apa gadis itu tak salah dengar?
"Aku?" tanya Aleena secara spontan. Jari telunjuknya pun telah reflek menunjuk ke arah dirinya sendiri. Apa maksudnya?
Semua pasang mata kompak tertuju ke arah datangnya Aleena. Gadis yang menjadi sumber dari segala kegaduhan di tengah lapangan sana.
"Itu dia biang keroknya!" teriak seseorang dengan begitu lantang sembari menunjuk ke arah Aleena. Sorot matanya menampilkan begitu besar kebencian yang tersimpan dalam dada.
"Cewek sok kecakepan!"
"Najis!"
"Pasti kegeer- an tuh di rebutin dua most wanted sekolah! Dasar Jalang!"
"Huuu!"
Sorak ramai para siswa kini mengarah untuk mengolok gadis yang masih terdiam di sana. Tatapan gadis itu masih fokus memandang ke arah dua orang yang baru saja menghentikan aksinya. Dilihatnya lamat-lamat ke arah salah seorang dari mereka.
Mikael, seorang kakak kelas menyebalkan yang sungguh menambah beban pikiran Aleena. Dan siapa sangka, lelaki itu pula yang telah berteriak dengan begitu lantang menyuarakan jika Aleena hanya miliknya. Sungguh gila.
Aleena kini mengalihkan pandangan menatap pada Vino. Seorang yang sungguh ia suka. Seseorang yang hampir saja menjadi milik Aleena, sepenuhnya. Namun itu semua gagal hanya karena sebuah drama kecil yang tak sengaja Aleena ucapkan tempo hari di depan sang ayah.
Walaupun hanya beberapa kali bertemu, namun Vino telah berhasil membuat Aleena jatuh hati kepadanya. Paras, sikap, dan caranya bertutur kata. Semuanya Aleena suka. Namun sekarang, mengapa..
Dengan langkah perlahan, Aleena mulai mendekat ke arah mereka. Tatapannya berubah menjadi tajam memandang ke arah dua lelaki di sana.
Gadis itu benar-benar sadar jika seluruh pasang mata hanya tertuju kepadanya. Namun persetan dengan itu semuanya, Aleena akan menyelesaikan masalah ini sekarang, atau nama baiknya akan menjadi bahan gunjingan satu sekolahan.
"Ikut aku!" ajak Aleena saat kakinya baru saja sampai di depan Mikael dan juga Vino.
Tepat setelah itu, gadis itu kembali melenggang untuk menjauh dari kerumunan. Itulah yang terbaik untuk sekarang.
Mikael dan juga Vino yang baru saja menghentikan aksi perkelahian mereka masih terengah-engah karenanya. Kedua manik itu menatap sengit satu sama lainnya.
Masih dengan raut wajah yang sama, kedua lelaki itu akhirnya menuruti permintaan Aleena. Kaki mereka mulai mengayun untuk mengikuti langkah sang gadis yang sudah lebih dulu berjalan entah ke mana.
Rasanya begitu aneh. Lelaki itu merasakannya. Ini adalah kali pertama Mikael mengucapkan kata-kata yang begitu langka. Dan itu pun di tengah lapangan dengan seluruh siswa menjadi saksinya.
Sampai kapanpun, Aleena tetap jadi milik gue! Argh, Mikael sudah gila. Dia benar-benar gila.
Walaupun tengah jalan beriringan mengikuti langkah Aleena, kedua lelaki itu masih terus saja bungkam. Tak ada satu pun dari mereka yang berniat membuka pembicaraan.
Hawanya terasa berbeda saat berada di antara dua musuh bebuyutan yang dipersatukan. Semacam Lucifer yang dipertemukan dengan Dajjal.
Aleena menghentikan langkahnya saat ia telah sampai di taman belakang SMA Garuda. Untuk beberapa saat, gadis itu menghela napasnya panjang. Ini pasti akan sangat menyebalkan.
Aleena berbalik menatap dua orang itu dengan nyalang.
"Jelaskan!"