'Astaga!' Sebuah bunyi lonceng terdengar dari luar. Aku membuka zipper tenda dengan perasaan kesal. Matahari masih belum tampak di langit, namun sudah lebih terang daripada malam kemarin. Surya dapat terlihat samar-samar menembus kabut bagian timur yang menghalangi. Kira-kira sekitar jam 10 matahari akan benar-benar terbit.
Dihadapanku sebuah meja dan kursi kayu menggantikan pemandangan api unggun dan tikar gelar. Sosok burung elang menjengkelkan itu bertengger di permukaan meja. Matanya menatap tajam padaku sembari mendentangkan lonceng kecil dengan sayapnya.
"Nih, makanlah! Ada tes terakhir untukmu. Kuharap kau kuat makan porsi segini." Nada ketusnya masih sama. Sebuah piring berisi nasi kuning yang ditumpuk bagaikan tumpeng, lalu dibagian piring lain diberi protein-protein seperti dada ayam, telur dadar, lalu tahu tempe.
Hawa panas menggirukan yang membumbung tinggi seolah mengundangku untuk langsung menghabiskannya. Pemandangannya tidak menghentikanku untuk langsung menuju meja. "Selamat makan!" Tanganku mengambil sendok dan garpu di atas serbet.
"Hey, pelan-pelan nak! Nanti kau mual."
"Mffual? Apfah makfshufmu?" makanan menghalangi suara yang dihasilkan pita suaraku. Wajahnya pipih elangnya nampak cemas. Meskipun porsi makanan ini lebih banyak dari yang biasanya ada di kompleks, tapi tak apalah. Aku membutuhkan segala kalori untuk persiapan siksaan kerasnya. Moodku harus ditingkatkan dengan menyantap semua hidangan ini.
"Ini sengaja kusiapkan untuk siang juga astaga. Porsi untuk empat orang mana bisa muat dalam perutmu?" tanyanya dengan wajah menantang.
Namun tatapannya perlahan-lahan berubah ketika tumpeng sudah habis setengahnya. Memperlihatkan paruhnya yang menganga terbuka. Tidak lama kemudian ayam sudah tinggal sisa tulang belulang, lauk pauk lain sudah menghilang menuju perutku. Piring hanya menyisakan tulang ayam.
"Makanmu rakus sekali, kau hewan atau manusia sih?" ia tertawa keras. Dari nadanya, ia lebih seperti terkagum-kagum daripada kecewa. Lagipula kapan lagi dapat makanan seperti ini tanpa uang sepeser pun di kantong.
"Kau sendiri? Dengan wujud seperti itu?" balasku tertawa. Kami berdua membuat suara tawa menggelegar di hutan ini. Kejadian melampiaskan berlangsung selama beberapa menit.
"Kau siap untuk tes selanjutnya?" tanyanya.
"SIap!" sembari mengangguk. Dalam hati sebenarnya jantungku berdebar hebat. Ia sama sekali tidak ragu menekan tombol yang mengarah pada kematianku. Apakah yang sekarang berbeda?
"Kau ingin mempersempit jarakmu dengan Melodi bukan? Latihan terakhir ini akan membuatmu dapat mengira-ngira dengan jelas," ia menatap ke arah pepohonan setelah daratan lapang penuh rerumputan. "Ayo kita kesana!"
Memikirkannya saja sudah membuat jantungku mau copot. Setiap langkah kakiku, semakin pula pikiranku memikirkan yang terburuk. "Baiklah berdiri di sini! Akan kusiapkan sebentar lagi."
Sosoknya terbang melewati pepohonan di hadapanku. Keheningan. Sial, apa yang dilakukannya sekarang? Aku berjongkok mengistirahatkan kaki. Kira-kira sudah 15 menit burung itu menghilang entah kemana.
Sesuatu di bawah kakiku bergetar. Pohon di hadapanku bergetar sedemikian rupa menakuti burung yang bertengger. Bukan hanya itu, seluruh hewan berlarian dari hutan ke arah lapangan di tempatku berdiri. Suara-suara hewan bercampur aduk.
Debu-debu beterbangan akibat hentakan kaki dengan ukuran yang bermacam-macam. Kedua tanganku berusaha menghalangi partikel debu tapi yang terpenting lagi, aku tidak mau mati tertabrak sosok hewan besar yang panik.
Getaran di tanah semakin kencang diiringi oleh suara hentakan. Sebuah sosok yang familiar muncul dari rentetan kayu. Sosok yang hanya ingin kulihat lewat penglihatan mata kerajaan langit, tidak secara langsung dihadapanku. Makhluk mimpi buruk yang keluar dari kabut paling dalam. Screen kembali mengagetkanku.
=======================================
Unit-026: Gigantomach Crocodilus
Deskripsi: *DirahasiakanDirahasiakanDirahasiakanDirahasiakanDirahasiakanDirahasiakan*
Komposisi: 60% daging, 40% mekanik
Kekuatan: Level 7
Kerabat: Unit-027
=======================================
Nafasku makin tidak karuan. Screen ini tidak membantu. Sosok kepala buaya yang tidak nyata dengan mulut menganga selamanya. Dua bola mata merahnya melihat ke sekeliling dengan alur yang tidak normal. Mata sebelah kanan melihat ke arah kanan di saat yang sama saat mata sebalah kirinya melihat ke arah kiri, lalu sama-sama melihat atas bawah, lalu berputar tak karuan. Setelah itu kedua matanya menatap ke arahku.
Kaki gemuk reptilnya menggeser-geser tubuhnya saat melihat gerakan kecilku. Diiringi oleh 'tangan besar' yang keluar dari sekat tubuh bagian belakangnya. 'Tangan besar'nya seperti membentuk kaki bagian belakang belalang. Sebuah ekor keras layaknya kalajengking menggantung di atasnya namun tidak mempunyai ujung tajam, hanya seperti gada besar.
Makhluk yang memang terwujud dari mimpi buruk seorang. Satu lahan dengan makhluk itu merusak realita yang kukenal selama ini. Kakiku semakin susah menahan bobot tubuh di atasnya. Melihatnya terus menerus membuatku patah semangat, dan Melodi melawan 20 makhluk seperti ini?
Sebuah percikan api mulai terbentuk dari mulutnya yang selalu menganga. Sebuah lontaran api dikeluarkan dari jarak 3 meter. Api setinggi 5 meter dengan diameter samping selebar jalan raya melaju dengan kecepatan yang mengerikan. Tanganku dengan cepat membuka Screen yang kemudian mengeluarkan angin yang membuatku terbang sebelumnya, namun yang sekarang kuterbangkan berbeda.
Lontaran api dimentahkan ke samping. Tangan kiriku terus menekan Screen di depannya. Hawa panas, sangat panas terasa menjilat-jilat tubuhku meskipun tidak mengenainya. 5 menit, tangan kiriku sudah merasakan sensasi tidak nyaman. 7 menit, keringat dingin mulai membasahi. 10 menit, mati rasa.
Api pun berhenti dilontarkan. Tangan kiriku bergetar hebat. Kenapa begitu? Apa ini efek dari jaringan? Aku harus segera menyelesaikannya! Sebuah bola api mulai terbentuk di tanganku. Lalu dilepaskan ke mulut makhluk itu. Sebuah erangan dahsyat keluar 'mulutnya' setelah ledakan bola api itu. Kena telak!
Asap ledakan perlahan-lahan hilang, memperlihatkan tubuh anehnya yang masih berdiri. Namun matanya sudah mati. Gerakan dan ancang-ancangnya sama sekali tidak berubah. Ia sudah tampak mati tapi kenapa masih dapat bergerak?
'Kaki belalang'nya meluncurkan tubuhnya tinggi ke udara. Tubuhku langsung reflex menghindar. Hampir saja! Kalau tidak, aku akan rata. Namun sekarang sosoknya berada tepat di depanku. Tangan besar yang seperti kaki belalang kini dapat kusentuh dengan kedua tanganku.
Potongan gelap di tubuh bagian belakang memikat perhatian. Sebuah mata bersinar seperti mata kerajaan langit lainnya melirikku dari dalam lubang potongan itu. Seketika kaki belakangnya melompat menjauhiku. Sosok depannya yang sudah mati sekali lagi berhadapan denganku.
Aku tersenyum. Makhluk ini sudah takut. Tinggal melukai apapun di dalam sekat hitamnya itu. Tapi bagaimana? Kaki belakangnya yang paling mengganggu dari apapun.
Tubuhnya kembali direndahkan. Tanganku kembali mengaktifkan Screen. Sosok besarnya meluncur tepat ke arahku. Nafas senantiasa kuatur, lalu menekan Screen ke arah bawah. Hembusan angin menerbangkanku lagi. Namun kali ini hanya beberapa kaki di atas, tepat saat makhluk itu meluncur ke lokasiku di tanah.
Kaki ini mendarat di atas kulit lembek makhluk itu tepat di depan sekat hitam misterius. Mata di balik bayangan sekat itu mengecil karena kehadiranku. Screen aktif, ini serangan terakhir! Bola api kulepaskan pada potongan hitam di kulitnya. Segala energi kukumpulkan pada serangan dan teriakan ini.