Hayati dan Akbar akhirnya mulai dekat kembali, mereka bersenda gurau bersama. Ditengah asik berbicara, tiba-tiba suara pintu kamar Hayati berbunyi. Menandakan seseorang sedang mendorong pintu, ketika mereka berdua menoleh ternyata orang tua mereka berdua.
"Nah gitu dong, harus akur dan romantis," Ledek Ara.
"Apa-apaan sih, Ma," jawab Akbar malu-malu.
"Kalau gini, Mama sama Papa kan senang melihatnya," ucap Hana.
Hayati terdiam, dia juga merasa malu seperti yang dirasakan oleh Akbar.
"Sudahlah Ma, jangan di ledek terus. Mereka malu-malu tuh," Sandi ikut-ikutan ngeledek.
"Lucu ya, Ma. Lihat mereka berdua," kata Iyan.
Serentak mereka semua tertawa dengan tingkah Akbar dan Hayati yang salah tingkah.
"Coba dari awal, kalian langsung akur kayak gini. Mama dan Papa gak usah repot-repot ngomel sana sini," ucap Ara.
"Iya benar banget tuh, Ma," Iyan menyetujui.
Ditengah keasikan mereka mengobrol, handphone Hayati berbunyi. Menandakan sebuah panggilan masuk, dengan senang hati, Hayati mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum, Hayati," Terdengar suara yang tidak asing di telinga Hayati.
"Waalaikumsalam, Sofia. Ada apa?" tanya Hayati.
"Aku sekarang ada di depan rumahmu, dari tadi aku bel gak ada satu pun orang yang keluar," kata Sofia. Mendengar perkataan Sofia, Hayati bingung dan panik. Apa yang seharusnya dia lakukan sekarang, Akbar belum juga pulang dengan keluarganya. Tidak mungkin juga jika Hayati harus mengusirnya.
"Kamu tunggu diluar dulu, ya. Jangan masuk, biar nanti aku kasih tahu sama Mama," jawab Hayati.
"Iya, sudah. Aku tutup dulu telponnya," ucap Sofia memutuskan panggilan.
Hayati memberi kode sama Akbar dengan mengedipkan kedua mata, namun Akbar juga belum peka.
"Siapa yang telpon, Hayati?" tanya Hana.
"Temanku, Sofia Ma," jawab Hayati.
"Boleh aku minta waktu berbicara sebentar dengan Akbar, Ma," tanya Hayati.
"Tentu saja boleh," jawab Hana. Seketika itu orang tua keduanya keluar dari kamar Hayati kembali.
"Akbar, gawat.... Di luar ada Sofia dan Marwah ingin menjengukku," ucap Hayati.
"Terus, kenapa?" Dengan polos, Akbar menjawab santai.
"Bagaimanapun, aku masih belum siap sahabat sahabatku tahu tentang perjodohan ini," kata Hayati.
"Kamu tenang saja, nanti kalau mereka tanya. Aku tinggal menjawab bahwa aku menjenguk mu," Akbar meyakinkan Hayati.
"Kalau semisal mereka tanya sama orang tua kita?Lebih mencurigakan jika kamu kesini bersama orang tuamu," ucap Hayati.
Mendengar akan hal itu, Akbar mulai merasakan panik. Namun sekarang mereka tidak bisa berbuat apa-apa, sebab Sofia dan Marwah sudah ada di luar. Sedangkan Akbar bingung mau pamit, dengan segala pikiran kacau yang ada. Akhirnya Akbar memiliki ide, untuk mengajak kedua orang tuanya pulang lewat pintu belakang. Segera Akbar keluar dari kamar Hayati tanpa pamit, Akbar melihat ke setiap ruangan. Setelah didapati Sofia dan Marwah belum masuk, Akbar langsung ke orang tuanya.
"Ma, Pa. Ayok pulang, tapi pulangnya lewat pintu belakang saja," Pinta Akbar.
"Kenapa harus lewat pintu belakang, Akbar?" tanya Ara.
"Iya, Ma, Pa. Biar ada perbedaan saja antara pintu masuk dan pintu keluar," Akbar menjawab ngasal.
Bel rumah kembali berbunyi, Hana siap-siap membuka pintu. Sebelum Hana sampai ke pintu depan, Akbar langsung meraih tangan Hana dan Sandi, dan Akbar segera izin pamit pulang. Ara dan Iyan yang kebingungan juga menurut saja ketika Akbar menarik tangan mereka lewat pintu belakang.
"Kalau begitu, kita pulang dulu, ya." Pamit Ara dengan sedikit buru-buru. Tanpa berpikir panjang akhirnya Akbar berhasil membawa kedua orang tuanya ke teras depan rumah, setelah Sofia dan Marwah masuk ke dalam. Hampir saja, Akbar ketahuan. Beruntungnya akalnya yang cerdik membantunya. Di lain sisi tampak Sofia dan Marwah sedang basa-basi dengan Hana.
"Hayati belum sembuh, tante?" tanya Marwah.
"Alhamdulillah, panasnya sudah mendingan. Kalian ke kamarnya sudah, biar tante buatkan minum dulu untuk kalian," ucap Hana.
"Terimakasih, tante," ucap Sofia dan Marwah bersamaan.
"Iya, Sama-sama," jawab Hana dan berlalu pergi ke dapur.
Hayati masih saja melamun di dalam kamar, dia masih mereka-reka apa yang terjadi saat itu. Setelah Hayati melihat wajah sahabatnya, Hayati lega. Berarti Akbar bisa pulang dengan mudah, tanpa sepengetahuan Sofia dan Marwah.
"Hayati, kita datang..." kata Sofia sembari membuka pintu kamar Hayati.
Hayati hanya tersenyum dan mempersilahkan mereka duduk di samping Hayati.
"Tadi yang datang siapa?" tanya Marwah.
"Yang datang? Maksudnya?" kata Hayati pura-pura tidak tahu.
"Di depan ada mobil, itu mobilnya yang jenguk kamu kan?" tanya Marwah.
"Iya, pasti tadi ada yang jenguk. Itu ada buah-buahan," imbuh Sofia.
"Oh, itu tante dan om," jawab Hayati.
"Sudah, gak usah di bahas," imbuh Hayati.
"Hemmm, Om dan tante toh. Gimana keadaanmu sekarang?" tanya Sofia sembari memegang dahi Hayati.
"Alhamdulillah, sudah mendingan," jawab Hayati.
"Syukur lah kalau begitu, ikut senang aku," kata Sofia.
"Aku juga senang," kata Marwah.
Mereka pun bermain bersama, dan saling bertukar cerita. Hal yang biasa mereka lakukan adalah menonton film bersama, begitu banyak kisah indah di dalam persahabatan mereka. Meski tak jarang ada saja hal yang membuat mereka terkadang cekcok.
"Minuman datang.." kata Hana sembari membawa nampan berisikan dua gelas juz buah.
"Terimakasih, tante." kata Sofia dan Marwah.
"Iya, sama-sama. Tante letakkan di atas meja, ya," Hana menaruh di atas meja.
"Kalian jangan lupa untuk meminumnya," imbuh Hana.
"Siap, tante."
Hana langsung keluar dari kamar Hayati, sedangkan Hayati dan sahabat sahabatnya melanjutkan obrolan demi obrolan yang tidak jelas.
"Sebenarnya kamu kenapa? Hayati? Tidak seperti biasanya kamu demam, apa mungkin karena bullyan waktu itu?" tanya Sofia.
"Kalian tidak perlu khawatir, aku demam karena kecapean saja. Tidak ada hubungannya dengan bullyan itu," jawab Hayati meyakinkan.
"Yakin? Bukan karena masalah bully-an itu?" tanya Marwah.
"Iya, bukan karena itu semua. Tenang saja, besok aku akan kembali sekolah. Sebab, demamku sedikit hilang," kata Hayati.
"Syukurlah kalau begitu, aku juga ikut senang mendengarnya," kata Sofia.
Mereka bertiga pun berpelukan.
"Oh, ya. Aku mau tanya?" kata Sofia.
"Iya, tanya saja?" kata Hayati.
"Menurut kalian, tipe cewek Akbar seperti apa ya?" Lagi-lagi Sofia menanyakan tentang Akbar.
"Segitu ngefansnya kamu sama Akbar, hingga pertanyaan itu seringkali di ulang," ucap Hayati.
"Gimana ya? Soalnya aku belum bisa menemukan cowok seperti Akbar, mungkin kalau nanti ada, aku akan move on," ujar Sofia.
"Aku juga mungkin akan move on," ucap Marwah.
"Jadi kalian berdua lagi bersaing agar menjadi cewek idaman Akbar?" tanya Hayati.
"Gak bersaing sih, cuma ingin mempelajari saja. Siapa tahu jodoh, hihihi..." ucap Sofia cengengesan.
"Kalau kalian memang ingin tahu, kalian lihat saja Reva," ucap Hayati.
"Kenapa bisa Reva?" tanya mereka berdua bersamaan.
"Iya, sebab memang dia cewek idaman Akbar," jawab Hayati.
"Kalau seperti Reva, bagaimana mungkin kita bisa. Jelas kita lebih baik dari pada Reva," Sofia pun mengutarakan hal itu dengan kepedean nya. Sebab itulah Hayati dan Marwah ikutan tertawa.
_Haiii Pembaca setia Hayati, Maaf ya sudah lama gak update. Semoga kalian suka dengan cerita nya, selamat membaca. Terimakasih....
Jangan lupa Collect, Review dan kasih bintang ya... 🥰