Mereka bertiga semakin asik bercanda, hingga mereka lupa. Bahwa sang surya sudah menyembunyikan sinarnya, hari semakin gelap, Sofia dan Marwah izin pamit dan pulang ke rumahnya masing-masing. Kali ini, Hayati kembali sendiri di kamar nya. Dia kembali menggeser-geser handphone nya, setelah dia bosan, dia menonton televisi. Hingga malam larut dan diapun bergegas untuk tidur, setelah dia makan dan meminum obatnya.
***
Sinar mentari kembali menyapa bumi dengan kehangatan yang terpancar dan memberikan pesona alam yang begitu indah, Hayati bangun dengan badan yang sudah segar. Hayati bersiap untuk berangkat sekolah pagi ini, dia tidak ingin ketinggalan mata pelajaran hari ini.
"Pagi, Ma, Pa," sapa Hayati dengan atribut sekolah yang sudah lengkap.
"Anak Mama sudah rapi sekali? Mau ke mana?" tanya Hana.
"Mau sekolah, Ma," jawab Hayati.
"Sudah sembuh?" tanya Sandi.
"Sudah, dong! Pa," jawab Hayati.
"Tidak istirahat dulu, kan baru sembuh," ucap Hana.
"Tidak, Ma. Aku tidak mau ketinggalan mata pelajaran lagi, aku sudah hampir mau lulus. Aku harus lulus dengan nilai yang bagus," jawab Hayati.
"Kalau memang itu mau mu, ya sudah, asal nanti kalau serasa capek, kamu pamit pulang duluan saja," kata Sandi.
"Siap, Pa," jawab Hayati sembari memberi hormat.
"Sarapan dulu, Mama buatkan susu. Agar kamu lebih bersemangat ke sekolah hari ini," ucap Hana.
"Iya, Ma," jawab Hayati.
"Jangan capek-capek di sekolah, jangan buat Mama dan Papa khawatir lagi," ucap Sandi.
"Iya, Pa," jawab Hayati sembari mengunyah roti yang disantapnya.
Setelah selesai sarapan, mereka bersiap-siap berangkat. Seperti biasa, Hayati di antar oleh Sandi. Di sepanjang perjalanan begitu banyak hal yang diceritakan oleh Sandi mengenai kehidupan yang tidak mudah ini, dengan pengalaman yang Sandi miliki, Sandi berharap Hayati akan tumbuh menjadi wanita yang dia inginkan. Hayati yang mendengarkan hanya bisa mengangguk-angguk pelan, meski Hayati tidak semua paham apa yang sedang dibicarakan oleh papanya itu. Sampai mereka sampai di depan pintu gerbang sekolah Hayati. Hayati turun dan bersalaman dengan Sandi.
"Nanti pulangnya, biar Mama yang jemput. Papa harus ada meeting dengan klien jadi pulang malam," ucap Sandi.
"Iya, Pa." jawab Hayati berlalu pergi.
Hayati melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri, dia menemukan kedamaian yang sempat hilang beberapa hari. Ternyata gosip tentang dia dan Akbar sudah tidak dibahas kembali oleh teman-teman sekolahnya. Hayati bergembira akan hal itu, dia akhirnya bisa tersenyum lega.
"Hayati...." Panggil Sofia.
Hayati tersenyum dan membalas sapaan Sofia.
"Sofia...."
"Kamu lihat Marwah?" tanya Sofia.
"Belum lihat, aku juga baru datang," jawab Hayati.
"Ayok, bantu aku cari Marwah," ajak Sofia.
"Tumben kamu mencari Marwah, memang ada apa?" tanya Hayati.
"Marwah punya janji mau mentraktir makan di kantin, takutnya lupa tuh anak," kata Sofia.
"Nanti juga ketemu Marwah, tanpa dicari. Lagian ke kantinnya nanti kalau sudah istirahat," ucap Hayati.
"Iya sih, cuma aku mau memastikan saja. Marwah bawa uangnya apa tidak," ucap Sofia.
"Iya, sudah. Kita cari Marwah bersama-sama," ujar Hayati.
Hayati dan Sofia bersama-sama mencari Marwah dari setiap sudut sekolah, namun Marwah tidak kunjung ketemu. Setelah mereka lelah berjalan dan bel mau berbunyi beberapa menit lagi, akhirnya mereka memutuskan kembali ke kelas. Sesampainya di kelas, ternyata Marwah sudah duduk manis di bangku nya.
"Lah ini Marwah," kata Hayati.
"Iya," jawab Sofia.
"Memang ada apa?" tanya Marwah.
"Kita berdua keliling sekolah tadi, untuk mencari mu," jawab Hayati.
"Iya, kita mencari mu hanya untuk bertanya. Kamu bawa uangnya kan?" tanya Sofia.
"Uang apa?" tanya Marwah.
"Uang untuk mentraktirku makan," jawab Sofia.
"Tentu bawa," kata Marwah.
Akhirnya Sofia duduk dengan tenang, sedangkan Hayati juga duduk. Tidak lama kemudian, Akbar masuk ke dalam kelas. Dengan pesonanya Akbar seakan-akan bagaikan artis terkenal. Hayati terus memperhatikan Akbar, dia teringat akan kebaikan Akbar kemarin. Hayati mencoba tersenyum ketika melihat ke wajah Akbar, namun Akbar acuh tak acuh, seakan dia tidak peduli.
'Masih belum ku mengerti tentang sikap Akbar, kenapa dia begitu baik, kadang begitu dingin,' gumam Hayati. Hayati terbuai akan lamunannya, dia tidak menghiraukan apa yang di bicarakan oleh sahabat-sahabatnya. Sehingga bel pun berbunyi, waktu pelajaran akan di mulai. Pelajaran kali ini berjalan sebagaimana mestinya, seperti hari-hari biasanya. Hayati dan teman-temannya begitu antusias dalam belajar, mengingat dua bulan lagi ujian nasional akan dilaksanakan. Mereka semua berlomba-lomba lulus dengan nilai yang baik, sehingga mereka bisa memilih perguruan tinggi yang mereka inginkan. Begitu singkat mereka duduk di bangku SMA, tiga tahun begitu tidak terasa. Mereka juga sudah mempersiapkan acara perpisahan, studytour terakhir kalinya. Mungkin mereka akan kembali bernostalgia serta mengenang masa-masa indah seperti ini. Bel istirahat berbunyi, pertanda mata pelajaran pagi ini sudah usai di lalui. Semua siswa-siswi berhamburan, ada yang ke kantin, ada yang ke taman, ada yang ke perpustakaan dan lain-lain.
"Tidak terasa ya, waktu begitu cepat berlalu," kata Sofia ketika mereka menuju ke kantin.
"Iya, bakalan rindu kalian semua," ucap Marwah.
"Iya," kata Hayati.
Mereka segera memesan makanan dan duduk di tempat favorit mereka. Dari arah kejauhan Hayati melihat Akbar sedang memasuki kantin, dia berjalan menuju Reva yang sedang duduk tepat di belakang Hayati dan teman-temannya. Hayati kembali melempar senyuman, namun lagi lagi, Akbar tidak merespon.
'Kenapa sikapnya suka berubah-ubah? Apa mungkin memang setelah kejadian kemarin, semuanya selesai,' gumam Hayati.
"Ternyata benar, kata Hayati. Kriteria cewek Akbar seperti Reva," ucap Sofia berbisik.
"Iya, apa ya yang menarik dari Reva?" tanya Marwah.
"Kita tidak mungkin tahu spesialnya seseorang jika dari awal kita tidak menyukainya," jawab Hayati.
"Benar juga, sih. Apapun spesialnya Reva, yang jelas hanya Akbar yang tahu," jelas Sofia.
"Sudahlah, tidak usah bahas masalah Reva dan Akbar lagi," kata Hayati.
"Iya, tidak usah hiraukan mereka lagi," imbuh Marwah.
Akhirnya mereka menyantap hidangan di kantin bersama-sama, mereka sembari mengobrol tentang masa depan mereka. Mereka telah berencana untuk melanjutkan ke Universitas yang sama, agar persahabatan mereka terus berjalan.
"Aku sudah tidak sabar untuk masuk ke Universitas, pasti banyak cowok-cowok ganteng di sana," Sofia berbicara sembari menghayal.
"Jadi kamu kuliah hanya untuk mencari cowok ganteng?" tanya Marwah.
"Gak gitu, sambil menyelam minum air lah intinya," jawab Sofia.
" Iya, sama saja kalau gitu," ujar Marwah.
"Mencari ilmu, kalau semisal dapat bonus jodoh ya apa boleh buat," jelas Sofia.
"Sofia ini ada ada saja, kuliah kok bisa ada niat gak baiknya," ujar Hayati.
"Mumpung masih muda, Hayati. Kapan lagi bisa seperti itu," jawab Sofia sambil meminum juz Avocado yang dipesannya.
"Menurutku, kuliah saja dulu yang pintar. Masalah jodoh nanti menghampiri dengan sendirinya," ujar Marwah.
"Aku setuju dengan pendapat Marwah kali ini, lulus SMA saja belum. Sudah mikir kejauhan," imbuh Hayati.
"Begitu, ya. Oke deh, aku juga setuju dengan pendapat kalian," Sofia menyetujui.
Setelah mereka mengobrol panjang lebar, mereka memperhatikan gerak gerik Akbar dan Reva yang sedari tadi duduk di belakang mereka. Mereka semua diam-diam menguping, mereka penasaran dengan hubungan Akbar dan Reva yang sebenarnya. Ternyata Akbar dan Reva hanya berkomitmen untuk saling menjaga hati, mereka tidak berpacaran dengan alasan masa depan mereka ingin mereka raih. Begitu mesra dan lembut sikap Akbar kepada Reva, sikap itu jauh berbeda dengan sikap Akbar kepada Hayati. Hayati hanya bisa terdiam dan berpikir keras, mungkin Akbar hanya basa-basi dengannya, dengan tekad yang kuat, Hayati berusaha untuk menetapkan pilihannya untuk menolak perjodohan itu. Hayati tidak ingin hatinya justru menyukainya, jika terus-terusan ingat kebaikan Akbar.
Bel kembali berbunyi, pertanda kembali masuk ke dalam kelas. Semua siswa-siswi kembali berkumpul di kelasnya masing-masing, untuk mengikuti mata pelajaran hari ini. Hari ini waktu seperti biasanya, begitu cepat berlalu. Tidak ada yang spesial, dan tidak ada hal yang menghebohkan seperti kemarin, bagi Hayati.