"Ayo! Foto sama aku," ucap Akbar, ketika dia berada di gedung perpisahan bersama Hayati.
"Ada angin apa kau mengajakku foto berdua?" tanya Hayati dengan sedikit memalingkan wajahnya.
"Aku hanya ingin memperbaiki semuanya, aku sadar selama ini aku selalu jadi cowok yang menyebalkan."
"Nah itu kamu sadar! By the way, Reva ke mana? Nanti dia cemburu dan marah-marah seperti biasanya,"
"Gak tahu juga dia ke mana? Ayo! Foto bareng," ajak Akbar.
"Oke kalau begitu," Hayati pun mengiyakan ajakan Akbar.
"Aku ikutan dong!" kata Sofia.
Marwah juga bersama mereka, jadi mereka berfoto bersama. Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, namun dengan perpisahan semua orang akan mengerti tentang arti kehadiran.
"Aku minta maaf, atas kesalahanku selama ini," ucap Akbar.
"Iya, sama-sama. Aku juga minta maaf." kata Sofia.
Antara mereka semua sudah tak ada lagi yang namanya perselisihan dan pertengkaran. Masa remaja mereka sebentar lagi juga akan berlalu, mereka semua terharu dan tidak percaya, waktu begitu cepat berlalu.
"Rasanya baru kemarin, kita dipertemukan di sekolah ini," ujar Hayati.
"Iya, ingat gak? Pertama kali kita bertemu karena aku bantu kamu yang kehilangan buku catatannya," ucap Sofia.
"Iya, itu awal kita bersahabat bukan?" tanya Hayati.
"Benar, jadi rindu masa-masa itu." ucap Sofia.
Mereka kembali mengingat masa lalu mereka yang indah, waktu itu mereka masih anak baru yang penakut. Bahkan pekerjaan rumah saja tidak pernah mereka abaikan, terutama takut telat masuk sekolah. Mereka akhirnya lega, bisa lulus tepat pada waktunya.
Hayati juga teringat akan pertama kali dia bertemu dengan Akbar, meski sebelumnya mereka memang sudah kenal dari kecil. Namun, sikap keduanya berubah saat mereka menolak perjodohan itu.
Gedung sudah dihiasi dengan balon dan dekorasi yang indah, semua siswa-siswi kelas 12 baik jurusan IPA, Bahasa, dan IPS sudah menunggu untuk di wisuda. Mereka semua sudah lengkap menggunakan toga kebanggaan mereka, tidak lupa juga dengan para wali murid yang turut diundang untuk menyaksikan para putra-putrinya.
"Anak Mama memang cantik," kata Hana.
"Iya dong, Ma. Anak siapa dulu," kata Hayati saat dia bersama mamanya.
"Tante," sapa Marwah dan Sofia.
"Iya," jawab Hana.
"Kalian sekelas juga sama Akbar ya?" tanya Hana.
"Iya, tante. Tante kenal sama Akbar?" tanya Sofia.
"Iya jelas kenal dong, Akbar itu anak dari sahabatnya Om sama tante. Iya kan, Pa?" tanya Hana.
"Iya, Ma. Benar, Akbar anaknya bagaimana? Baik? Di mana dia sekarang?" tanya Sandi.
"Baik sih, Om ..." Belum sempat Sofia melanjutkan pembicaraan mereka, Hayati memotong pembicaraan.
"Ma, Pa. Kita duduk di sana yuk!?"
Hayati menunjukkan ke kursi kosong yang ada di aula pertemuan.
"Sofia, Marwah. Mama dan Papa kalian di mana?" tanya Hayati.
"Ada di sana!" tunjuk Sofia dan Marwah bersamaan ke kursi depan.
"Ya sudah, kita duduk di sana," ajak Hayati.
'Hampir saja, Mama dan Papa membocorkan perjodohan antara aku dan Akbar.' Gumam Hayati dengan nafas lega.
Mereka berjalan menuju kursi kosong, mereka duduk berbaris.
***
Sedangkan Akbar masih di toilet bersama ke dua orang tuanya. Dia bingung harus berbuat apa, dia takut jika perjodohan mereka berdua akhirnya terbongkar. Akbar sengaja berlama-lama di toilet, berharap agar Mama dan Papanya tidak berjumpa dengan orang tua Hayati.
"Akbar! Ayo cepat, acaranya sebentar lagi akan dimulai," teriak Ara.
Sebab Akbar tak kunjung keluar, akhirnya Iyan masuk dan menyusul Akbar.
Mendengar langkah kaki dan melihat wajah Iyan dari cermin, Akbar berpura-pura membersihkan tangannya di wastafel kamar mandi.
"Ayo! Sebelum acaranya dimulai," ucap Iyan.
"Iya, Pa."
Dengan berat hati, Akbar melangkahkan kakinya ke aula. Dia komat-kamit baca doa agar dirinya tidak bertemu dengan Hayati dan juga orang tuanya. Diperjalanan menuju aula pertemuan, dia bertemu dengan Reva.
"Pagi, Om, Tante," sapa Reva dengan menjabat tangan Iyan dan Ara.
"Pagi," jawab orang tua Akbar.
"Aku Reva Om, Tante. Teman sekelas Akbar," Reva memperkenalkan diri.
"Oh ya! Aku dan Om orang tua Akbar." kata Ara.
"Kamu gak masuk ke aula, Reva?" tanya Akbar.
"Ini baru mau masuk ke aula," jawab Reva sembari merapikan riasannya.
"Ke-2 orang tuamu di mana?" tanya Akbar.
"Mereka ada di aula," jawab Reva.
Perjalanan menuju ke aula, Reva semakin tebar pesona kepada orang tua Akbar. Dengan sikap manisnya dia berusaha meluluhkan hati orang tua Akbar, Reva berharap dengan begitu, Reva akan dijadikan menantu oleh orang tua Akbar. Namun lain halnya dengan ke-2 orang tua Akbar yang sedari tadi berbicara tentang Hayati, Reva yang mendengarkan sedikit kesal.
"Kalau boleh tahu, Tante. Hayati itu masih saudaranya Akbar?" tanya Reva.
"Oh! Bukan, orang tua Hayati masih berteman baik dengan kita," jawab Ara.
"Gitu ya, Tante." jawab Reva.
"Iya, Hayati sama Akbar kan kami jo..."
Sebelum Ara memperpanjang ceritanya, Akbar mengalihkan pembicaraan.
"Reva, sekarang sudah jam berapa?" tanya Akbar.
"Pukul 09.00," jawab Reva melihat ke arah jam tangan yang dikenakannya.
"Ayo! Ma, Pa. Segera masuk, sebentar lagi acara akan dimulai." kata Akbar.
'Huf.. untung saja tidak ketahuan.' Gumam Akbar menghela nafas.
Mereka berjalan dengan cepat menuju aula pertemuan. Akbar yang tidak ingin orang tuanya bertemu dengan orang tua Hayati, mencoba untuk mencari tempat duduk paling belakang. Namun siapa sangka, usahanya sia-sia. Justru Sandi, papa Hayati memanggil orang tua Akbar dan menyisakan kursi kosong untuk mereka. Reva yang juga melihat akan hal itu, berinisiatif mengajak orang tuanya juga duduk dengan orang tua Akbar.
"Ma, Pa. Ayo! Pindah ke depan!" ajak Reva.
Mama dan papanya Reva yang memanjakan Reva, mengikut saja dengan ajakan Reva.
Orang tua Reva, Akbar, Hayati dan kedua sahabatnya sudah berjejer rapi. Suasana menjadi hening seketika, hati Hayati beradu argumen dan hanya bisa menerka.
'Bagaimana ini? Semoga saja Papa dan Mama tidak membahas perjodohan kita.' Gumam Hayati.
Acara masih belum dimulai, para guru masih mempersiapkan semuanya. Sebab, acara akan dimulai pada pukul 09.30. Masih ada waktu lima belas menit untuk mereka berbincang-bincang.
"Senang ya, Jeng. Lihat anak kita diwisuda," ucap Hana.
"Iya, Jeng. Ternyata anak-anak kita sudah beranjak dewasa." jawab Ara.
Kedua orang tua mereka lagi asik berbicara, beruntung pembicaraan mereka hanya bisa di dengar oleh Akbar, Hayati dan Papa mereka. Raut wajah Akbar dan Hayati begitu panik, mereka berdua hanya bisa berbicara lewat isyarat wajah. Sedangkan Reva yang memperhatikan mereka, cemburu dan ikut-ikutan memberikan isyarat wajah yang kesal kepada Hayati. Hayati hanya bisa terdiam, sampai acara wisuda pun dimulai.
Satu persatu siswa-siswi dipanggil untuk mengukuhkan dalam acara prosesi wisuda, mereka semua senang. Terlebih Hayati, seperti yang dia inginkan. Dia mendapatkan nilai terbaik dan lulusan terbaik di kelas 12 IPA, sedangkan Akbar mendapatkan urutan nomor 2. Orang tua mereka turut bangga, dan sahabat-sahabatnya juga ikut merasakan kebahagiaan yang mereka dapatkan. Piala tropi dipegang mereka, serta ijazah kelulusan mereka.