Pagi kembali menyapa, Hayati bergegas membereskan semua barangnya dan sarapan terlebih dahulu. Begitu juga dengan Akbar, dia juga melakukan hal yang sama seperti yang Hayati lakukan.
"Kamu dah siap? Kita mau naik apa?" tanya Hayati saat mereka berdua sedang sarapan.
"Kita naik Bus, biar nanti aku yang nyari. Kamu tenang saja, aku akan jagain kamu. Sesuai dengan amanah yang diberikan oleh Papa dan Mama." jawab Akbar. Mereka berdua melanjutkan mengunyah sarapan mereka.
"Aku gak nyangka, kalau orang tua kita akan memiliki rencana seperti ini!" ujar Hayati.
"Iya, sama sih! Tapi biarlah, sudah terjadi. Rencana kita yang gagal, justru orang tua kita menang." ucap Akbar.
"Sebenarnya aku masih kurang keliling yogyakarta, namun apa boleh buat. Kita harus pulang hari ini." kata Hayati.
"Kapan-kapan kita ke sini lagi, kalau sekarang. Kita sebaiknya pulang, aku tidak sabar untuk marah-marah sama Papa dan Mama," curhat Akbar.
"Gak usah marah-marah lah, aku saja berencana untuk ngambek. Tapi lucu juga orang tua kita, ada saja tingkahnya." kata Hayati.
"Iya."
Setelah mereka selesai makan, mereka mengambil koper mereka masing-masing di kamar. Mereka berjalan bersama-sama ke kamar hotel tempat mereka menginap.
"Sudah?" Tanya Akbar.
Akbar yang sudah siap menunggu Hayati di depan kamarnya.
"Sudah."
Masing-masing dari mereka menarik koper mereka dan sudah siap untuk pergi, mereka ke ujung jalan dan mencari angkot, sebelum mereka naik Bus. Perjalanan mereka tidak seperti waktu pertama mereka ke Yogyakarta. Meski ada kecewa dalam hati, namun mereka tetap menikmati suasana yogyakarta untuk yang terakhir kalinya.
"Kamu jadi kuliah dimana?" tanya Akbar.
"Aku kuliah di Universitas Brawijaya, kalau kamu?"
"Gak tahu ya, soalnya masih bingung mau lanjut kemana." jawab Akbar.
"Oh!"
"Kalau bisa aku tidak mau satu kampus sama kamu, aku mau sama Reva." Ujar Akbar.
"Kenapa seperti itu?"
"Kamu tahu kan? Kalau aku satu kampus lagi sama kamu, yang ada rahasia perjodohan kita akan terbongkar, kamu juga gak mau kan? Hal itu terjadi?" tanya Akbar dengan tatapan yang tajam.
"Iya sih! Aku juga tidak ingin hal itu terjadi,"
"Maka dari itu, lebih baik kita berpencar. Tapi kamu jangan lupakan aku yang ganteng ini ya," Akbar mengangkat kedua alisnya.
"Hahaha.." Hayati hanya tertawa dengan sikap konyol Akbar.
"Yee... Tertawa lagi!" kata Akbar.
"Habisnya kamu lucu sih!" kata Hayati.
"Iya lah, mana ngangenin," imbuh Akbar dengan rasa percaya dirinya.
"Biasa saja sih menurut ku." ucap Hayati.
Mereka saling menghibur satu sama lainnya, mereka juga saling membantu. Bahkan semuanya sekarang harus dilakukan berdua, semua mereka lakukan agar mereka bisa pulang. Setelah menaiki angkot, mereka kembali menaiki Bus agar mereka sampai rumah mereka Masing-masing.
***
Sudah cukup lama mereka di dalam Bus, Hayati yang terlelap disandaran Akbar karena kelelahan. Akhirnya terbangun saat Akbar membangunkannya karena mereka sudah sampai. Kemacetan yang terjadi membuat mereka pulang larut malam, sehingga Hayati harus turun tepat di depan rumah Akbar juga.
"Aku pulangnya bagaimana?" tanya Hayati.
"Besok pagi aku antar, untuk sekarang kamu menginap dulu di rumahku," jawab Akbar melangkahkan kakinya ke rumah. Hayati mengikuti Akbar dari belakang, Hayati masuk ke rumah Akbar.
"Eh, anak Mama sudah pulang," sapa Ara.
Akbar tidak menjawab sapaan Ara, dia terus berjalan nyelonong ke kamarnya.
"Ada Hayati, bagaimana perjalanan kalian?" tanya Ara.
"Lancar, Tante."
"Kamu pasti lelah ya? Ayo! Biar kamu istirahat dulu di kamar tamu," ajak Ara dengan membantu Hayati membawakan kopernya.
"Ini kamarnya, anggap rumah sendiri ya? Kalau butuh apa-apa panggil Tante, semoga betah."
Ara meninggalkan Hayati sendiri di kamar tamu, Hayati yang sudah lelah, dia membersihkan tubuhnya terlebih dahulu dan dia pun bergegas untuk tidur. Hayati sulit memejamkan matanya, dia tidak betah tidur di rumah Akbar, begitu banyak pikiran yang melintas di benaknya. Dia justru senyum-senyum sendiri mengingat akan masa depan jika dia benar-benar menikah dengan Akbar. Dia juga tak habis pikir, kenapa hayalan itu bisa muncul di dalam benaknya.
"Daripada aku terus teringat hal-hal yang seharusnya tidak ku ingat, lebih baik aku tidur," ucap Hayati. Hayati memaksakan diri untuk tidur, dan dia akhirnya bisa terlelap juga.
Sedangkan di kamar Akbar, Akbar marah-marah sama mamanya, saat Ara mencoba untuk menanyakan perjalanan mereka berdua.
"Lain kali, Mama jangan seperti itu lagi! Aku tidak suka!"
"Niat Mama dan Papa kan baik, Akbar. Agar kalian semakin akrab dan mengenal satu sama lainnya."
"Aku sudah bilang dari awal kan, Ma. Kalau aku gak mau dijodohkan dengan Hayati, kenapa sih! Mama dan Papa tidak memberikan Aku kesempatan untuk mencari pasangan hidupmu sendiri."
"Oke! Kalau memang kamu maunya seperti itu! Kamu perkenalkan cewek pilihan kamu sama Mama dan Papa. Kalau memang cewek pilihanmu lebih baik dari Hayati, Mama dan Papa akan mengakhiri perjodohan kalian berdua." Ujar Ara dengan kesal.
Mendengar akan hal itu, Akbar menjadi ragu. Apakah dia harus mengenalkan Reva pada Papa dan mamanya? Sedangkan dia sendiri sudah mulai ragu kepada perasannya sendiri.
"Oke, baik! Aku akan memperkenalkan pilihanku pada Mama dan Papa, tapi nanti. Kalau sekarang, aku mau fokus kuliah dulu. Lagian aku masih muda, belum memikirkan untuk menikah." ucap Akbar dan dia berlalu untuk ke kamar mandi. Sedangkan Ara keluar dari kamar Akbar.
Di bawah air terjun dari shower, Akbar memikirkan perasaannya. Sebenarnya siapa cewek yang ada di dalam hatinya untuk saat ini. Terkadang bayangan Hayati ada di benaknya, setelah itu bayangan Reva. Dia bahkan tidak mengerti akan hatinya sendiri, dia bimbang dengan semuanya. Seakan ada satu hati dengan dua cinta di dalamnya. Jika harus memilih, Akbar sepertinya tidak bisa. Setelah Akbar selesai dengan kegalauannya di bawah tetesan air mancur, dia kembali ke kamarnya untuk bergegas tidur. Namun sebelumnya dia kembali membuka handphonenya, ternyata banyak panggilan masuk dari Reva. Akbar yang tidak tahu akan hal itu langsung mengirim pesan pada Reva dan memberitahu bahwa handphonenya tadi lowbat.
Dengan wajah yang menengadah ke arah langit-langit kamar, Akbar memikirkan lagi semuanya matang-matang. Dia mencoba untuk bertanya pada hati kecilnya sendiri, namun dia tidak menemukan jawaban yang pas.
"Susah sekali memilih antara mereka berdua, apa mungkin, karena seiring berjalannya waktu hatiku sudah berpindah ke lain hati? Atau mungkin perasaan ini hanya karena rasa kagum saja terhadap Hayati? Apa yang harus aku perbuat sekarang? Aku sudah terlanjur menerima tantangan Mama, apakah nanti aku tidak menyesal saat perjodohan ini benar-benar dibatalkan?"
Akbar sibuk dengan pikirannya sendiri, dia tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana, haruskah Akbar membatalkan perjodohan itu dan memperkenalkan Reva pada keluarganya? Atau mungkin Akbar dengan senang hati menerima perjodohan itu tanpa membantahmembantah? Semua masih menjadi teka-teki. Yuk! Ikuti terus kisahnya!
Terimakasih untuk para pembaca yang sudah meluangkan waktu untuk membaca karyaku Hayati, meski terbilang receh dan tidak sebagus cerita penulis yang sudah profesional. Penulis berharap agar pembaca terus mendukung novel ini, jangan lupa review, kasih bintang dan jadikan koleksi ya! Terimakasih.