"Thor bilang di luar bahaya. Mereka hancurin beberapa titik daerah yang ada di Jogja. Lebih baik kita sembunyi di sini dulu," jelas Biru. Dia duduk di lantai warnet sembari menyender ke sofa di belakangnya. Tidak lupa menepuk punggung seekor raptor dengan panjang tubuh dua meter di sampingnya. Arina bergidik ngeri melihatnya.
Arina menoleh ke Biru dan menatap tak percaya. "Kamu tahu bahasa raptor?"
"Kita komunikasi lewat pikiran?"
"Apa?!" Arina memekik tak percaya. Ia memijit pelipisnya, benar-benar lelah dengan hal-hal mustahil yang akhir-akhir ini ia dapati. Ini benar-benar gila. Dunia ini benar-benar gila.
"Aku juga awalnya kaget. Dia tiba-tiba ada di tengah jalan sewaktu aku pergi naik motor. Dan aku nggak tau gimana caranya si Thor ngasih pemahaman ke otakku kalau dia tersesat dan nggak tahu jalan pulang. Dan sampai saat ini, kalau Thor mau bilang sesuatu, pasti aku langsung tahu sebelum dia bilang."
"Berarti kamu yang bisa baca pikiran, Blue," kata Arina, kadang-kadang melirik Thor yang sedang duduk dan menatap Brownie interest. Mungkin karena Brownie menciap sedari tadi.
"Tapi kenapa Thor bisa paham perkataanku? Dan kalaupun aku bisa baca pikiran, kenapa aku nggak Bisa baca pikiranmu?"
Arina mengedikkan bahu lalu menghela napas panjang, lelah memikirkan sesuatu yang mustahil sedari tadi. "Entahlah. Aku capek, Blue. Lagian datang dari mana coba? Jurassic Park di Isla Nublar? Atau dari Isla Sorna? Dia naik apa ke Indonesia? Bukannya bakal lewatin lautan? Trus, bukannya itu cuma film? Aaahh, udahlah, nggak usah dicari tahu jawabannya. Ini gila! Ini mimpi!" seru Arina mulai sebal. Ia membanting punggung ke sofa di belakangnya. Biru di sampingnya tertawa.
Biru terkekeh lucu. "Ini nyata, Na. Nggak ada yang senyata ini."
"Iya, tapi isinya nggak nyata."
Tiba-tiba Thor berdiri. Arina langsung loncat mendekati Biru. Panjang tubuhnya dua meter dan tingginya satu setengah meter. Bagaimana Arina tidak kaget? Bahkan sedari tadi dia ketar-ketir karena satu ruangan dengan hewan mengerikan itu. Dia benar-benar ngeri jika tiba-tiba Thor lapar lalu memakannya.
"Kamu kasih makan apa, Blue?"
"Bayam sama wortel. Dia herbivora tulen."
"Apa?!" Lagi-lagi Arina memekik kaget. Ia benar-benar merasa gila dengan dunia yang gila ini. Seekor raptor makan bayam dan wortel? Herbivora? Bagaimana bisa?
"Nggak mungkin, Blue. Berarti dia bukan raptor, karena raptor karnivora. Tapi nggak mungkin juga. Dia bener-bener kayak velociraptor. Persis malahan kayak raptor di film Jurassic. Bahkan giginya masih tajam dan runcing. Bedanya dia nggak ada bulu kayak yang arkeolog teliti. Penggambaran di Jurassic emang agak berbeda sama bentuk raptor yang arkeolog paparin," jelas Arina, mengeluarkan hal-hal yang ia tahu tentang hewan favoritnya di film Jurassic itu, walaupun Arina masih ngeri ketika melihatnya langsung.
"Kamu tahu banget, ya?"
"Ya ampun, Blue. Kamu nggak tau aku dulu suka banget sama raptor. Sampai terobsesi pengen pelihara banyak raptor meski aku tahu itu mustahil. Aku juga berkali-kali nyari di Kakek Google tentang raptor sampai-sampai tahu dan hapal taksonomi nya. Gimana nggak? Setiap artikel yang aku baca pasti cantumin taksonominya."
Biru hanya mengangguk-angguk mendengarnya. "Buat hewan prasejarah, taksonomi emang perlu dicantumin, sih. Emang masih inget taksonominya?" Biru bertanya, mengetes ucapan Arina tadi.
"Seingetku dia masuk kingdom animalia, fi-"
"Jelaslah, masa mau masuk plantae?" sela Biru membuat Arina mengerucutkan bibi sebal.
"Diem dulu!" seru Arina. Biru hanya tertawa.
"Dia masuk kingdom animalia, filum chordata, kelas saurichia, ordo theropoda, famili dromaesaurid, genus velociraptor, terus ada dua spesies yang diketahui. Yang spesies pertama dikasih nama Mongoliensis soalnya pertama ditemuin di Gurun Gobi, Mongolia, China sama Peter Kaisen tahun 1928. Thor masuk spesies pertama ini kayaknya. Dan spesies kedua dikasih nama Osmolskae, tapi aku nggak terlalu tahu tentang spesies kedua ini," jelas Arina panjang lebar.
Biru menatap kagum dibuatnya. "Wow. Udah siap jadi ahli arkeolog nih."
Arina tersenyum miris. "Aku juga dulu pengen jadi arkeolog, tapi banyak orang bilang aku terlalu kekanakkan. Ya, emang sih, aku emang kekanakkan. Dulu, waktu kelas tiga SMP, dimana temen-temenku mikir keras buat jurusan yang paling manfaat buat hidup mereka, tapi aku? Aku masih tetep ngejar segala obsesi anehku," curhat Arina pada Biru. Biru dengan tenang menyimak segala ucapan Arina.
"Kamu tahu, setelah punya cita-cita jadi arkeolog, aku punya cita-cita lagi. Aku pengen jadi ilmuwan dan peneliti yang kerja di pusat WHO, Jenewa, Swiss. Aku dulu pengen banget bisa nemuin obat virus-virus yang belum bisa ditemuin sampai sekarang, misal virus HIV. Tapi, rasanya mimpi aku terlalu tinggi. Bahkan sampai punya mimpi pelihara raptor. Mustahil. Hahaha..." Arina tertawa karena ucapannya. Apakah dia sudah terlihat menyedihkan sekarang?
"Hei, Na," kata Biru. Arina yang sedang menyandarkan punggung ke sofa menoleh ke arahnya. "Mustahil itu nggak ada, dan nggak ada itu mustahil. Buktinya di depan kamu beneran ada di raptor."
"Ah iya, Blue. Aku tahu. Impossible is nothing. Nothing is impossible. Terus, tadi katanya mustahil itu nggak ada, berarti nggak ada itu mustahil tadi nggak ada."
"Emang iya, tapi mustahil juga nggak ada tadi juga mustahil," ujar Biru membolak-balikkan kata.
"Iya, Blue, tapi nggak ada itu mustahil tadi juga nggak ada." Arina berseru tak mau kalah.
Biru menghela napas. Rasanya tidak akan selesai-selesai jika berdebat dengan Arina. "Iya. Pokoknya gitu," kata Biru menyudahi perdebatan tidak jelas tadi.
Arina terkekeh mendengarnya.
Thor yang tadi duduk, tiba-tiba berdiri lagi. Arina kembali meloncat ke arah Biru, lebih dekat dari sebelumnya. Biru tertawa.
"Katanya mau pelihara raptor. Kenapa takut?" tanya Biru.
"Dia raptor aneh. Masa herbivora? Kalau dia kira aku wortel gimana?" tanya Arina membuat Biru tambah tertawa. Aneh-aneh saja yang dikatakannya.
Thor kembali bergerak. Kali ini ia mendekatkan moncong penuh gigi tajamnya ke Brownie. Arina histeris seketika. Apa yang akan dia lakukan?
"Brownie, minggir! Kamu menjauh Thor, jangan apa-apain Brownie!" seru Arina. Merasa namanya dipanggil, Thor segera menoleh ke Arina dan mendekatinya. Arina yang parno langsung bersembunyi di belakang Biru
"Blue, suruh dia menjauh." Arina meminta.
Dan menyebalkannya, Biru malah tertawa ngakak sambil mengelus-elus wajah Thor di depannya. "Thor, kamu mundur, ya? Mbak Arina lagi parno sama kamu." Biru berucap lalu kembali tertawa. Arina langsung meninju punggung Biru. Sangat keras sampai Biru berteriak kesakitan kendati masih tertawa.