"Insting," jawab Nana singkat.
Semua yang ada di ruangan itu dibuat terkejut dengan aksi Nana yang bisa melukai Harry hanya dengan sekali serangan.
"Jawab pertanyaanku dengan benar, bocah," Harry mulai tidak sabar dengan Nana.
"Aku sudah bilang, itu insting!" Nana juga mulai kesal dengan Harry.
"Kau..."
"Baiklah, baiklah, sudah cukup. Harry, mungkin itu memang instingnya, jadi jangan memaksanya begitu." sela Miguelle.
"Oke, aku anggap itu memang instingmu, atau mungkin karena kau keturunan Rolfe," Harry kemudian duduk dikursinya, sementara Nana tak menghiraukan perkataan Harry.
"Mig, kenapa kau tidak mengajak Nana keliling Ethudan?" tanya Judith.
"Mungkin besok, ini sudah terlalu gelap untuk berkeliling," sahut Miguelle, "Oh iya, malam ini aku mengundang kalian semua untuk makan malam dirumahku," sambungnya.
"Rumahmu yang mana? Yang di bumi atau Ethudan?" tanya Zecher.
"Tentu saja yang di Ethudan, rumahku di bumi tidak akan muat menampung kalian semua," canda Miguelle, "Kalau begitu aku pergi dulu, ku tunggu kedatangan kalian,"Miguelle dan Nana pergi meninggalkan ruangan, Devli juga ikut dengan mereka berdua.
Nana dibuat terpana oleh kemegahan rumah ibunya itu, "Jadi ini rumah ibu disini?"
"Iya, rumah ini adalah peninggalan Ayah mu," Miguelle kemudian mengajak Nana dan Devli masuk.
Nana lagi-lagi dibuat terpana akan bagian dalam dari rumah itu. Desain interior dari rumah orang tuanya itu sangat kental dengan nuansa eropa, cat putih yang digunakan sebagai warna dominan diruangan itu ditambah dengan penerangan berwarna warm white membuat mata Nana merasa nyaman.
*****
"Uwaw, keren abiezz..." kata Nana dengan kosakata alay nya.
"Hish, apaan sih kamu," sahut Miguelle.
Nana berjalan ke arah piano yang berada di dekat tangga, ia mengambil nafas sejenak kemudian mulai menekan tuts-tuts piano. Permainan Nana yang anggun membuat Miguelle dan Devli kagum, bahkan Bette yang sedang berada di dapur pun sampai menghampiri asal suara piano itu.
"Siapa yang mema-" Bette terdiam ketika tahu yang memainkan piano adalah Nana, "Ternyata Nona Nana, eh maksudku Nana," gumam Bette.
Saat Nana selesai bermain piano, Miguelle dan Bette memberikan tepuk tangan yang meriah sambil memujinya.
"Waah, Nana hebat sekali, bakat ini pasti di dapat dari Nyonya Miguelle," puji Bette.
"Dari mana kau belajar bermain piano sayang? Ibu ingat tidak pernah mengajarimu," tanya Miguelle, "Atau kamu ikut ekstra musik ya di sekolah?" sambungnya.
"Nana juga bingung, jangankan ikut ekstra musik, menyentuh piano saja tidak pernah," ucap Nana.
"Apakah Anda tidak mendengar yang Bette katakan barusan? Mungkin Nana mendapat bakat ini dari Anda," ujar Devli.
"Jadi Ibu bisa bermain piano?" tanya Nana penasaran.
"Tentu saja, Ibu ini yang paling hebat dalam bermain piano diantara para petinggi Ethudan," sombong Miguelle, ia kemudian berjalan menghampiri Nana.
"Huhu, Ibuku ternyata bisa sombong juga," gumam Nana pelan.
"Ekhem, Ibu denger lho..." Miguelle melirik Nana sekilas, lalu mulai menekan tuts-tuts piano, memainkan nada dari "The Bolero".
Kini giliran Nana yang dibuat melongo oleh permainan piano Ibunya, benar-benar seperti seorang pianis profesional.
"Itu tangan apa mesin? Cepet banget," ucap Nana tak percaya.
Miguelle menyelesaikan permainannya tanpa ada nada yang salah, "Bagaimana? Ibu hebat kan?" tanya Miguelle.
"Bukan hebat lagi, tapi sangat sangat sangat hebat banget," puji Nana sambil menunjukkan ekspresi kagumnya. Miguelle tersenyum melihat tingkah putri kecilnya itu.
"Ibu, Nana mau mandi, udah bau kecut kayak asem ini," celoteh Nana.
"Yaudah, ayo Ibu anter kamu ke kamar," Miguelle merangkul Nana kemudian mengajak Nana naik kelantai dua.
"Dev, ayo!" ajak Nana. Tapi Devli menolak, dia bilang akan menunggu dibawah saja menunggu para petinggi datang. "Memangnya kau tau dimana kamar ku?"
"Aku selalu tau dimana pun kau berada," balas Devli dari lantai bawah.
"Terserah."
*****
Miguelle dan Nana sampai didepan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuat dari kayu dan dicat berwarna krem, senada dengan warna tembok di dekatnya. Nana langsung membuka pintu dan terkejut melihat apa yang ada dibalik pintu itu.
"Uwoo, jadi ini kamar Nana?"
"Iyap, ini kamar kamu." jawab Miguelle, "Sebenarnya kamar ini Ayah sama ibu siapin buat kamu dari waktu Ibu mengandung kamu, tapi kamu baru bisa tempatin sekarang."
Nana tersenyum mendengar perkataan Ibunya, "Makasih ya bu, Nana sayaaaang banget sama Ibu," Nana lalu memeluk Ibunya. Miguelle membalas pelukan Nana sambil mengelus kepalanya.
"Sekarang kamu siap-siap gih, bentar lagi temen-temen Ibu mau dateng," ucap Miguelle lembut.
"Oke, Bos!" seru Nana, ia kemudian masuk ke kamarnya. Miguelle juga kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap, karena tak mungkin ia makan malam dengan para petinggi Ethudan mengenakan baju lusuh.
Nana mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kamar, setiap detail kamar sangat selaras dengan detail lainnya, "Arsiteknya niat banget ngga bohong," ia kemudian segera mandi dan bersiap-siap untuk makan malam bersama.
*****
Ketika tengah asik bercermin, Nana mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia beranjak dari kursi dan menuju ke pintu. Nana membukakan pintu, ternyata Devli.
"Kenapa kau tidak tiba-tiba muncul saja?" tanya Nana judes.
"Mana bisa, ini bukan rumah manusia tapi rumah seorang Ethudian. Aku tidak bisa sembarangan muncul seperti saat dibumi, lagipula aku ini masih punya sopan santun," oceh Devli.
"Nyenyenye, terserah apa katamu. Ngomong-ngomong, kamu ngapain kesini?"
"Para petinggi sudah datang, Nyonya Miguelle memintaku untuk memanggilmu agar segera turun," ujar Devli. Nana mengerti, ia langsung menutup pintu kamarnya dan segera turun bersama Devli.
"Maaf aku terlambat," kata Nana dengan senyum manis diwajahnya.
Para petinggi sontak menoleh ke sumber suara, mereka terkejut melihat siapa yang berdiri. Seorang gadis kecil yang mengenakan gaun berwarna putih bersih selutut dengan renda bunga-bunga kecil. Rambut hitam mengkilap miliknya dikuncir ekor kuda, terlihat sangat cantik dan anggun.
Faila menghampiri Nana, "Wah, siapa gadis kecil yang sangat cantik ini? Aku baru melihatnya," candanya.
"Kak Failaaa, aku Nana! Masak nggak kenal?" protes Nana sambil manyun.
"Iya, kak Faila tau kok, kan cuma bercanda," Faila kemudian tertawa.
"Dasar Faila, suka sekali menggoda anak kecil," kata Zecher.
Faila menatap Zecher dengan tatapan sinis, ia kemudian menjulurkan lidahnya untuk mengejek Zecher, "Wleekk."
"Wah, kak Faila dan kak Zecher terlihat serasi ya," ucap Nana dengan senyum lebar.
"Nggak!" kata Faila dan Zecher bersamaan.
"Tuh kan, jawabnya aja bareng," goda Nana sambil cekikikan menahan tawa, "Jodoh ni," sambungnya.
"Hah?! Jodoh?! Eggak!!" jawab Faila dan Zecher bersamaan lagi.
"Nah, bareng lagi. Udah, kak Faila sama Kak Zecher itu emang jodoh," Nana tertawa puas bisa menggoda Faila dan Zecher.
"Kemari kau, anak nakal!" Faila gemas dengan Nana, ia lalu mengejarnya.
"Ibu, tolooong!! Kak Faila nakaaall!!" Nana berlari menjauhi Faila dan bersembunyi dibelakang Miguelle.
Miguelle langsung mengangkat jari telunjuknya, memberi tanda kepada Faila untuk berhenti mengejar Nana. "Dasar curang," gerutu Faila, Nana tersenyum dari balik tubuh Miguelle.
Miguelle kemudian mengajak para petinggi ke ruang makan untuk makan malam bersama. Berbagai macam makanan sudah tersedia diatas meja dan itu semua Bette yang menyiapkaknya seorang diri.
"Oh iya, Master Cleveracorn tidak datang?" tanya Miguelle sambil memotong daging steaknya.
"Tidak, dia bilang sedang sibuk," jawab Harry.
"Oh," sahut Miguelle pendek.
Makan malam berlangsung dengan seru, banyak candaan yang dilontarkan untuk memeriahkan acara makan bersama itu. Setelah selesai, para petinggi dan Miguelle berbincang-bincang melepas kerinduan. Sementara Nana hanya duduk diam karena kekenyangan.