Nana terkesiap ketika melihat apa yang ada didepan matanya, sebuah tempat dengan arsitektur yang klasik. Sangat khas dengan bangunan-bangunan pada jaman kuno.
"Jadi ini Ethudan? Klasik ya, bu," kata Nana dengan terkagum-kagum.
"Ya, begitulah. Banyak yang berubah sejak terakhir ibu pergi dari sini."
"Mari, biar kuantar menemui Master Cleveracorn," Devli kemudian memimpin jalan.
Sepanjang perjalanan untuk bertemu dengan Master Cleveracorn, para Ethudian berbisik-bisik ketika melihat Sarah dan Nana.
"Bukankah itu Miguelle Jillian?"
"Apakah itu benar-benar dia? Sudah lama sekali aku tak melihatnya."
"Siapa anak perempuan yang datang bersamanya?"
Semua perkataan itu sedikit mengganggu Nana, "Para Ethudian ini seperti tetangga kita ya, bu?" bisik Nana.
"Ssstt, jangan gitu."
Ditengah perjalanan, seorang wanita paruh baya tiba-tiba datang menghampiri Sarah.
"Nyonya, apa itu kau? Kau Nyonya Miguelle kan? Aku senang bisa melihatmu lagi." kata wanita paruh baya itu.
"Astaga Bette! Aku juga senang bisa melihatmu lagi, sudah sangat lama tidak bertemu," Sarah dan wanita bernama Bette itu kemudian berpelukan.
"Siapa nona kecil ini? Apa dia putri Anda?" tanya Bette pada Sarah.
"Ya, dia putri kecilku yang manis. Nana, kenalkan ini Bette, salah satu pelayan kepercayaan ibu." Sarah memperkenalkan Bette ke Nana.
"Halo Nona Nana, saya Bette. Senang bertemu dengan Anda."
"Eeh, No-nona?" Nana merasa aneh ketika dipanggil Nona oleh Bette. "Anu...tidak perlu memanggilku Nona, panggil saja Nana." sambungnya.
"B-baiklah, N-nana."
"Begitu lebih baik," Nana sambil tersenyum manis.
"Oh iya, aku ingin menemui Master Cleveracorn dulu. Bisakah kau siapkan hidangan makan malam spesial? Kami akan mampir ke rumah nanti."
"Tentu, Nyonya! Akan saya siapkan," Bette kemudian pergi entah kemana. Devli, Nana, dan Sarah kemudian melanjutkan perjalanan.
Nana lagi-lagi dibuat terkesiap ketika melihat kastil yang dimaksud Ibunya. Sebuah bangunan kuno bercat putih dengan beberapa relief berwarna emas berdiri dengan megahnya. Patung-patung yang ada menambah kesan mewah kastil itu.
"Nana, kau sudah siap untuk bertemu para petinggi Ethudian?" tanya Sarah.
"Sebenarnya aku sedikit gugup, aku takut kehadiranku tidak akan diterima," Nana meremas bajunya, pertanda ia benar-benar gugup.
Sarah berjongkok, ia lalu tersenyum sambil mengelus kepala Nana dengan lembut. "Jangan takut, Ibu ada disini. Ibu yakin Nana pasti diterima dengan sangat baik."
"Ibumu benar Nana, kau adalah anak dari seorang petinggi legendaris disini, jadi tidak mungkin jika kau tidak diterima," tambah Devli.
Nana menarik nafas kuat-kuat lalu menghembuskannya, ia meyakinkan dirinya bahwa yang dikatakan Ibunya dan Dev adalah benar. "Baiklah, Nana siap."
Mereka bertiga kemudian melangkah masuk kedalam kastil. Devli mengarahkan Sarah dan Nana ke ruang pertemuan, tempat dimana Master Cleveracorn berada.
"Kenapa tidak ke ruangannya langsung, Dev?" tanya Sarah bingung.
"Saat ini Master Cleveracorn sedang berada disini berada para petinggi yang lain. Mereka sedang melakukan pertemuan rutin." terang Devli.
"Begitu ya." sahut Sarah singkat.
"Aku akan masuk lebih dulu untuk memberi tahu Master," Devli kemudian masuk kedalam.
"Master Cleveracorn, aku datang membawa tamu istimewa untukmu."
"Tamu istimewa? Siapa?" tanya Master Cleveracorn penasaran.
"Dia sedang menunggu diluar saat ini."
"Kalau begitu suruh mereka masuk, aku jadi penasaran siapa yang kau maksud dengan tamu istimewa." Master Cleveracorn terdengar bersemangat.
Devli kemudian berjalan menuju pintu untuk mempersilakan Nana dan Sarah masuk. "Silahkan, Master Cleveracorn sudah menunggu."
Sarah mengangguk, ia kemudian mengajak Nana untuk masuk bersamanya. Master Cleveracorn dan para petinggi yang ada diruangan itu terkejut ketika melihat siapa yang datang.
"Master Cleveracorn, senang bertemu dengan Anda lagi," ucap Sarah dengan nada sopan.
"Miguelle! Akhirnya kau kembali, selamat datang di Ethudan!" Master Cleveracorn memberikan sambutan hangat untuk Miguelle.
Miguelle mengedarkan pandangannya kearah para petinggi, "Kalian tidak merindukanku?"
Para petinggi Ethudan saling berpandangan satu sama lain seolah tak mengenali Miguelle. Salah satu dari mereka kemudian berdiri dan menghampiri Miguelle.
"Apa yang kau maksud? Tentu saja kami merindukanmu!" ia kemudian memeluk Miguelle.
"Astaga Judith, kau membuatku kesulitan bernafas," canda Miguelle. Judith langsung melepaskan peukannya ketika mendengar candaan Miguelle.
Para petinggi yang lain kemudian berdiri dan bergantian memeluk Miguelle.
"Kami sangat merindukanmu, Mig."
"Akhirnya kau kembali."
"Kau tidak banya berubah ya!"
"Aku senang bisa melihatmu lagi, Mig."
"Aku kira kau sudah mati, kak."
Sambutan terakhir dari salah satu petinggi itu membuat Nana tidak nyaman, Nana lantas menegurnya dengan sopan.
"Maaf, aku tau Anda hanya bercanda mengira Ibuku sudah tiada tapi itu tidak sopan menurutku," kata Nana.
"Nana, tidak apa-apa. Faila memang begitu, bercandanya kadang suka kelewatan," ucap Miguelle lembut.
"Siapa anak kecil ini, kak?" tanya Faila penasaran.
"Oh iya, perkenalkan ini Nana, putriku."
"Wah, Wilxes kecil ya, senang bertemu dengan mu," sapa Faila sambil mengusap kepala Nana.
"Aku juga senang bertemu dengan Anda, Nyonya Faila," balas Nana sopan.
"Hey hey hey, jangan memanggilku Nyonya. Panggil saja kak Faila, aku ini masih muda."
"Baiklah, kak Faila," sahut Nana dengan senyum manis.
"Maaf mengganggu reuni kecil kalian, tapi bisakah kita mengobrol sambil duduk?" tanya Master Cleveracorn.
Miguelle dan yang lainnya mengiyakan ajakan tersebut, mereka kemudian duduk dikursinya masing-masing. Miguelle senang bisa kembali duduk dikursi kebesarannya.
*****
13 petinggi legendaris Ethudan adalah Ethudian dengan kekuatan diluar nalar manusia dan Ethudian itu sendiri. Para petinggi itu adalah Miguelle Jillian, Franz Tillerman, Judith Sutton, Tanika Bolton, Faila Larson, Runa Brower, Adelaide Tallstag, Hildric Theophilus, Alfreid Lorrensteiner, Engelbrecht Zecher, Oswald Essel, Rolfe Wilxes, dan Harry Grasswold.
Namun saat ini hanya tersisa 12 orang saja. Hal itu karena Rolfe Wilxes, ayah Nana, sudah meninggal.
*****
"Oh iya, dimana Harry? Aku tidak melihatnya dari tadi," tanya Miguelle.
"Yah, dia sedang menjalankan tugas, tapi hari ini harusnya ia sudah kembali," sahut Adelia. Miguelle mengangguk paham.
Semua yang berada di ruang pertemuan tidak menyadari akan kehadiran seseorang. Orang itu bersembunyi di jendela yang berada di bagian atas ruangan, jendela itu tertutup oleh sebuah tirai berwarna merah.
Dia mengeluarkan sebuah jarum kecil lalu menargetkannya ke Miguelle. Jarum itu sangat kecil dan tidak bisa dilihat ole mata manusia, juga melesat dengan sangat cepat. Mustahil ada yang bisa menghindarinya, bahkan Master Cleveracorn sekalipun.
Nana merasakan ada yang mendekat dengan cepat, ia langsung berdiri dan mengangkat tangannya. Nana yang tiba-tiba berdiri membuat para petinggi terkejut.
"Ada apa, sayang? Kenapa kamu berdiri?" tanya Miguelle.
"Ada yang berusaha melukai Ibu," Nana meletakkan sesuatu yang ia tangkap ke meja. Sebuah Jarum!
Orang tadi tak percaya dengan apa yang ia lihat, seorang anak kecil bisa melihat pergerakan jarumnya dan bahkan menangkapnya. "Tidak mungkin," gumam orang itu pelan.
"Tunggu, aku mengenali benda itu," kata Franz, "Dari mana arah datangnya?"
"Aku rasa dari atas sana," Nana menunjuk tepat dimana orang itu berada.
Franz langsung mengeluarkan semacam tentakel bayangan dan mengarahkannya ke arah yang ditunjuk Nana tadi. Sekelebat bayangan keluar dari balik tirai untuk menghindari tentakel Franz dan mendarat tepat didepan pintu masuk.
"Harry!" seru Miguelle dan Faila bersamaan.
Harry berjalan menghampiri Nana karena penasaran dengan yang dilakukannya barusan, ia bahkan tak menghiraukan keberadaan petinggi lain dan Master Cleveracorn.
"Bagaimana kau melakukannya?" tanya Harry sambil menatap mata Nana.
"Melakukan apa?" Nana pura-pura tidak tahu.
"Tidak usah berpura-pura, katakan bagaimana kau bisa menangkap jarum itu?"
"Haruskah aku mengatakannya?" kata Nana.
"Nana, katakan saja," ucap Miguelle, "Kau juga membuat ibu penasaran."
Harry sontak menoleh ketika mendengar suara Miguelle, "Miguelle?"
"Hai Harry, kita bertemu lagi," Miguelle tersenyum ke arah Harry.
Harry berdiri dan menghampiri Miguelle, tapi langkahnya terhenti ketika Nana tiba-tiba menghalanginya.
"Stop! Orang jahat tidak boleh mendekati Ibu!" seru Nana.
"Eh, Ibu? Jangan bilang kalau dia..."
"Ya begitulah," sahut Miguelle santai.
"Jadi kau anak Miguelle dan Rolfe?" tanya Harry.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Aku tidak percaya, aku mau pembuktian," kata Harry yang hanya ingin menggoda Nana.
"Oke, pembuktian apa yang kau mau?" Nana menanggapi dengan serius.
"Orang tuamu adalah Ethudian yang hebat dan jenius, seharusnya itu menurun padamu," Harry berjalan untuk mengambil jarum yang ada dimeja lalu memberikannya pada Nana, "Ini, kalau kau bisa melukaiku dengan jarum ini, maka aku akan mengakuimu."
Nana menerima jarum yang diberikan Harry, "Oke."
Harry mundur beberapa langkah, sementara Nana bersiap untuk melempar jarum itu ke arah Harry. "Kapan pun kau siap, anak kecil."
"Jangan panggil aku anak kecil, Paman. Aku punya nama, namaku adalah Nana!"
Nana langsung meluruskan tangannya dan melempar jarum itu ke arah Harry, dengan sigap Harry melompat untuk menghindari lemparan Nana. Tapi itu hanya tipuan, Nana langsung mengubah arah tangannya dan melempar jarumnya ke arah Harry.
Harry terkejut dengan pergerakan tiba-tiba dari Nana, ia tidak punya kesempatan untuk menghindar. Namun Harry beruntung karena jarum tadi meleset, ia langsung mendarat didepan Nana.
"Sayang sekali anak kecil, lemparanmu meleset," ejek Harry.
"Benarkah?" Nana tersenyum menanggapi ejekan Harry. Nana lantas menunjuk pipi kanan Harry, disana terdapat goresan tipis yang mengeluarkan darah.
Harry langsung meraba pipinya karena ada rasa perih yang tiba-tiba muncul. Betapa terkejutnya dia ketika melihat darah keluar dari pipinya.
"B-bagaimana mungkin?"