Siang ini hujan turun dengan derasnya, membuat Nana terpaksa berhenti disebuah halte bis untuk berteduh. Ia mengeluh karena lupa membawa jas hujan, "Kenapa aku nggak bawa jas hujan coba? Jadi harus nunggu kan, mana dingin banget lagi."
Sebuah mobil tiba-tiba melintas dengan kecepatan tinggi, dan menghasilkan cipratan air yang akhirnya membuat Nana basah kuyup. "Ksshh, itu mobil apa-apaan sih, nggak bisa apa jalan pelan-pelan?" gerutu Nana.
Karena ia suda basah kuyup, Nana memutuskan untuk pulang menerobos derasnya hujan.
'Menunggu sampai hujan reda atau pulang hujan-hujanan seperti ini pun hasilnya sama saja, aku tetap basah,' batin Nana.
Sesampainya dirumah, Nana langsung melepas sepatunya dan berlari masuk ke kamar untuk berganti baju. Saat akan meletakkan seragam kotor miliknya dikeranjang, ia melihat seorang wanita sedang memasak didapur.
"Ibu?" panggil Nana pelan.
Wanita itu langsung menoleh, "Eh, Nana sudah pulang?"
"Iya bu, ini Nana mau naruh seragam yang udah kotor dulu."
"Tumben ibu pulang cepet?" tanya Nana setelah kembali dari belakang.
"Iya, hari ini ibu ijin pulang cepet. Banyak yang mau ibu ceritain sama kamu." kata Sarah sambil menyajikan makan siang.
"Cerita soal apa?" tanya Nana penasaran.
"Nanti ya, kita makan siang dulu."
"Oke," sahut Nana singkat.
Mereka kemudian makan siang bersama tanpa ada pembicaraan, hanya ada suara piring dan sendok yang terkadang berdenting karena bersentuhan. Setelah selesai, Nana membereskan peralatan makan dan kembali duduk.
"Jadi, apa yang mau ibu ceritain?"
"Devli mana?"
"Aku disini," sahut Devli yang sudah ada disamping Nana entah sejak kapan.
"Sejak kapan kau disitu, Dev?!" tanya Nana dengan nada kaget.
"Sejak....umm, baru saja," sahut Devli santai.
"Eh sudah, sudah. Jadi cerita nggak?"
"Jadi!!" sahut Nana penuh semangat.
Sarah menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya, ia lalu menatap Nana dan Devli bergantian. "Ibu bingung harus mulai dari mana.Dev, kau mau membantuku menceritakannya?"
"Tentu saja," Devli diam sejenak, kemudian ia mulai menceritakan siapa Sarah sebenarnya. "Nama ibumu sebenarnya bukanlah Sarah, itu hanya nama samarannya saja. Nama aslinya adalah Miguelle Jillian, ia adalah satu dari 13 petinggi legendaris Ethudan."
"Ethudan? Apa itu?"
"Ethudan adalah tempat dimana para makhluk halus atau yang biasa kita sebut hantu berkumpul. Ethudan dipimpin oleh seorang Master Ethudian, setahu ibu Ethudian yang memipin waktu itu bernama Cleveracorn. Mungkin sekarang sudah ganti."
"Tidak, Master Cleveracorn masih memimpin hingga sekarang," sahut Devli dengan nada sopan.
"Benarkah? Aku benar-benar tidak menyangka, mungkin aku harus menemuinya dalam waktu dekat ini."
"Ethudan itu dimana? Dan kenapa ibu ada disini? Bukannya berada di Ethudan itu?" Nana masih tak paham dengan apa yang dibahas.
"Itu...karena waktu itu ibu sedang mengandung kamu. Saat seorang Ethudian mengandung, kekuatannya akan melemah. Ibu tidak mau kau berada dalam bahaya, jadi ibu memutuskan untuk pergi dari Ethudan demi kemananmu. Master Cleveracorn juga menyetujui keputusan itu, tak terasa sekarang kau sudah tumbuh besar."
"Lalu siapa ayah Nana?" pertanyaan itu terlintas begitu saja dikepala Nana. "Apa ayah masih hidup?"
Ekspresi Sarah mendadak berubah menjadi sedih, "Ayahmu sudah tiada, ia meninggal karena melindungi ibu," ucap Sarah dengan nada sedih.
"Melindungi ibu dari apa?"
Sarah tidak bisa membendung air matanya tatkala ia mengingat kejadian itu, tangisnya pecah saat ia teringat detik-detik kematian suaminya. Nana langsung menghampiri sang ibu dan memeluknya, ia berusaha menenangkan tangis ibunya.
"Melindungi dari para pembangkang yang berusaha membunuh ibumu," jawab Devli dengan nada lirih.
"Para pembangkang? Siapa lagi mereka?"
"Para pembangkang adalah Ethudian yang berkhianat, mereka tidak suka dengan kepemimpinan Master Cleveracorn, mereka akhirnya melakukan pemberontakan. Banyak korban berjatuhan karena hal itu, salah satunya adalah ayahmu. Dia mengorbankan dirinya demi menyelaatkan ibumu," jelas Devli.
Rasa benci dan dendam terhadap para pemberontak itu mendadak muncul, ia berjanjii akan menghabisi para pembangkang itu. "Kalau boleh tau, siapa nama ayah?"
"Rolfe Wilxes," jawab Devli.
"Ya ampun, apa nama Ethudian tidak ada yang lebih wajar? Semua nama itu terdengar sangat asing bagiku, pengucapannya juga sangat sulit." omel Nana.
Sarah tertawa kecil melihat tingkah Nana. Tidak salah jika Nana bilang begitu, nama para Ethudian memang terdengar aneh dan sedikit sulit diucapkan.
"Oh ya, ibu belum menjawab pertanyaanku yang tadi. Dimana Ethudan itu berada?"
"Itu berada di dimensi lain, hanya para Ethudian dan orang yang memiliki darah campuran Ethudian saja yang bisa membuka gerbang menuju dimensi itu." terang Sarah.
"Itu artinya Nana bisa pergi ke Ethudan karena aku punya darah Ethudian?" seru Nana bersemangat.
"Bukan hanya punya darah Ethudian, tapi kau itu memang seorang Ethudian, sayang."
"Bagus! Kalau begitu ayo ajari cara membuka gerbangnya, aku mau pergi ke Ethudan sekarang!" Nana berdiri dari kursinya karena saking semangatnya.
"No no no, nggak sekarang dong. Membuka gerbang dimensi itu butuh tehnik serta kekuatan yang besar dan Nana belum siap," ucap Sarah lembut.
Semangat Nana yang tadinya menggebu-gebu kini hilang entah kemana, ia kembali duduk dikursinya. Wajahnya mendadak lesu, harapannya untuk melihat tempat kelahiran ibunya pupus sudah.
"Tapi kalau Nana mau pergi ke Ethudan, ibu sama Devli bisa bantu."
"Serius?? Gimana caranya?"
"Astaga, jangan bilang kamu lupa? Aku dan Nyonya Miguelle itu seorang Ethudian," sahut Devli.
Nana langsung menepuk dahinya sambil nyengir kuda. "Oh iya, lupa hehe."
Sarah, Devli, dan Nana kemudian berdiri sejajar dengan Nana berada ditengah.
"Nana siap?" tanya Sarah kepada Nana. Nana mengangguk penuh semangat.
"Kau mau membuka gerbangnya, Dev?"
"Lebih baik Anda saja, aku merasa tidak percaya diri jika harus melakukannya didepan Anda," ucap Devli merendah.
"Baiklah," Sarah kemudian menjetikkan jarinya, sebuah lingkaran portal dengan dengan cahaya yang cukup menyilaukan mata muncul.
"Ayo masuk," ajak Sarah.
Mereka bertiga kemudian masuk ke portal itu untuk menuju ke sebuah tempat yang bernama Ethudan.