Aku dan Puri kembali ke Yogyakarta lebih dulu dengan kecewa. Tidak kusangka Razz akan mengeluarkan kalimat itu. Sebelum berpisah di bandara, Nika kembali mengingatkan kami berdua untuk tidak melibatkan emosi dan perasaan. Bagaimana mungkin bisa? Panji adalah orang yang kami anggap adik bungsu. Dia manusia yang tidak mungkin menyakiti siapa pun. Ini salahku!!
"Jangan nyalahin dirimu, Rie. Aku tahu betapa tersiksanya batinmu selama ini," kata Puri sambil meremas tanganku.
"Aku adalah penjagamu, semua yang kamu rasakan, pikirkan dan alami, menjadi bagian dari memoriku juga," lanjutnya menjawab pertanyaan dalam pikiranku.
"Panji menjadi buron, Ri," ucapku lirih. Puri mengangguk. Kami duduk termenung berdua di kafe. Tante Laras sudah menerima kabar mengenai Panji, putranya. Reaksinya sangat di luar dugaan, ibu Panji memaklumi dan jawabannya sangat mengejutkan kami semua.
"Lambat laun, pekerjaan kalian ini akan membunuh satu persatu keturunan keraton Jogja."