Gerimis awal bulan September turun membasahi bumi Jogja yang mulai berdebu. Bau tanah menyeruak hidungku. Patroli malam SWIR mulai berganti penjagaan. Aku masih duduk di bangku panjang depan gedung. Tempias air membasahi sepatu bootku. Puri muncul dan duduk di sebelah.
"Aku suka bau tanah saat hujan membasahi bumi," ucapku.
"Bau tanah mengingatkan aku tentang kematian," sahut Puri.
"Kita nggak akan nyesel lagi kan, Ri?" tanyaku juga ingin meyakinkan diriku sendiri.
"Enggaklah. Razz bener, kita melibatkan emosi terlalu dalam. Mulai saat ini, tidak akan ada lagi sentimen pribadi," janji Puri. Aku menyandarkan kepalaku di pundaknya. Puri tersenyum dan kami berdua menghabiskan beberapa waktu menatap hujan.
"Ladies, mau ke kafe? Belum malem nih," ajak Nika dan Rensi. Kami berdua langsung mengiyakan.