Aku berdiri di depan kamar cukup lama. Aku kembali ke kamar tanpa meminta kunci. Untunglah seorang housekeeping lewat dan membantuku masuk tanpa bertanya-tanya. Ucapan Iraze terus tergiang di benakku. Apa yang harus aku putuskan? Apakah aku harus berkorban untuk kemuliaan Luke?
Aku ingin mengganti bajuku, tapi yang kutemukan hanyalah baju tidur yang menurutku sangat sexy dan aku tidak nyaman memakainya. Kututup lemari dengan kesal. Bajuku yang kupakai dari rumah pun sudah tidak ada. Bingung, akhirnya dengan terpaksa, aku memilih baju Luke. Kuseset kaos dari tumpukan pakaian dan segera kupakai. Terlihat besar dan panjang hingga di atas lutut karena tubuh Luke memang tinggi. Sempurna, aku tidak perlu mencari celana karena kaos ini mirip dengan daster tidur. Aku tersenyum dan melompat ke atas tempat tidur. Rasa mengantuk menguasai dan aku pun terlelap.
***
Hembusan hangat di pipi mengusik tidurku. Aku membuka mata dan Luke sedang terlelap dengan wajah menghadapku. Aku ingin berteriak kesal, tapi wajahnya yang terlihat pulas seperti bayi membuatku urung.
Kunikmati wajah Luke sepuasnya. Astaga, seluruh wajahnya sempurna. Bahkan saat menatap bibir merahnya aku rindu pada keintiman dengannya dulu.
"Aku pasrah, Rie. Kalau kamu mau menciumku, silahkan," bisiknya dengan mata terpejam. Sialan, dia belum tidur. Aku membalikkan tubuh membelakangi Luke. Tangannya yang kekar menarikku supaya mendekat dan mengunciku.
"Merontalah sepuasmu, nggak akan kulepas," kata Luke santai dan tenang. "Apa maumu Luke?" desisku geram.
"Aku kangen, Rie. Hanya ingin memeluk kamu," jawabnya sambil merapatkan tubuhnya. Aroma Luke menghentikan perlawananku. Aku membiarkan Luke memelukku malam itu. Aku merasa munafik. Jujur, pelukan hangatnya sangat kurindukan. Bahkan hasratku menggebu-gebu saat kurasakan kulitnya menyentuh tubuhku. Oh Tuhan, apa perasaanku sesungguhnya? Kubuang sepuluh bulan sia-sia untuk menempa diri supaya tidak lagi bergantung pada Luke. Tapi sekarang, saat berada dipelukannya, aku melemah dan berharap tidak akan berakhir. Kuelus tangan Luke di perutku. Dengusan napas memburu kurasakan di tengkuk. Luke mulai mencium leher dan pundakku.
Tapi gengsi yang menguasai, membuatku menahan semua keinginan hatiku. Kembali aku mengingat pertemuanku dengan Iraze. Entah kenapa, aku menginginkan untuk menyetujui ucapan Iraze tersebut. Aku mendorongnya dengan pelan.
"Tidak sekarang, Luke," bisikku akhirnya dengan lirih, mencoba meredam hasratku sendiri.
"Rie ...," desah Luke dan berhenti. Dia menutupi kecewanya dan kembali memelukku erat.
***
Setelah empat hari di Singapura, Luke kembali mengajak terbang ke tempat yang lebih jauh. Tidak pernah aku sangka akan mengarungi samudra luas untuk mencapai Eropa! Destinasi yang kami kunjungi ini adalah Roma. Bangunan cagar budaya tampak di mana-mana, aku kagum dan terpesona.
Kami mendarat di depan air mancur yang sangat terkenal di Roma, air mancur Trevi. Tidak ada satu pun wisatawan yang terganggu dengan kedatangan kami, apalagi Luke yang bersayap putih bak malaikat. Mungkin terlalu banyak hal ganjil terjadi di kota ini, bahkan penampakan Luke saja tidak ada artinya bagi mereka. Orang berlalu lalang mengacuhkan kehadiran kami.
Luke memasukkan tangannya ke dalam air. Tak lama kemudian, air itu bergolak dan membentuk riak kecil. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya, hingga seseorang muncul dari balik patung besar dari tengah-tengah pancuran.
Wanita yang sangat anggun dan cantik. Wajahnya bersinar, tubuhnya hanya terbalut kain putih panjang dengan bagian leher dan dadanya melingkar tali emas. Mirip dewi yunani. Siapakah dia?
"Aphrodite!" sapa Luke. Hah? Betulkah? Dia dewi Yunani yang terkenal itu? Kupikir selama ini hanya mitos!
"Luke," sambutnya hangat. Matanya melirikku penuh arti, sementara aku hanya membeku dengan semua kekaguman dan rasa syok! Dia begitu cantik dan mempesona. Kulitnya indah dan wajahnya sempurna. Mereka masih hidup dan tampak tidak menua sedikit pun.
"Quaeso, obviam nobis apud colosseum (temui kami di colosseum)," pinta Luke dengan penuh hormat dan sopan. Aphrodite mengangguk dan melempar senyum.
Luke memberiku isyarat untuk berjalan menuju bangunan besar di depan air mancur Trevi. Siulannya menggundang beberapa orang yang sekilas nampak seperti manusia biasa. Tapi saat kuperjelas pandanganku, tubuh mereka bersinar sama seperti Aphrodite. Apakah mereka juga dewa-dewi Yunani? Aku tidak bisa mengenali mereka satu persatu, tapi satu dewa yang sangat tampan walau tampak dingin dan kaku.
Luke terlihat memeluk pria itu dengan erat. Keduanya tampak begitu dekat. Ketika Luke menepuk pundaknya dan menyebut nama Hades, hatiku terkesiap. Diakah raja dunia bawah yang terkenal itu? Tidak ada tampang mengerikan ataupun bengis. Hanya aura dingin yang terpancar dari dirinya. Namun entah kenapa, aku tahu dia baik.
"At ego te opperiar Colosseum (kutunggu kalian di colosseum)!" pinta Luke pada mereka. Mereka berbicara dalam bahasa yang tidak aku pahami. Namun dari bahasa tubuh masing-masing, mendukung. Hanya Hades yang tampak masih ragu.
"Ini sama seperti saat kau menikahi Trui, panglima burung dari suku Dayak, Hades. Aku tidak mampu mengingkari pilihan hatiku. Dan kau tahu seperti apa rasanya," ucap Luke dengan tubuh tegak dan mata menatap lurus pada Hades. Raja dunia bawah itu menimbang dengan wajah penuh keseriusan.
"Aku akan menanggung segala akibatnya. Tapi aku tahu semua resiko ini. Riona tidak akan menerima konsekuensinya. Aku janji," ikrar Luke kembali.
Bayanganku tentang raja dunia bawah yang keji dan bengis luntur seketika. Dari obrolan mereka, aku menangkap bahwa Hades memastikan aku tidak akan mengalami kesulitan pada masa mendatang. Hades ternyata sangat menjunjung tinggi kaum perempuan? Ini sangat mengejutkan!
Setelah mendapat anggukan sebagai balasan, Luke merengkuh tubuhku melesat ke angkasa menuju colosseum. Bangunan yang berusia berabad-abad itu tampak masih kokoh berdiri. Colosseum memang merupakan tempat bersejarah yang terkenal dengan gladiator jaman Romawi dulu. Kesan tempat ini sebagai bangunan yang pernah menjadi lambang kehebatan rakyat Romawi, masih terasa.
Aku menginjakkan kaki di tangga yang dulunya tempat duduk penonton. Walau sudah mulai tidak utuh, namun tidak menghilangkan bentuk Colloseum yang gagah. Satu persatu mahkluk yang bersinar emas tiba dari angkasa. Jumlahnya sekitar dua belas. Mereka berpakaian seperti pemain film yang memerankan dewa dewi Yunani.
Luke menyambut mereka dengan penuh suka cita dan memeluk seperti sahabat. Saat semua sudah hadir, terakhir muncul seseorang yang mirip pastor berjalan mendekati kami.
Hatiku penuh tanda tanya, apa gerangan maksud dari semua ini?
"Ego huc omnia periclitetur, Lukas (aku pertaruhkan segalanya untuk datang kesini, Lukas)," seru pastor itu. Luke tersenyum hangat.
"Scio et sum gratum (aku tau dan bersyukur untuk itu)," sahut Luke. Pastor tua itu mengangguk dan meminta semuanya mendekat. Kini Luke berpaling kepadaku, wajahnya sangat serius dan sungguh-sungguh.
"Riona Nataline, maafkan aku tidak memberitahumu tentang hari ini." Luke tampak gugup. Diraihnya tanganku dan dia bersimpuh. aku terngangga. Apa maksudnya?
"Luke, ini nggak lucu lagi!" desisku jengkel.
"Rie, hari ini, aku ingin menyerahkan diriku seutuhnya kepadamu. Ribuan tahun aku diciptakan, tidak pernah kumiliki perasaan ini. Ijinkanlah aku, di hadapan para dewa dewi sahabatku, juga pastor yang akan mengesahkan kita sesuai kepercayaanmu, untuk mengikat janji, mencintai dan melindungimu, sebagai belahan jiwa."
Ini kedua kalinya aku melihat Luke mengucapkan kalimat dengan mata berkaca-kaca. Dulu waktu pertama kali memeluk Valerie-putrinya-, dan saat ini di hadapanku. Inikah maksud semua ini? Untuk melamarku? Benarkah? Aku sempat ragu dan tidak percaya, tapi ucapannya terlihat bersungguh-sungguh.
Hatiku tersentuh, perasaanku kembali menghangat, cinta di sanubari yang kucoba hilangkan, mendadak muncul tak terbendung.
"Jangan bercanda, tolong," pintaku masih tidak percaya. Aku tidak mau terluka lagi, Tuhan.
"Rie, aku serius," sahut Luke di antara tawa dan tangisnya. Aku tergugu dan mengangguk dengan air mata mengalir tanpa isak tangis. Luke melamar dan akan menikahiku, siapa yang mengira ini akan terjadi?
Pastor itu membuat tanda salib dan memberkati kami, meminta masing-masing mengucapkan janji.
"Tunggu!" tahanku. Luke menatapku dengan bingung.
"Apakah kamu masih ragu, Rie?" tanya Luke resah. Aku menggeleng dengan cepat.
"Ini terlalu cepat. Kita pastikan semua berjalan dengan baik, baru kita menikah, Luke," tangkisku. Luke terdiam namun aku melihat dia mengerti maksudku.
"Setidaknya kalian bisa mengucapkan janji untuk setia, tanpa terikat dalam satu pernikahan. Anggap saja ini pertunangan kalian!" seru pastor memberi ide yang lebih baik.
Aku mengangguk setuju dan Luke tampak menyukainya.
Pastor tua kembali membuat tanda salib dan memberkati kami.
"Ucapkan janji kalian masing-masing!" serunya.
"Di hadapan Magna Patris, aku, Lukas, mengikat janji, untuk menjadi belahan jiwamu, hingga sangkakala berbunyi dan segala kehidupan berakhir," ucap Luke lantang dan bergetar. Pastor menganggukkan kepalanya dengan hikmat. Selanjutnya, dia mempersilahkan aku untuk mengucapkan sumpah. Bibirku gemetar, aku mencoba memilih kalimat singkat yang mewakili apa yang akan kupegang seumur hidupku nanti.
"Saya, Riona Nataline, mengucapkan sumpahku kepadamu, akan kuarungi perjalananku denganmu, hidup ataupun mati, hingga Allah Bapa di surga memanggilku kembali," balasku dengan pelan, tapi suaraku bergaung di seluruh penjuru colosseum. Pastor tersenyum dan meresmikan dan meneriakkan berkatnya dengan lantang:
"Kalian telah menjadi sepasang kekasih yang terikat dalam pertunangan!"
Percikan air dari pastor menetes di wajahku. Airmata Luke mengalir dari ujung matanya, aku melompat ke pelukannya dan mencium pria yang kuinginkan selama ini dengan penuh cinta. Oh Luke, betapa bahagianya hatiku! Entah apa yang akan terjadi pada hidup kami nanti, tapi saat ini, aku hanya ingin menjadi milik Luke seutuhnya.
Tepukan tangan dan ucapan selamat dari para dewa dan dewi tidak kami pedulikan. Luke melesat membawaku kembali ke hotel. Cinta yang selama ini terpendam menjadi tidak terkendali. Malam itu, kupersembahkan hati untuk Luke! Kami akan merayakan bersama siapa pun!