Puri menahanku untuk menyerbu Mariane. Luke berjalan santai mendekati vampir betina yang merupakan buron internasional.
"Mariane, apa kabar?" sapa Luke.
"Luke, sang panglima tertinggi! Kamu semakin menebarkan pesonamu rupanya," sindir Mariane sambil meminum pesanannya yang di bawa Egi.
"Yang pasti, bukan racunku yang aku sebarkan, Mariane," balas Luke tersenyum simpul.
"Wow, I'm impress. Sudah berapa ratus gadis dalam perlindunganmu? Semua berhasil kau kelabui? Seperti siapa nama gadis itu? Hmm ... yang mirip Fiona, oh iya, Riona. Gadis yang malang," ejek Mariane. Luke tertawa. Mukaku memanas, dadaku makin gemuruh oleh emosi.
"Sesukamu Mariane, selagi sempat, sombongkan dirimu!" sambut Luke sambil membuka lebar tangannya.
"Tempat ini netral Luke. Sudah terdaftar di jaringan internasional. Kau tidak bisa meringkusku," cibir Mariane merasa tersudut. Dalam hati, di antara kejengkelan dalam hati, ada keheranan tentang kedatangan Mariane yang mendadak hari ini. Bukankah ini sama saja dia menyerahkan diri?
"Betul, tapi kau lupa? Namamu juga terdaftar dijaringan worldwide, sebagai buron," tandas Luke menenggak kembali birnya. Mariane menyunggingkan senyum pahit. Matanya liar menilik tiap sudut. Mencari titik terlemah.
"Its your dead end ...," bisik Luke terdengar menyeramkan.
"Fiona dan Valerie akan membencimu jika kau membunuhku, Luke," ancam Mariane gelisah. Aku menangkap, Mariane tidak menyadari jika kafe ini sudah bersiap memasang jebakan untuk meringkus dia.
"Tidak Mama, we won't" seru Fiona yang menggendong Valerie tiba-tiba. Aku memandang mereka dengan haru. Ini bukan hal yang mudah bagi Fiona, tapi dia berani mengambil sikap. Luke berdiri.
"Apakah kau sudah siap, Mariane," tanya Luke. Mariane terlihat gusar dan gelisah.
"Do I have a choice?" desis Mariane gugup juga marah.
Luke menaikkan tangannya dan siap meringkus Mariane. Tidak terduga, dengan kecepatan fantastis Mariane berlari dan menarikku ke dalam rengkuhannya. Mulutnya bersiap menancapkan taringnya di leherku dari belakang. Aku gemetar. Panik dan bayangan buruk menguasaiku.
"Mariane, lepaskan aku," pintaku ketakutan. Puri dan Panji lemas tak berdaya.
"Biarkan aku pergi atau kubunuh kekasihmu Luke!" bentak Mariane.
"Mariane oh Mariane, dia bukan kekasihku lagi! Silahkan kau robek tubuhnya, aku tetap membunuhmu ha ha ha ....!" tawa Luke terdengar bengis dan tidak ada simpati sedikitpun. Air mataku mengalir, rasa sakit menjalar dihatiku. Bukan lagi karena ancaman Mariane, tapi ketidak pedulian Luke menghujam jantungku dan membuatku seperti mati sebelum dibunuh.
Aku memejamkan mata. Oh Tuhan, jika aku tahu sesakit ini mencintai seorang Lukas, tidak akan kubiarkan diri ini jatuh cinta. Aku pasrah. Rontaanku berhenti. Genggaman tanganku lepas. Biarlah, jika hari ini aku mati, setidaknya aku tidak mati sendirian. Semangatku habis dan harapanku sirna.
Sebuah dorongan hebat menghentakku dari belakang. Bersamaan dengan erangan Mariane dan seiring dengan jeritan pilu dari Fiona juga tangis Valerie.
Mariane jatuh tersungkur dengan pasak kayu tertancap di dadanya. Bian membantuku berdiri, tubuhku jatuh lemas. Kulihat tubuh Mariane menyusut kering laksana mayat yang diawetkan. Bian segera mengangkat dan menyanggahku keluar dari kafe. Diiringi tatapan Luke yang datar tanpa ekspresi.
***
My Bestfriend
Dokter memeriksa kondisiku dengan cermat. Diagnosanya hanya butuh istirahat. Bian tampak lega dan mengantarku pulang. Sampai di kos, aku meminta Bian waktu untuk sendiri. Dengan berat, dia mengiyakan dan meninggalkan aku dalam kesunyian.
Aku memejamkan mataku. Dinginnya hembusan dari AC tidak menghentikanku untuk berkeringat. Hari ini, aku kembali menjadi korban karena lemah. Salahkah aku lahir kedunia? Orang tuaku, Maktika, Behlal, Winda, pengagum Luke juga fans Bian, terakhir Mariane, semuanya menjadikan aku sasaran empuk. Bahkan lelaki yang kucintai, Luke sendiri.
Cukup!
Ini akan menjadi yang terakhir kali aku di bully. Pilihan berikutnya aku harus bangkit dan menjadi manusia tangguh!
***
POV Author
Sejak kejadian di kafe, di mana Mariane berhasil dikalahkan dan dibunuh oleh Bian, Riona menghilang. Bahkan Bian, Puri dan Panji tidak berhasil menemukannya. Dosen pembimbingnya mengatakan Riona sudah mengumpulkan skripsinya dan lolos sidang. Puri sempat protes kenapa bisa lolos sedangkan sidang skripsi belum dimulai. Dosennya menunjukkan surat dari rektor yang memberikan ijin khusus. Bian terkulai lemas. Sudah tidak mungkin Riona datang ke kampus lagi. Kamar kosnya waktu dibuka setelah ijin kepada ibu kos juga tidak menemukan petunjuk apapun.
Ketiganya bingung dan panik. Baskara, ayah Puri melacak dan menemukan satu penerbangan atas nama Riona Nataline menuju Cina. Tapi sewaktu di telusuri kembali tujuannya, Riona melakukan penerbangan menuju Jepang, kemudian German dan hilang jejak. Riona raib entah kemana.
"Darimana Riona dapat uang sebanyak itu?" tanya Puri tidak habis pikir. Ayahnya menunjukkan sesuatu, surat jual rumah.
"Riona menjual rumahnya dua bulan lalu, ini sudah direncanakan. Tapi mungkin yang memicunya adalah kejadian di kafe," terang Baskara dan menutup kasus hilangnya Riona. Puri tergugu.
"Dia akan kembali tapi entah kapan," bisik Bian tidak yakin. Tangis Puri semakin pecah.
Di luar rumah Puri, tanpa seorang pun tahu, Luke bertengger di atap. Mendengarkan setiap perbincangan. Wajahnya tampak terpukul. Ini terjadi juga, pada setiap malam, di depan kamar Riona. Luke memastikan gadis pemilik hatinya selalu aman dan tidur dengan nyaman. Luke bangkit dan merenggangkan sayapnya, melesat ke langit.
Sementara itu, kumpulan gadis yang dalam perlindungan Luke semakin gencar bersaing untuk mendapatkan hati sang panglima tampan. Tidak perduli seberapa sulit dan dingin sikap Luke, mereka terus berusaha. Sang panglima seperti patah semangat. Kebengisannya menumpas kejahatan manusia dan mahkluk unik menjadikan Luke seperti banteng terluka. Namanya berkibar hingga tidak ada satupun yang berani mencari masalah. Tapi, dibalik itu semua, muncul musuh yang diam-diam mengatur kekuatan untuk menghancurkan Luke.
***
Sepuluh bulan sudah berlalu. Akhir tahun 2018 di seluruh dunia semakin mencekam. Bencana dan kejahatan dimana-mana. Asmodeus semakin melancarkan serangannya dengan menyesatkan manusia melalui ajaran mengumbar nafsu. Lelaki ingin menjadi perempuan, dan sebaliknya.
Bian sudah memiliki dua cabang usaha dan semakin pesat mengembangkan bisnisnya dibidang desain grafis dan percetakan. Puri dan Panji mengambil alih kafe dan merenovasi total menjadi lebih luas.
Siang itu, Puri bertugas pagi. Pelanggan mulai datang untuk menikmati sarapan hangat. Jarum angka baru menunjukkan pukul delapan lebih, seseorang terlihat masuk dengan percaya diri. Penampilannya sangat menarik. Celana hitam dan jaket hitam membungkus tubuhnya yang mungil. Rambutnya dipotong pendek dan wajahnya sangat ayu. Gadis itu terus menuju ke arah kasir dan menyapa Egi dengan ramah.
"Pagi Egi, apa kabar," serunya. Egi mendongakkan kepalanya dan menganga penuh keheranan.
"Riona ...," desisnya. Puri muncul dari dalam dan tertatih-tatih mendekati seseorang yang sangat dirindukannya.
"Rie ...," bisiknya lirih. Tanpa berkata-kata lagi, Puri menghambur dan memeluk sahabatnya. Airmata tanpa isak mengalir. Riona telah kembali.