Matahari pagi mulai memancarkan sinarnya cukup terik. Membuat Arya yang tengah tertidur pulas di balik selimut tebal miliknya harus terganggu dikarenakan sinar matahari tersebut masuk melalui celah tirai kamarnya.
Mau tidak mau laki-laki bertubuh kekar itu harus membuka matanya walaupun masih dilanda rasa kantuk.
Dirasa nyawanya sudah terkumpul sepenuhnya, Arya segera saja turun dari kasurnya kemudian dia memungut kaos hitam miliknya yang berada di lantai dan langsung saja ia kenakan.
"Arya..." suara lenguhan yang memanggil dirinya membuat Arya ikut menolehkan kepala juga, menatap seorang wanita yang kini tengah menatap dirinya sembari tersenyum.
Tanpa menjawab panggilan dari wanita tersebut, Arya hanya berjalan menuju nakas yang berada di dekatnya lalu meraih dompet hitam miliknya untuk mengambil secarik kertas yang bukan sembarang kertas.
"Ini bayaran kamu. Sekarang cepat pergi dari rumah saya" ujarnya dengan nada yang sangat tidak bersahabat.
Seketika senyuman di wajah wanita itu hilang, berganti dengan tatapannya yang tajam. Arya yang melihat wanita itu hanya diam langsung saja mengerutkan dahinya bingung. Pasalnya, ini baru pertama kali untuk dirinya menemukan wanita yang menolak untuk dibayar.
"Kenapa? Ga cukup? Mau saya tambah lagi?" Lanjutnya lagi sembari mengeluarkan cek satu lagi dari dalam dompetnya.
"Bajingan!" Seru wanita itu seraya memberikan sebuah tamparan yang cukup kencang ke pipi mulusnya Arya.
"Lo yang godain gue duluan sialan! Menurut lo gue sama apa kaya pelacur-pelacur di luar sana?!"
Arya terkejut karena dia malah mendapatkan sebuah tamparan dan juga amukan dari wanita yang ada di hadapannya sekarang ini. Wanita itu benar-benar menunjukkan tampang yang amat sangat emosi, nafasnya pun seketika memburu. "Maksud kamu-"
"Gue bukan wanita murahan bajingan! Gue kira orang kaya lo ini beneran bisa menghargai wanita, sama percis kaya apa yang lo sebutin di media. Ternyata.. itu semua omong kosong belaka, brengsek lo!" Ujar wanita itu lagi kemudian dia segera keluar dari kamarnya Arya. Tak lupa wanita itu memungut pakaiannya juga dan membanting pintu kamar Arya cukup kencang.
"Dasar cewek, sok jual mahal banget"
--
"Selamat pagi pak" sapa Tere diikuti senyuman ramah yang selalu dia tampilkan di wajah cantiknya untuk Arya.
"Pagi juga Tere, gimana? Apa aja jadwal saya hari ini?" Bales Arya seraya membuka jasnya kemudian dia berikan kepada Tere yang berdiri tepat di belakangnya.
"Hari ini bapak ada meeting dengan tuan Hitoshi jam 11 siang, di jam 3 sore meeting sama bagian marketing. Dilanjut jam 8 malam nanti bapak ada jamuan makan malam dari Direktur MGL company" jelas Tere yang menjelaskan jadwal Arya pada hari ini dengan sangat telaten.
Arya hanya menganggukkan kepalanya, kemudian dia memberikan gestur untuk menyuruh Tere keluar dari ruangannya.
"Ah iya Tere" panggil Arya lagi, mengintrupsi langkahnya Tere.
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?"
"Engga, saya cuman mau tanya aja. Anak kamu suka hadiah dari saya?"
"Oh! Iya pak, anak saya sangat suka sekali. Suami saya juga titip pesan sama saya untuk menyampaikan rasa terima kasih untuk bapak" jawab Tere sumringah. Mendengar jawaban Tere barusan Arya juga menyunggingkan sebuah senyuman. Dia merasa puas dengar jawaban dari Tere. "Yasudah kalau gitu, kamu kembali ke meja kamu"
"Baik pak, permisi"
--
Jam pulang kantor sudah lewat sejak 1 jam yang lalu. Disaat karyawan di kantornya Arya sudah pada pulang, hanya Arya yang masih setia di kantor untuk bekerja sembari menunggu waktu jamuan makan malamnya itu tiba.
Dirasa waktunya sudah tiba, Arya segera menyudahi pekerjaannya kemudian dia beranjak dari duduknya lalu segera menghampiri Tere.
"Tere, siapin mobil. Saya mau berangkat sekarang aja, Pasti macet ntar dijalannya. Nanti setelah itu kamu langsung pulang aja"
"Baik pak"
Setelah mendapat balasan dari Tere, Arya kembali lagi menuju ruangannya untuk bersiap-siap.
"Permisi pak, mobilnya sudah siap"
--
Arya mengutuk dirinya sendiri karena dirinya mengatakan kalau di jalan pasti macet, karena omongannya barusan menjadi kenyataan. Walaupun memang pada saat jam-jam seperti ini sudah bukan hal yang aneh lagi jalanan itu macet. Tetapi, macetnya kali ini benar-benar membuat Arya frustasi sendiri.
Pasalnya sudah lebih dari 15 menit mobilnya tidak bergerak, bahkan dia sampai harus mengabari koleganya itu kalau dia akan datang terlambat akibat macetnya jalanan saat ini.
"Pak Danu, ini macet apa ya kira-kira? Ko bisa sampe ga jalan-jalan gini ya?" Tanya Arya.
"Wah.. saya kurang tahu mas. Ini mau nanya juga bingung, kiri-kanan, depan-belakang mobil semua" jawab Pak Danu, supir pribadinya Arya yang sudah mengabdi selama belasan tahun di keluarganya Arya.
"Jarak kita masih jauh ya pak?"
"Lumayan sih mas.. lumayan jauh"
Arya hanya menghela nafasnya kasar, dia langsung menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil sambil melafalkan doa di dalam hatinya semoga saja macetnya jalanan cepat selesai.
Arya benar-benar tidak mau melewatkan makan malam kali ini. Karena jamuan makan nanti tidak hanya untuk sekedar makan malam biasa. Tapi menjadi suatu peluang untuk Arya agar bisa mendapatkan sebuah keuntungan lebih besar lagi untuk perusahaannya.
"Mas, jangan gusar gitu. Mas tenang aja.. gaakan terlambat ko" saut Pak Danu, seakan beliau sudah mengetahui kebiasaan dari majikannya itu seperti apa.
"Engga ko Pak.. saya ga gelisah" jawab Arya yang tentu saja sudah diketahui oleh pak Danu kalau itu hanyalah sebuah kalimat penenang yang amat sangat klasik.
Pak Danu memilih untuk tidak menjawab, kalaupun Arya kembali membalas ucapannya pak Danu, tentu saja pak Danu sudah lebih tahu yang sebenarnya.
Merasa tidak akan mendapat balasan, Arya memilih untuk menatap jalanan di luar. Dia juga ikut memperhatikan orang-orang yang sedang berlalu-lalang di trotoar, yang melakukan busking, atau yang cuman sekedar duduk-duduk lesehan di depan sebuah toko yang sudah tutup.
Seketika, mata Arya langsung tertuju kepada seoarang wanita bertubuh langsing nan semampai yang sedang memberikan satu kantong plastik berukuran sedang kepada salah satu pengemis.
Memang bukan pemandangan yang aneh bagi Arya, ditambah lagi dirinya juga sesekali melakukan hal tersebut walaupun hanya untuk sebuah pencitraan saja.
Tetapi baginya saat ini, emtah mengapa melihat wanita itu melakukan suatu kebaikan membuat Arya merasa terhibur. Bahkan dia sampai enggan untuk mengalihkan pandangannya.
"Mas Arya? Ngeliatin apa mas serius banget keliatannya" tegur Pak Danu yang ternyata secara diam-diam beliau mengamati Arya.
"Engga pak, saya cuman ngeliatin mba-mba yang lagi ngasih bingkisan buat pengemis" jawab Arya.
"Oalah.. saya kira mas ngeliatin apa. Iseng banget mas merhatiin mba-mbanya"
"Bukan iseng pak, cuman kebetulan aja lagi pas ada di depan mata saya.."
"Pas ada di depan mata mas, atau karena mbanya cantik?"
"Semua mba-mba pasti cantik pak, masa iya mau disebut ganteng"