Chereads / UNFORGIVEN BOY / Chapter 33 - A Girl In The Past

Chapter 33 - A Girl In The Past

"Dia adalah anak salah satu rekan bisnis Papa... perempuan itu," kata Ricky setelah beberapa lama kediamannya.

Sekarang sudah malam, tapi dia mengajakku di jembatan merah yang aku tak tahu, entah di mana ini. Tapi, aku tak berani bertanya. Karena aku tahu... jika Ricky butuh ketenangan sekarang.

"Dulu... Mama selalu menyambutnya dengan kedua tangan. Menerimanya di tengah-tengah keluarga sebagai putrinya sendiri. Sebab... Mama nggak punya anak cewek. Dan... gue nggak pernah tahu bagaimana semua itu bisa terjadi. Saat gue izin pulang dari Sekolah karena sakit, dan tanpa Raka..." dia menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecut. Meski sekarang dia tidak menangis lagi. Tapi aku tahu, hatinya pasti hancur saat ini. Sebab... dia mengenang lagi luka itu. Luka yang sekuat tenaga berusaha dia kubur dalam-dalam.

"Siang itu, gue nggak sengaja lihat Mama berlutut di kaki perempuan itu sambil menangis. Memohon agar perempuan itu melepaskan Papa, dan merelakan Papa. Tapi... saat itu Papa malah marah. Papa mukul Mama dan bilang jika perempuan itu sudah hamil anaknya. Gue yang masih kecil, hanya tahu jika gue nggak mau Mama menangis, gue yang masih kecil nggak tahu jika saat itu perempuan sialan itu telah merebut Papa dari Mama, Raka pun dariku. Sampai suatu pagi di hari minggu... Mama dan Raka hilang begitu saja dari rumah. Seharusnya gue nggak bangun kesiangan, seharusnya gue lebih peka jika hari itu Mama udah punya rencana untuk pergi. Seharusnya—" dia menghela napas panjang. Bekali-kali dia menatap langit yang penuh bintang-bintang.

"Kenapa gue dulu malah ngejar mereka pakek sepeda, ya... kenapa gue nggak pakai motor. Andai saja gue bawa motor atau mobil, gue nggak akan kehilangan mereka."

"Rick..." kataku sambil menepuk bahunya. Dia menoleh, menatapku dengan mata cokelat sendu itu.

"Gue tahu... tahu banget kalau ini berat buat elo. Tapi yakinlah, Tuhan melakukan ini semua bukan tanpa alasan. Percayalah, Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang indah buat elo."

"Sesuatu yang indah, Lam?" kini dia tersenyum kecut. Aku merasa, aku telah salah ucap.

Seharusnya aku tak berkata seperti itu.

"Jika Tuhan memberiku sesuatu yang indah, kenapa Tuhan merebut Mama dan Raka dari gue! Jika Tuhan punya rencana yang lebih indah kenapa Papa harus menikahi perempuan itu? Rencana indah apa lagi memang? Mama akan kembali, kemudian Mama menikah lagi dengan Papa? Bagi gue... nggak ada yang lebih indah di Dunia ini selain kebahagiaan Mama, dan Tuhan telah merebut itu semua dari Mama!"

"Jadi menurut elo... gue bukan bagian dari kebahagiaan elo?"

"Elo bagian dari kebahagiaan gue. Tapi kebahagiaan itu nggak akan pernah lengkap tanpa senyum Mama gue." kugenggam tangannya mencoba untuk menenangkan.

"Percaya deh... suatu saat, Mama lo pasti bakal nemuin laki-laki yang jauh lebih baik dari Papa lo. Jika memang sekarang Mama dan Papa lo nggak bisa bersatu, itu berarti Papa lo bukan yang terbaik buat Mama lo, kan? Buktinya... Papa lo ngeduain Mama lo. Ricky... ada kalanya kita bisa melakukan hal yang buat orang lain bahagia memang. Tapi, ada juga kalanya kita nggak bisa buat apa-apa untuk ngehapus air mata mereka. Itu udah takdir, Rick. Gue tahu, lo pasti mikir jika gue ini sok tahu, sok nasehatin dan sok dewasa, kan? Tapi seenggaknya, keluarga lo masih ada. Lo masih punya Papa, Mama dan Raka. Gue? Gue udah kehilangan orang tua gue dari kecil, Rick. Bahkan, untuk melihat senyum mereka pun, gue nggak bisa. Bahkan... wajah mereka pun gue nggak inget, karena semua foto orang tua gue hilang saat gue pindah ke rumah sekarang. Elo masih beruntung dari gue, jadi gue harap... jangan lagi lo ngerasa sendiri, dan jadi orang yang paling tersakiti, ya? Jika lo merasa hidup lo beban, gue siap kok bantu ngangkat beban lo itu. Dan jika lo ingin cerita, curhat dan semacamnya, gue siap dengerin dan bantuin elo. Jadi... please, jangan sedih lagi ya. Masih ada gue di sini, buat elo," aku tidak tahu, dari mana kekuatanku untuk bicara panjang lebar seperti itu. Sementara Ricky, membuka mulutnya lebar-lebar. Aku yakin... dia pasti kaget, melihatku menjadi cewek cerewet.

"Eh, gue—" kataku terhenti, saat Ricky menyandarkan kepalanya di bahuku.

"Thanks ya, Lam. Dari dulu lo selalu ada buat gue. Lo inget nggak tentang jembatan merah ini?" tanyanya. Bahkan... aku yakin, jika baru kali pertama ini aku ke sini.

"Tempat pertama kali kita bertemu." lanjutnya.

"Bukannya kita bertemu di Sekolah?" dia menggeleng dan itu berhasil membuatku bingung. Mungkin orang lain yang mirip denganku. Atau juga... orang lain itu yang dia anggap aku sampai sekarang... entahlah.

"Dulu... gue sering ke sini sama Arya."

"Tentang Arya..." kulirik Ricky, aku takut jika dia marah karena aku menyinggung mantan sahabatnya itu, "apa bener, dia rebutan cewek ama Raka, saudara kembar elo?"

"Oh... Cahaya?" tanyanya, kuanggukan kepalaku kuat-kuat saat dia terlihat tidak marah. "Cahaya itu dulunya ceweknya Arya... sampai suatu hari, Raka kenal sama Cahaya. Raka, Adek gue... tipikal saudara yang apapun pengen samaan sama gue, nggak pakaianlah, apalah, dan cewek juga."

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti. Jika dulu, Raka merebut Cahaya dari Arya. Bukankah berarti jika dulu Ricky sudah mempunyai sosok lain yang sama dengan Cahaya? Lalu kenapa, namaku disangkut-pautkan dengan mereka?

"Gue dan Arya punya cewek yang sama, maksud gue... wajahnya sama. Nah... si Raka tahu, terus Raka ngerebut Cahaya ini dari tangan Arya. Arya mikirnya, semua itu ulah gue. Padahal, sama sekali nggak pernah gue nyombaling Raka pun Cahaya. Arya dan Raka, gue nggak bisa berat sebelah, di satu sisi Raka adalah saudara gue, di sisi lain Arya adalah sahabat yang udah gue anggap sebagai saudara. Sampai saat itu terjadi, saat Cahaya meninggal karena kecelakaan. Arya mikir, gue yang nyebabin Cahaya mati. Karena gue sempet bilang ke dia, kalau gue mau hilangin Cahaya jika Arya dan Raka bertengkar terus. Itu sebabnya, sejak saat itu dia nuduh gue jadi seorang pembunuh."

"Terus... cewek elo, di mana?"

"Dia hilang... bersama dengan hilangnya Cahaya. Tapi gue yakin, gue akan membawanya kembali." jadi... apakah itu artinya aku hanya pelarian Ricky? Selama Ricky mencari cewek itu? Lalu... bagaimana nasibku jika cewek itu sudah kembali? Apakah aku akan dibuang begitu saja? Ya Tuhan... kenapa aku harus sedih. Seharusnya aku sudah tahu ini dari awal dan tidak terlena dengan cinta semu dari Ricky, dan Nilam harus bisa bangkit dan tidak boleh besar kepala dengan semua hal yang terjadi.