Chereads / UNFORGIVEN BOY / Chapter 24 - ~You Got My First Kiss~

Chapter 24 - ~You Got My First Kiss~

Kubuka kardus yang setahun ini kusimpan rapat di dalam lemari. Ya... di depan dia, Ricky. Aku ingin menceritakan masa-masa laluku dulu saat aku bersamanya. Setidaknya, agar dia tahu dan ingat tentang masa-masa indah kami. Aku yakin, dia akan tersenyum. Iya, kan... Rick?

Kuingat lagi saat itu, waktu dia memberiku benda-benda aneh ini. Tepatnya dulu, setelah tawuran yang tidak bermutu;

"Jadi... besok lo ulang tahun?" saat ini aku dan Ricky tengah duduk di warung Mang Ujang. Bersama Genta dan Lala. Kami duduk berempat.

Awalnya... kami hanya bertiga—tanpa—Ricky. tapi, tiba-tiba... anak itu yang awalnya sudah duduk bersama teman-teman gengnya pun melihatku. Dia langsung ikut duduk di sini. Jujur, aku sedikit tak suka. Karena, saat ini aku merasa menjadi pusat perhatian seluruh siswa.

Sejak masalah pemukulan Kak Aldi semua siswa takut denganku, semuanya tidak berani mengata-ngataiku. Jujur... aku sedikit senang, setidaknya kehidupanku sekarang lebih aman. Aku tidak lagi jadi korban bully—an.

Aku mengangguk menjawab pertanyaan Ricky. Dia merebut jus tomat yang baru saja kuminum sedikit. Tampaknya, dia tidak merasa jijik meminum jus yang sedotannya bekasku. Jika aku di posisinya. Aku akan berpikir dua kali untuk melakukannya.

"Jadi lo akan ngasih kejutan buat dia?" tanya Genta. Ricky menggeleng sambil menikmati jusku.

"Gue bukan tipe cowok romantis... gue juga bukan tipe cowok yang suka ribet. Dan kejutan adalah salah satu hal ribet dalam hidup gue yang musti gue hindari." katanya. Aku sudah bisa menebak, jika dia akan mengatakan itu. Apalagi yang diharapkan dari sosok seperti Ricky. Selain tawuran.

"Kalau lo nggak mau ngasih kejutan, buat apa lo tanya segala?" sewot Lala. Rupanya, dia ini tipikal cewek yang tidak takut siapapun. Meski itu seorang Ricky.

"Karena setahu gue, besok bukan ulang tahun dia."

"Kok bisa?"

"Kok bisa?" tanya Genta dan Lala kompakan. Sementara aku, bagian bertanya paling belakang. Aku yang lahir, tapi kenapa dia yang yakin jika hari lahirku salah? Padahal... di KTP pun Ijazahku, aku yakin lahir besok.

"Nanti... lo juga bakalan tahu. Kalau lo mau hadiah, besok gue kasih. Tapi maaf, gue bukan tipikal cowok romantis. Jadi... lo bisa nebak, kan... apa yang akan gue kasih ke elo."

"Tapi besok hari minggu. Kan lo bilang, jadwal pacaran kita kalau minggu libur."

"Besok pengecualian. Titik, nggak ada bantahan!" jawabnya tegas. Aku mengangguk saja sambil menunduk. Dia mengacak rambutku sambil mengangguk-angguk.

"Pinter." lanjutnya. Kemudian... dia kembali bergabung dengan teman-teman badungnya.

Ada yang beda dari Ricky hari ini. Bukan... bukan, tepatnya sejak kemarin. Kok dia tidak membawa bungkus rokok? Kok dia sampai tadi pagi dan istirahat ini tidak merokok? Tumben sekali. Padahal, biasanya dia paling tidak bisa semenit saja—ibaratnya jika tidak merokok. Apa dia kehabisan uang untuk beli rokok?

"Rick... rokok nih!" seru Mondy, sambil mengulurkan rokok pada Ricky. Ricky hanya tersenyum, kemudian dia menggeleng pelan.

"Gue udah... tadi—" jawabnya. Belum sempat kudengar percakapannya dengan yang lain, Genta dan Lala sudah mengagetkanku.

"Apa?" tanyaku dengan intonasi suara lebih tinggi. Keduanya tampak kaget, kemudian tersenyum maklum.

"Dia jadi tambah manis ya."

"Siapa, Ta?"

"Cowok elo, Rikcy." kukerutkan keningku bingung. Manis? Apanya?

"Lihat deh... selama dia pacaran sama elo. Sedikit demi sedikit dia udah mulai berubah kali, Lam. Cara pakaiannya, meski kancing kemejanya masih belum sepenuhnya dikacingin, setidaknya nggak kayak dulu. Seragamnya juga sekarang semakin rapi, nggak kusust. Rambut gondrongnya sekarang pendek. Terlebih...."

"Terlebih apa?" tanyaku penasaran, saat Lala memotong ucapannya.

"Dulu kan dia sering tuh mukulin siapa saja di Sekolah. Sekarang... udah enggak, kan?"

Mungkin hanya kebetulan.

"Iya, apalagi lihat saja tuh... tumben amat dia nggak rokok. Kesambet apa sih dia? Lo hipnotis dia?" aku menggeleng saat Genta bertanya seperti itu. Sumpah, aku tidak merasa telah menghipnotis Ricky. Jika pun perubahan Ricky lebih positif. Itu karena dirinya sendiri, bukan karenaku.

"Jadi... mari kita bahas kalian," kataku mengalihkan pembicaraan. Semenjak pengakuan Genta jika Lala dan dia sudah jadian. Aku belum sempat menanyai mereka macam-macam. Meski... mereka sudah berbuat macam-macam di depanku. Maksudnya... gaya pacaran anak zaman sekarang. Apalagi anak-anak kaya dari kota, bisa ditebak sendiri. Seperti apa tanpa perlu aku jelaskan secara detail.

"Jadi kalian kapan PDKT? Kok gue nggak tahu?"

"Bagaimana elo tahu. Elo tahunya hanya buku-buku saja."

"Bener kata Genta. Padahal... kata Genta dia sering curhat sama elo masalah gue. Tapi elo tanggepin biasa saja." Lala menggembungkan pipinya. Itu pertanda, jika dia sedang marah padaku sekarang.

Mana? Aku tak pernah tahu jika Genta sering curhat denganku masalah Lala? Curhatannya yang paling penting hanyalah; saat dia menyuruhku memberikan catatan jawaban pada Lala, tentang nomor Lala yang jarang aktif dia sampai tidak bisa menghubungi Lala. Selebihnya, hanya keluhan aneh yang katanya sedang jatuh cinta sama cewek dan bingung bagaimana cara nembak cewek itu. Oh Tuhan! Aku baru paham, jika cewek yang dimaksud adalah Lala. Sahabatku sendiri.

"Oh... jadi seperti itu," gumamku yang mulai sadar letak kesalahanku di mana. Aku memang sahabat yang tidak peka. Bagaimana bisa aku tidak tahu perasaan kedua sahabatku ini.

"Maafin gue ya?" keduanya langsung memelukku, sambil mengangguk. Aku merasa menjadi sahabat yang buruk. Ketika sahabat-sahabatku begitu mengertiku tapi aku malah sebaliknya. Aku memang payah, jika berurusan dengan cinta. Karena cinta... bukanlah bidangku.

"Oh ya... ngomong-ngomong, kami punya hadiah buat elo. Spesial!" pekik keduanya.

Mereka langsung menyeretku kembali ke kelas setelah membayar makanan pesanan kami. Apa? Aku sangat penasaran dengan hadiah yang katanya 'spesial' itu.

Aku duduk di bangkuku. Keduanya mengeluarkan sesuatu dari tas punggung Genta. Bentuknya kotak dan itu sangat asing buatku.

"Ini! Gue yakin, elo bakalan suka!" pekik Lala.

"Sebenernya ini ide Lala... gue hanya ngaminin aja." tambah Genta dengan wajah yang tak begitu yakin.

"Apa ini?" tanyaku lagi semakin bingung. Kok aku merasa ini adalah benda yang buruk untukku.

"Catokan rambut sama obat pelurus rambut, Nilam! Elo'kan udah nggak jomblo lagi, jadi elo harus dandan sedikit. Elo tahu'kan Ricky itu siapa? Dia itu black prince di Sekolah kita. Jadi... apa salahnya kalau lo tampil sedikit lebih cantik."

"Jadi... kalian pikir, rambut ikalku ini jelek? Ini, kan nggak kribo... ini hanya ikal yang benar-benar ikal."

"Bukannya jelek, Nilam sayang... hanya saja. Rambut alami lo yang indah itu, modelnya udah kuno. Sekarang... zamannya rambut lurus kayak artis korea. Jadi... pakai ya? Ini juga demi kebaikan elo kok. Kami juga tahu, kalau lo kami paksa ke Salon nggak bakal mau. Karena Tante Rosi pasti akan nyariin elo. Ini alternatifnya, lagi pula... semua langkah-langkah penggunaaannya, ada di sana. Lengkap!"

"Tapi---"

"Sudah nggak usah sungkan. Kami ikhlas, kok." tapi kenapa ya, perasaanku tidak enak mengenai ini.