Pesawat Sukhoi Su-34 Prussia yang dipiloti oleh Franz Ludwig Charlemagne Malherbe tengah membombardir sebuah Kota yang dikuasai oleh milisi Daesh dengan bom fosfor putih. Sebelum dilakukannya serangan tersebut, pihak Prussia telah mengultimatum kelompok Daesh yang menguasai Kota Saghar untuk segera meninggalkan Kota tersebut.
Fosfor putih yang sangat panas berjatuhan dari langit dan membakar beberapa titik di Kota Saghar. Beberapa bangunan yang dijadikan sebagai gudang senjata meledak akibat efek radiasi panas dari bom fosfor putih.
Malam yang gelap gulita kini berubah menjadi malam yang terang dan panas setelah Kota Saghar dihujani dengan bom fosfor putih oleh Angkatan Udara Prussia.
"Kerja yang bagus, Ludwig," sapa salah seorang rekannya yang berwajah Mongoloid, berbadan ramping dengan tinggi seratus tujuh puluh satu centimeter dan berkumis tipis. Dia adalah seorang Pilot Angkatan Udara Russia bernama Inancha Bilge.
"Aku hanya melaksakan tugasku saja sebagai seorang Pilot pemula," balas Lelaki berambut pirang dan bermata biru tersebut.
"Mana ada Pilot pemula yang membombardir target musuh dengan sempurna," sanggah rekannya yang berasal dari Prussia, Gustav Ludwig Wilhelm von Imhoff. "Kau selalu membuatku iri dengan keakuratanmu dalam menyerang, kawan."
"Bagaimana pun juga kita bertiga adalah Tim dan harus saling menutupi kekurangan masing-masing dengan keunggulan yang kita miliki. Charlemagne adalah penyerang yang hebat dan Gustav adalah Kapten yang cekatan," ujar Abdullah Arslan mencairkan suasana antara kedua rekannya.
"Tapi aku bukanlah Striker, aku-," celetuk Charlemagne yang terpotong oleh perkataan Abdullah Arslan.
"Baik Striker maupun Pilot sama saja. Hanya berbeda di medianya, dan seluruh Pilot Pesawat Tempur adalah Striker."
Gustav dan Bilge tertawa mendengarkan ucapan konyol dari Lelaki Kazakh tersebut.
"Pelawak seperti dirimu sangat dibutuhkan di militer," kata Bilge yang tengah tertawa.
"Aku tahu itu kawan, karena membuat orang tertawa bahagia adalah salah satu ibadah," balas Abdullah Arslan dengan tampang konyolnya.
Charlemagne hanya tersenyum melihat situasi bahagia seperti ini. Dia tidak menyangka bahwa meskipun sedang Perang, namun masih bisa tertawa bahagia dibalik kerasnya medan peperangan.
"Kebahagiaan adalah hal yang sangat manusiawi."
.
.
Beberapa Tentara Collective Security Organization berjalan memasuki sebuah Desa yang berada sangat dekat dengan Pangkalan Militer di mana mereka bertugas. Mereka membawa banyak barang yang ditaruh di dalam truk ZIL-4334 seperti beberapa kardus makanan, beberapa kantung tepung, dan beberapa kebutuhan sandang musim dingin untuk dibagikan kepada Warga Sipil. Mereka juga membawa beberapa kantung semen untuk membantu Warga Desa membangun kembali sekolah, masjid dan rumah yang hancur akibat Perang ini.
Keempat truk tersebut berhenti di sebuah lapangan dan para Warga Desa segera berlarian mendekati keempat truk tersebut. Para Tentara segera keluar dari dalam truk mereka untuk mengatur para warga yang datang.
"Semuanya harap tenang dan kami minta bantuannya," kata Gustav. "Kami minta bantuan kalian untuk mendistribusikan setiap paket ke rumah-rumah. Setiap rumah mendapatkan satu paket makanan dan satu paket kebutuhan pakaian."
Salah seorang Lelaki berwajah Mongoloid mengulangi perkataan yang diucapkan oleh Gustav dalam menggunakan Bahasa Hazara. "Semuanya harap tenang dan kami minta bantuannya. Kami minta bantuan kalian untuk mendistribusikan setiap paket ke rumah-rumah. Setiap rumah mendapatkan satu paket makanan dan satu paket kebutuhan pakaian."
Orang-orang yang awalnya terlihat tidak sabaran kini mulai berusaha untuk tertib, yah mereka juga takut akan todongan senjata api yang pelurunya siap selalu menembus kepala mereka. Beberapa perempuan dan anak-anak yang berada dalam kerumunan perlahan mulai meninggalkan kerumunan tersebut kembali ke rumahnya.
Gustav berjalan dengan santainya menuju ke arah sebuah masjid yang rusak. Dia menempelkan kedua tangannya pada dinding masjid tersebut dan dengan cepat masjid tersebut kembali utuh seperti semula, hanya saja arsitektur gasjid yang Gustav buat benar-benar seperti masjid-masjid khas orang-orang Tartar yang mirip gereja tatolik.
"Apa kau gila? Kau telah merubah masjid kami menjadi gereja!" seru salah seorang Warga yang kesal.
Salah seorang Tentara dari etnis Hazara mendekati Gustav. Lelaki Hazara itu berbicara dalam bahasa Jerman ke Gustav yang artinya, "Apa kau gila? Kau telah merubah masjid kami menjadi gereja!"
Gustav sedikit terkekeh mendengar ocehan warga yang kesal. Dengan santainya Gustav berkata, "Ini adalah bentuk masjid orang-orang Tartar di Europa Timur yang bentuknya seperti gereja. Karena orang-orang Tartar tidak bisa membuat bangunan, sehingga Orang-orang Polandia membuatkan mereka masjid untuk beribadah. Bentuknya yang seperti Gereja adalah simbol persatuan dan persaudaraan antara umat Kristen Katolik dengan umat Islam."
Rekan Hazaranya segera menerjemahkan perkataan Gustav kepada warga yang terlihat kesal. "Ini adalah bentuk masjid orang-orang Tartar di Europa Timur yang bentuknya seperti gereja. Karena orang-orang Tartar tidak bisa membuat bangunan, sehingga Orang-orang Polandia membuatkan mereka masjid untuk beribadah. Bentuknya yang seperti Gereja adalah simbol persatuan dan persaudaraan antara umat Kristen Katolik dengan umat Islam," jelasnya dalam menggunakan Bahasa Hazara.
Orang-orang Hazara yang awalnya kesal, kini menjadi senang akan bentuk terbaru dari masjid mereka.
"Terima kasih. Kami belum pernah memiliki masjid yang indah seperti ini."
Para Warga Desa bersalaman dengan Gustavuntuk menyampaikan rasa terima kasih mereka, sedangkan Gustav Ludwig Wilhelm von Imhoff terlihat bingung dengan tindakan mereka.
Abas Shah Noyyan terkekeh melihat kawan Jerman-nya yang kebingungan. Dia berbisik kepada Gustav dalam Bahasa Jerman, "Terima kasih. Kami belum pernah memiliki masjid yang indah seperti ini."
Mendengar bisikan dari Shah Noyyan membuat Gustav tertawa bahagia.
"Terima kasih telah memuji karya seniku. Aku benar-benar bahagia karya seniku dipuji seperti ini. Bagaimana jika kita foto bareng?" tawar Gustav kepada Orang-orang.
Shah Noyyan mengajak seluruh Warga Desa bersama Gustav untuk foto bareng di depan Masjid baru tersebut yang berarsitektur seperti bangunan Gereja-gereja Katolik di Europa Timur.
Gustav duduk bersama dengan Warga Desa di depan masjid baru tersebut, sedangkan Shah Noyyan mengambil potret bahagia tersebut dengan kameranya.
Meskipun mereka dipisahkan oleh agama, etnis, dan ideologi, namun mereka terlihat berbahagia dalam satu ikatan persaudaraan sebagai manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan.
Setelah berfoto di depan masjid baru tersebut, Gustav segera mengirim foto itu kepada kedua orang tuanya. Caption pada foto tersebut tertulis, "Orang-orang Islam ini sangat menghargai karya seniku sebagai seorang alkemis."
Kedua orang tuanya sangat senang melihat foto Gustav yang tengah berbahagia bersama dengan orang-orang Hazara.
"Sepertinya Baron von Imhoff telah lahir," celetuk Charlemagne.
"Dan kau adalah-" perkataan Abdullah Arslan dipotong oleh Charlemagne.
"Jangan menanyakan hal-hal yang tidak penting padaku," tegas Charlemagne kepada rekannya yang cerewet tersebut.
"Maafkan aku kawan, jika aku terlalu cerewet," ujar Abdullah Arslan dengan ekspresi wajah yang sedih.
.
.
Para Tentara Collective Security Organization tengah sibuk membantu warga desa dalam membangun dan memperbaiki rumah-rumah mereka yang rusak. Gustav tengah mengaduk adonan semen, Arslan sedang memaku kayu, sedangkan Charlemagne sedang memasak masakan khas Persia bersama dengan para perempuan yang membantunya.
Ketampanan Charlemagne merupakan warisan dari ayahnya, siapapun perempuan yang melihatnya pasti akan jatuh hati. Selain tampan, Charlemagne adalah Orang yang memiliki kepribadian yang tenang dan santai.
"Charlemagne selalu dikelilingi dengan para perempuan," kata Arslan yang sedang memaku kayu. "Dan juga masakannya enak."
"Hal itu sangat wajar, mengingat dia hidup terpisah dari Ayahnya dan dia harus bisa segalanya," balas Gustav.
"Benarkah?"
"Kalau dijelaskan ceritanya akan sangat panjang dan aku rasa kau tak perlu terlalu tahu banyak hal tentang dirinya," balas Gustav. "Semua orang memiliki hal-hal yang tidak ingin dibahas atau didekati."
Arslan tetap melanjutkan pekerjaannya memaku kayu.
"Hey, semuanya. Beristirahatlah dan saatnya makan siang," kata Charlemagne dibantu dengan para gadis desa membawa berbagai macam makanan yang menggugah selera. Mereka menaruh makanan tradisional khas Persia itu ke sebuah tikar yang telah digelar oleh para gadis desa.
Para Tentara, dan lelaki desa tersebut segera menghentikan aktifitas mereka dan berhamburan untuk makan siang berjamaah. Mereka saling berbagi makanan pertanda kuatnya ikatan persahabatan antara Tentara Collective Security Organization dan para warga desa.
"Semuanya. Sebelum makan siang, mari berdoa sesuai Agama masing-masing. Berdoa dimulai," ucap Gustav dengan mengucapkan kalimat dalam Bahasa Hazara, setelah sebelumnya Shah Noyyan menerjemahkan kalimat yang akan diucapkan oleh Gustav sebelum makan siang.
Para warga desa dan Tentara Collective Security Organization berdoa dengan begitu khusyuk sesuai Agama mereka masing-masing. Walaupun mereka berbeda Agama (ada yang Islam, Kristen, Budha, Tengerisme, bahkan ada yang Atheist), namun mereka adalah saudara dalam kemanusiaan.
Mereka menikmati makan siang dengan penuh atmosfer persaudaraan. Segala beban mereka tentang peperangan hilang begitu saja ketika mereka menikmati makanan buatan Charlemagne yang dibantu oleh para Gadis Desa yang cantik jelita.
Beberapa Orang saling menyuapi satu sama lain dan tertawa bahagia setelah menelan makanan yang begitu lezat dan menggugah selera.
Setelah selesai memakan berbagai macam makanan tradisional khas Persia, mereka mengangkat gelas-gelas mereka ke udara yang berisi teh hangat dan saling bersulang.
Arslan berjalan menghampiri Charlemagne yang tengah bersantai sambil menikmati secangkir kopi hangat.
"Maafkan aku kawan, jika sebelumnya tutur kataku membuat dirimu tidak nyaman," kata Arslan mengulurkan tangannya.
"Jangan pikirkan itu, bukankah kita ini adalah teman, dan juga saudara," balas Charlemagne yang membuat Arslan sedikit kaget. "Bagaimana dengan makanan buatan kami?" tanya Lelaki berbadan tinggi, berambut pendek berwarna pirang dan bermata biru tersebut.
"Aku merasa bahagia ketika kau menyebut 'teman' dan 'saudara," ungkap Arslan. "Masakanmu lebih enak daripada Vinsmoke Sanji," puji Lelaki Russia dari etnis Kazakh tersebut.
Charlemagne tertawa lepas mendengar jawaban dari rekan satu squad-nya, dan Arslan ikut tertawa pelan.
"Sebuah kehormatan bagiku bisa menyajikan berbagai macam makanan yang lezat dan bisa membuat bahagia Orang-orang yang memakan makanan buatanku," kata Charlemagne. "Aku benar-benar bersyukur," ungkapnya.