Chereads / Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia] / Chapter 31 - Bab 31, Krisis Di Tajikistan, Part 1

Chapter 31 - Bab 31, Krisis Di Tajikistan, Part 1

Beberapa pesawat Sukhoi Su-57 menjatuhkan beberapa bom di beberapa titik yang dikuasai oleh Militan Tajikistan. Operasi gabungan yang dilakukan Collective Security Organization (CSO) dilancarkan untuk membantu Pemerintah Federasi Russia dalam memerangi para pemberontak Tajikistan yang terdiri dari fraksi Islamis, Sosialis, Komunis, dan Liberalis.

Hujan bom yang dijatuhkan oleh beberapa pesawat Sukhoi Su-57 menghanjurkan beberapa gudang senjata yang dikuasai oleh pemberontak Tajikistan dan menewaskan puluhan serta melukai ratusan orang musuh.

Di sebuah Pangakalan Udara Ayni yang terletak di sebelah barat daya Kota Dushanbe. Para pilot tengah bersantai setelah menghujani posisi-posisi musuh dengan bom.

"Kerja bagus, Charlemagne," kata Johan menepuk pundak kawan dari Prussia-nya.

"Aku hanya melakukannya sebagai seorang Tentara Collective Security Organization," balas Charlemagne yang tengah meminum sebuah jus jeruk.

Perempuan berambut panjang berwarna pirang, bermata biru cerah setinggi seratus tujuh puluh dua centimeter dan berseragam militer warna hitam tengah berjalan menghampiri mereka berdua.

"Aku tak menyangka kau mau mengotori tanganmu dengan darah, Charlemagne," kata Athena yang duduk di samping kanannya. "Kau terlihat sangat antusias terlibat dalam misi di Tajikistan."

"Menjadi Pilot adalah cita-citaku sejak kecil. Terbang di angkasa itu rasanya sangat menyenangkan dan akhirnya aku sadar bahwa menjadi Pilot sangatlah menyenangkan," ungkap Charlemagne dengan ekspresi wajah yang senang. "Ibu selalu bercerita tentang almarhum Ayahnya yang merupakan seorang Pilot dan sejak saat itu aku memutuskan ingin menjadi Pilot seperti Kakekku."

"Ayahnya bernama Jean-François Laurens Malherbe, dia adalah salah satu Pilot hebat Prussia dan juga merupakan salah satu rekan dari Kakek Otto Leonard," jelas Athena. "Kakek kita di masa muda sama-sama merupakan seorang Pilot. Hanya Ayah kita dan diriku yang menjadi kru Tank."

Charlemagne diam dan tidak ingin berkomentar. Karena dia itu sama seperti Kanselir Leopold dan sama-sama membenci Jenderal Otto Leonard.

"Meskipun kalian berdua dan Charla terlihat mirip, siapa sangka kalian itu berbeda Ibu," Johan mengomentari wajah dan fisik mereka berdua yang terlihat mirip, terlebih Athena dan Charla yang terlihat seperti Saudara kembar. "Meskipun kalian terlahir dari Ibu yang berbeda, namun kalian terlihat sangat akrab, dan tidak seperti kisah Cinderella yang begitu gelap dan kelam. Namun aku berbicara seperti ini tidak ada maksud untuk menjelek-jelekan kalian."

"Kau tahu, Johan. Orang yang memberikan nama kepada diriku adalah ibunya Charla dan Charlemagne," balas Athena.

Johan sedikit terkaget, "Benarkah. Padahal umumnya antar saudara tiri itu memiliki hubungan yang kurang harmonis."

"Ratu Victoria memiliki hubungan yang bagus dengan saudara tirinya, termasuk dengan anak dari saudara tirinya. Yang paling penting, bersaudara ataupun bukan, kita tetap harus menjaga hubungan. Kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain, maka dari itu kita harus bekerja sama untuk bisa bertahan hidup," jelas Athena.

"Termasuk bekerja sama dengan Theodore Ludwig Hohenstein," celetuk Johan dengan ekspresi wajah jahilnya.

"Hah!" Athena sedikit kaget akan hubungannya dengan Theodore yang diketahui oleh Johan. Bahkan Charlemagne sendiripun tidak tahu, mengingat Athena tidak pernah mengumbar kemesraan.

"Bukankah kau dan Theodore menjalin hubungan jarak jauh dan itu dimulai sejak dua hari sebelum berakhirnya perang di Belarusia Soviet," kata Johan.

Athena menatap tajam Johan lalu menghampirinya. Athena mencengkram seragam Johan, "Kalau aku menjalin hubungan dengan Theodore, memangnya kau mau apa, hah!"

"Justru aku senang melihatnya, dan bisakah kau lepaskan aku."

Athena melepaskan cengkramannya dan segera meninggalkan mereka berdua. Charlemagne kemudian pergi meninggalkan Johan dan berjalan mengikuti Athena.

.

.

Konflik Tajikistan telah membelah Negeri ini menjadi dua wilayah, yaitu wilayah barat dan utara yang dikuasai oleh Pemerintah Pusat Russia dengan wilayah timur dan Region Khatlon di selatan yang dikuasai oleh Pemberontak yang didukung oleh North Atlantic Alliance (NAA).

Pasukan Collective Secutiry Organization (CSO) tengah berusaha merebut kembali Kota Obikiik yang dikuasai oleh pemberontak. Puluhan kendaraan lapis baja yang dikawal delapan unit TSF telah tiba di utara Kota Obikiik yang merupakan Ibu Kota dari Khuroson Region.

Pemberontak Tajikistan menyambut kedatangan pasukan Pemerintah dan Collective Security Organization (CSO) dengan pekikan kalimat takbir dan hujan mortar.

Kedelapan unit TSF tipe MiG dan Sukhoi menyebar untuk menyerang titik-titik yang dikuasai oleh para pemberontak. Kedelapan TSF tersebut terdiri dari dua unit MiG dari Prussia, dua unit MiG dari Belarusia Soviet, dan empat unit Sukhoi dari Russia.

"Tembak!" perintah Beatrix kepada ketujuh rekannya.

Mereka menembaki para musuh yang tengah menghujani mortar ke arah Pasukan Collective Secutiry Organization. Beberapa titik pertahanan Pemberontak Tajikistan tengah dihancurkan oleh kedelapan unit TSF tersebut, namun mereka masih belum menyerah.

Para mujahidin yang tergabung dalam barisan pemberontak Tajikistan menunjukkan semangat tempur mereka yang luar biasa. Mereka menembakkan misil-misil MANPADS untuk menjatuhkan kedelapan unit TSF, tetapi kedelapan unit TSF tersebut menembaki misil-misil tersebut, walaupun ada beberapa misil yang menimbulkan sebuah kerusakan kecil pada beberapa TSF tersebut.

TSF yang dipiloti oleh Beatrix terbang lebih jauh menuju ke arah selatan dan menghancurkan beberapa titik-titik pertahanan musuh.

Dari arah selatan muncul sebuah ledakan yang cukup kuat dan dipenuhi dengan asap. Dari balik asap yang pekat tersebut, keluarlah sosok titan setinggi sembilan belas meter yang segera berlari menuju ke arah TSF berwarna merah gelap yang dipiloti oleh Beatrix.

"Sepertinya kalian bukan sembarangan Orang. Kalau bukan pasukan bayaran, mana mungkin kau bisa berubah menjadi titan," gumam Beatrix.

Beatrix menembaki titan berambut gondrong dan bergelombang tersebut. Titan tersebut menghindari setiap tembakan dari Beatrix dan melompat menuju ke arahnya. Beatrix menghentikan tembakannya dan dia mengambil pedang yang berada di belakang punggung TSF-nya dan langsung menebas tubuh titan itu menjadi dua bagian ketika hampir mendarat.

Dari dalam potongan tubuh Titan yang telah terbelah dan terjatuh di tanah tersebut, seorang lelaki berambut gondrong dan bergelombang tengah merangkak keluar. Ketika dia mengangkat kepalanya ke atas, TSF berwarna merah gelap tersebut langsung menginjaknya hingga tubuhnya hancur.

"Kalau aku jadi kau, aku akan menggunakan kekuatan titan untuk melawan ribuan Tentara dan barisan kendaraan tempur, bukan melawan TSF," kata Beatrix menatap genangan darah yang mengotori kaki TSF-nya. "Semuanya, kita mundur ke titik yang aku berikan."

Beatrix memberikan titik X yang tepat berada di belakang barisan kendaraan tempur Pasukan CSO. Kedelapan TSF tersebut segera kembali ke lokasi yang telah ditandai sambil menembaki musuh-musuhnya yang bersembunyi di dalam dan di balik bangunan.

Belasan unit tank, BMP dan puluhan mobil Toyota memasuki Kota Obikiik yang jalanannya masih berpasir dan berbatu. Mereka kemudian menyebar ke berbagai penjuru Kota.

Beberapa BMP dan Toyota berhenti di beberapa titik dan para Tentara yang berada di dalamnya keluar untuk menghabisi musuh.

"Semuanya, berpencar!"

Para Tentara berseragam militer maupun berseragam sipil dengan ban lengan berwarna merah darah berpencar dalam sebuah tim berisikan sepuluh orang untuk merebut kembali Kota Obikiik. CSO mengerahkan dua ribu unit Tentara, sebelas tank dari varian T-72, dan T-90, delapan belas BMP, dan empat puluh delapan mobil Toyota yng sudah dimodifikasi.

Tank T-90MS yang dikomandoi oleh Athena bergerak maju memasuki sebuah pasar. Tank tersebut berhenti di persimpangan. Michelle menggerakkan posisi turet Tank ke arah sebuah bangunan bertingkat dua dan menembakkan meriamnya. Tembakannya menghancurkan bangunan yang oleh musuh digunakan sebagai salah satu markas mereka.

"Kerja bagus, Michelle," puji Athena. "Lanjut Patricia."

"Baik, Kapten."

Sementara itu, Ludwig Wilhelm Ferdinand von Hohenzollern-Sigmaringen bersama dengan tim yang dia pimpin memasuki sebuah bangunan bertingkat tiga, mereka semua langsung diberondong oleh musuh dengan senapan mesin. Beruntungnya Wilhelm telah membuat tembok batu untuk melindungi tim-nya dari berondongan peluru. Dengan tekniknya dalam mengendalikan tanah dan batu, Wilhelm membuat gundukan batu-batu yang tajam untuk menghancurkan senapan mesin serta melumpuhkan musuh yang menjaga di posisi tersebut.

"Berpencar." Wilhelm dan kesembilan rekannya berpencar di lantai bawah gedung tersebut. Mereka memeriksa setiap bagian yang ada di lantai bawah.

"Clear."

"Semuanya, kita akan ke lantai selanjutnya," kata Wilhelm.

Mereka semua berkumpul di mana Wilhelm tengah berada lalu bergerak menuju ke lantai dua. Baru menginjakan kaki mereka di beberapa tangga, Wilhelm dan tim-nya disambut dengan berondongan peluru dari musuh mereka. Wilhelm menarik Pedang-nya dan menangkis setiap peluru yang ditembakkan oleh musuh. Lelaki berambut coklat dan bermata biru itu berlari dengan cepat dan menebas keempat musuh-nya.

"Bagaimana keadaan kalian?" tanya Wilhelm dari atas kepada para rekan-nya.

"Rozi terluka berat, Letnan," jawab salah satu rekannya.

Wilhelm segera turun ke bawah dan mendekati rekannya yang terluka berat.

"Kami sudah mengambil seluruh proyektilnya."

Wilhelm menempelkan kedua tangannya dan mengalirkan mana berwarna biru laut untuk mengobati rekannya yang terluka. Luka-luka berat itu segera sembuh dengan cepat.

"Kalian berdua rawat Rozi. Meskipun dia telah sembuh, tetapi dia kekurangan darah. Aku tidak ingin dia merepotkan kita," perintah Wilhelm. "Kalian yang tersisa, ikut aku."

"Baik."

Wilhelm dan keenam rekannya memasuki lantai kedua. Suara geraman serigala terdengar di telinga mereka dan Wilhelm memberikan isyarat untuk bersiaga. Mereka pun bersiaga penuh untuk menunggu musuh.

Para werewolf muncul secara tiba-tiba. Mereka terlihat sangat menyeramkan dengan mata yang memancarkan cahaya berwarna merah.

"Ini siang hari. Bukankah werewolf ada di saat malam bulan purnama," kata salah seorang Tentara Russia yang terlihat ketakutan.

"Jangan takut, mereka hanyalah werewolf biasa, dan jika kalian ingin hidup, habisi mereka!" tegas Wilhelm. "Tembak!"

Mereka menembaki para werewolf yang muncul. Werewolf barisan depan tumbang akibat berondongan peluru, sedangkan werewolf di belakangnya menggunakan jasad teman mereka sebagai perisai daging untuk melindungi mereka dari terjangan timah panas.

Sebuah batu yang tajam langsung menusuk salah seekor werewolf sebelum mereka menerjang barisan pertahanan Wilhelm dan rekan-rekannya.

"Tembak kepalanya!"

Wilhelm menarik Pedangnya dan menebas kepala salah seekor werewolf yang ingin menerjangnya. Tim Wilhelm memberikan perlawanan yang cukup berani dalam menghadapi belasan werewolf tersebut. Pertarungan tersebut berjalan dengan begitu sengit. Tim Wilhelm kehilangan dua orang anggotanya dalam menghadapi belasan werewolf tersebut, sedangkan Wilhelm menebas kaki werewolf terakhir dan pedangnya menusuk kepala salah satu werewolf tersebut.

Wilhelm melihat anggota tim-nya terlihat bersedih atas kematian kawan-nya dan dia merasakan bahwa di lantai dua musuh sudah habis dan di lantai tiga dia merasakan musuh yang tersisa tengah bersiap di lantai tiga.

"Kesedihan ini bukan hanya kalian yang merasakannya, akan tetapi para syuhada tersebut tidak ingin kalian bersedih. Teruslah melangkah dan buat saudara kita yang gugur itu bahagia di Surga. Ayo jalan!" tegas sang Pangeran keturunan Jerman-Italia tersebut.

Meskipun terasa berat dan sedih, tetapi mereka berusaha untuk melangkah ke depan untuk membebaskan Kota Obikiik dari para pemberontak.

Mereka berlima tiba di lantai tiga bangunan tersebut.

Seorang Lelaki yang tubuhnya dibalut dengan rompi dan banyaknya bom berlari dengan sangat cepat menuju ke arah mereka.

Wilhelm dan rekan-rekannya menembaki orang tersebut, namun dia masih berlari dengan cepat hingga akhirnya Wilhelm membuat sebuah tembok batu yang menahannya dan terjadilah sebuah ledakan yang menghancurkan tembok tersebut.

Ledakan yang cukup kecil terjadi di sana dan menimbulkan kerusakan yang tidak berarti. Tiga orang musuh yang tersisa berlari dengan bom yang membalut tubuhnya. Kali ini bom yang mereka gunakan merupakan bom berdaya ledak tinggi. Mereka menembaki ketiga pembom bunuh diri tersebut, sedangkan Wilhelm mengendalikan batu untuk memperlambat dan melumpuhkan mereka bertiga, hingga akhirnya terjadi sebuah ledakan yang besar dan meruntuhkan bangunan tersebut.

Emosi orang-orang terlihat galau akan ledakan tersebut dan sangat khawatir akan keselamatan rekan-rekan mereka yang ada di sana.

"Apakah kita masih hidup?" tanya salah seorang dari tim Wilhelm seraya membuka mata mereka.

"Kita masih hidup dan kita ada di luar bangunan tersebut," balas Wilhelm.

"Bagaiamana Letnan menyelamatkan kami?" tanya salah seorang Tentara berwajah layaknya orang Persia.

"Sesaat belum meledak. Aku mengendalikan serpihan bangunan dan membuat kita mendarat ke sini," balas Wilhelm yang tengah tiduran di atas serpihan bangunan tersebut.

Atmosfer kemenangan langsung menyelimuti Kota Obikiik setelah Tentara Pemberontak meletakkan senjata mereka.

"Kota ini telah kita bebaskan," kata Wilhelm dengan permen lolipop di mulutnya.