Chapter 2 - Bab 2, Kuda Troya

"Saudaraku telah dibebaskan oleh pemerintah Bavaria. Mereka memang sialan dan memperlakukan saudaraku dengan buruk. Seandainya saja kita memperlakukan tahanan mereka dengan buruk, sudah pasti kita akan dikecam karena pelanggaran hak asasi manusia," kata seorang perempuan berambut panjang bergelombang berwarna merah dan bermata biru. Dia adalah seorang perempuan dari etnis Polandia bernama Jadzia Konstancja.

"Namun kita harus hati-hati dengan mereka, karena diantara mereka ada yang menjadi mata-mata," kata Maria yang tengah berdiri di samping TSF miliknya.

"Mustahil! Mana mungkin ada tahanan kita yang menghianati Negaranya."

"Tidak ada yang tidak mungkin. Mencuci otak ada seninya dan di antara mereka ada alasan untuk menghianati negaranya," kata Maria. "Misalnya, dia merasa dikecewakan karena baru dibebaskan sekarang."

"Apakah tahanan yang dibebaskan akan dikembalikan lagi ke pekerjaan asalnya?" tanya Jadzia.

"Tidak mungkin," jawab Maria. "Posisi kosong yang telah mereka tinggalkan telah digantikan oleh orang-orang baru. Kalau pun mereka diterima kembali, itu pun hanya sebagian seorang."

.

.

Seorang lelaki dewasa tengah mengurung dirinya di dalam kamarnya yang dipenuhi dengan beberapa kaleng minuman beralkohol. Meskipun dia telah dibebaskan oleh Pemerintah Bavaria dan kembali ke kampung halamannya di sebuah Desa di dekat wilayah eksklave Oldenburg Oblast, Federasi Russia. Namun dia merasa telah kehilangan kebebasannya. Lelaki berambut pirang coklat itu bergumam, "Aku sudah mengorbankan diriku demi negara ini dan sekarang mereka mencampakkanku. Apa yang orang-orang Bavaria katakan itu benar, bahwa negeri ini harus dibebaskan dari tirani junta militer berdarah biru yang menindas rakyatnya."

Dalam keputusasaannya. Ingatannya kembali di saat dia sedang mendengarkan perkatan dari Ssorang Polisi Bavaria di sebuah ruangan yang sempit dan bercahayakan lampu yang terang benderang.

"Meskipun kau dibebaskan dan kembali ke Prussia. Kau hanyalah sebongkah batu di pinggir jalan. Kau akan kehilangan pekerjaanmu dan dicampakkan oleh negaramu. Sungguh ironis juga, kau berjuang sebagai agen Stasi di luar negeri. Namun ketika kau tertangkap dan akan dibebaskan suatu hari nanti. Kebebasanmu telah dimusnahkan oleh Pemerintahmu," ujar Lelaki berambut pirang pucat dan bermata biru.

"Jadi, apa yang harus kulakukan jika aku bebas?" tanyanya.

"Bagaimana jika kau bekerja untuk kami? Kami tidak seperti Prussia yang akan mencampakkan agen-agennya. Kami akan selalu ada, di saat kalian dicampakkan. Kami akan selalu ada di setiap pikiranmu dan akan selalu membantumu. Kami bukanlah Prussia yang akan membuangmu ketika tidak berguna" jawabnya dengan kata-kata yang tersusun untuk mencuci otak tahanan tersebut.

"Aku setuju."

"Kalau begitu, kau telah terlahir kembali sebagai seorang Manusia yang merdeka. Mungkin kau akan mengalami masa-masa depresi yang kelam sebentar. Namun kau harus bangkit dari keterpurukanmu. Raihlah kebebasanmu dan tunjukkan pada Prussia yang telah mencampakkanmu, bahwa kau itu adalah orang yang merdeka!"

"Ya, kau benar, Pak Tua. Aku adalah orang yang merdeka."

.

.

Hans Bernard Wilhelmson bangkit dari keterpurukannya. Dia mengumpulkan beberapa cairan mudah terbakar untuk menjalankan aksi terornya. Rencana teror tersebut akan dia laksanakan karena dia merasa dikecewakan oleh Pemerintah Prussia.

"Aku adalah orang yang merdeka. Tak peduli setan, kau tak akan bisa menghentikanku," katanya memantapkan hatinya untuk melakukan aksi teror.

Lelaki itu keluar dari dalam rumahnya yang terletak dengan garis perbatasan antara Prussia dengan eksklave Oldenburg Oblast, Federasi Russia. Dia membawa beberapa bom molotov yang belum dia ledakkan.

Dia berjalan menghampiri sebuah rumah dan melempar bom molotov tersebut yang membakar rumah tersebut beserta para penghuninya. Dia berlari selayaknya seorang pengecut menuju ke arah pos perbatasan Prussia dengan eksklave Oldenburg Oblast, Federasi Russia.

Penjaga perbatasan Tentara Russia segera memberondong orang yang membawa bom molotov tersebut. Dia tewas dan tubuhnya terbakar sebelum sempat melempar bom molotov ke arah para Tentara Prussia dan Russia yang tengah berjaga.

"Kenapa kau menembak rakyat kami?" tanya salah seorang Tentara Prussia.

"Aku terpaksa melakukannya, sebelum dia membunuh kita semua," balas Tentara Russia tersebut. "Lihat, ada kepulan asap dari wilayah kalian. Sepertinya itu akibat serangan bom molotov barusan."

"Cepat, kita padamkan apinya," kata salah seorang Tentara Prussia.

Tiga puluh menit Tentara dan Rakyat Prussia dibantu oleh Tentara Russia memadamkan tiga unit rumah yang terbakar akibat serangan bom molotov. Korban jiwa dalam serangan teror ini berjumlah lima belas orang.

Seorang agen Stasi menghampiri rumah dari Hans Bernard Wilhelmson yang berada di dekat perbatasan Prussia dengan eksklave Oldenburg Oblast, Federasi Russia. Lelaki yang berasal dari ras werewolf tersebut mencium adanya berbagai macam bahan mudah terbakar yang disimpan di dalam rumah orang tersebut. Dia menuliskan laporannya dalam ponsel pintarnya dan mengirimnya ke markas.

.

.

Maria mengendarai Mototrail BMW 450 GX untuk berjumpa dengan salah seorang kawannya. Alicia Margareth Schneider namanya. Dia melaju motornya melewati pinggiran Kota Nassau yang sepi dengan pohon-pohon pinusnya yang menjulang tinggi.

Maria menghentikan laju motornya secara tiba-tiba ketika melihat ranjau paku terpasang di tengah jalan. Lima orang bersenjatakan pedang & kapak keluar dari arah pepohonan dan menyerangnya. Maria menghindari setiap serangan mereka dan melawan mereka secara tangan kosong meskipun dia membawa sebilah pedang dan pistol Ruger-SR-1911-Pistol. Dia melumpuhkan seluruh musuhnya dan mematahkan tulang-tulang mereka.

"Kenapa kalian menyerangku?" tanya Maria pada salah seorang Perempuan di antara mereka.

"Karena kau adalah Tentara Prussia. Kami akan melancarkan revolusi dan menjadikan Negeri ini sebagai Negeri yang merdeka dari rezim junta militer berdarah biru," jawab perempuan berambut hitam itu.

Maria menggeledah tubuh mereka. Meskipun mereka berteriak dengan mengeluarkan berbagai macam kalimat hujatan dan cacian. Namun Maria tidak peduli akan hal itu.

Maria mengecek satu per satu kartu identitas mereka.

"Namamu adalah Catherine Lisbeth van Persie, yah."

"Kalau iya, memang kenapa, hah!" teriaknya.

"Aku sempat melihat nama dan fotomu dalam sebuah dokumen PDF tentang tahanan Prussia yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Bavaria."

"Jika iya, memang kenapa?!! Kenapa kalian tidak membebaskan kami sejak awal?!! Di mana kalian saat kami dipenjara dan disiksa. Kami berjuang di garis depan untuk mencari informasi penting dan kalian diam saat kami dipenjara dan disiksa."

"Kami selalu berusaha untuk membebaskan kalian via jalur diplomasi. Namun, mereka tidak mau membebaskan kalian," jawab Maria.

"Omong kosong!"

Maria menancapkan pedangnya di hadapan wajah Lisbeth van Persie.

"Kalau kalian disiksa oleh orang-orang Bavaria, kenapa kalian menyerang tanah air kalian? Kalian telah menjadi kuda troya yang tak berharga bagi Bavaria. Kalian tahu, mereka telah mencuci otak kalian dan menggunakan kalian sebagai umpan hidup hanya untuk membunuh saudara setanah air dan berbuat kekacauan di negeri ini. Kalau seperti ini, kau akan mati sebagai penghianat, dan keluargamu akan dikucilkan. Sedangkan orang-orang Bavaria akan tertawa dan berbahagia melihat kebodohan kalian. Bukankah kalian semua masih memiliki keluarga," jelas Maria dengan nada tegas.

Kelima Orang tersebut terdiam mendengarkan ucapan Maria.

"Sadarlah, kalian telah diperdaya oleh orang-orang jahat di Bavaria. Kembalilah dan buka mata, pikiran serta hatimu. Negeri ini tidak pernah meninggalkan rakyatnya, khususnya kalian yang berjuang di garda terdepan," kata Maria berusaha menyadarkan kelima Orang musuhnya.

"Apakah masih ada kesempatan bagi kami, untuk kembali. Mengingat kami telah menyerangmu?" tanya seorang Lelaki berbadan tambun berambut coklat.

"Masih ada harapan dan jangan khawatir. Ayahku, Mayor Jenderal Karl Wilhelm Leopold von Mecklenburg-Schwerin akan membantu kalian. Jika kalian mau kembali berjuang untuk negeri ini bersamaku."

"Kami menyerah dan maafkan kami," kata keempat rekannya, sedangkan Lisbeth van Persie masih berdiam diri.

"Kalau begitu, bagus. Kami akan merawat kalian sambil meminta keterangan." Maria lalu menghubungi ayahnya yang merupakan seorang Mayor Jenderal.

Sepuluh menit kemudian, lima unit kendaraan militer BTR-60 datang ke lokasi tersebut. Mereka lalu mengangkut kelima penyerang tersebut untuk dibawa ke rumah sakit Nassau serta dimintai keterangan.

.

.

Di pagi hari yang cerah, Maria telah sampai di rumah kawannya, Alicia Margareth Schneider yang terletak di Desa Wies. Kebetulan dia sedang menyirami berbagai macam bunga yang indah dan wangi.

Maria membuka helmnya dan berjalan menghampirinya.

"Selamat pagi, Margareth," sapa Maria.

"Selamat pagi, Maria. Aku telah meyediakan segelas teh hijau di balkon."

"Terima kasih atas segala kebaikanmu."

Mereka berdua lalu duduk di kursi mereka masing-masing dan mengobrol santai sambil meminum segelas teh hijau yang hangat dan menikmati berbagai macam kue kering yang manis dan terlihat lezat.

"Aku dengar kau bertugas di Saarbrucken sebagai Pilot TSF. Bagaimana rasanya memiloti TSF tipe MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin? Aku dengar itu jauh lebih sulit daripada MiG-23 Cheburashka."

"Itu hanya rumor dan versi Mecklenburg-Schwerin jauh lebih baik daripada yang versi asli dari Russia. Ada banyak hal yang ditingkatkan, seperti kecepatan, pendinginan, armor, dan fleksibilitas."

"Mentang-mentang anak Jenderal, kau bisa dengan mudahnya mendapatkan apa yang kau inginkan," ujarnya santai sambil menatap langit yang berwarna biru.

"Menjadi anak Jenderal tak semudah yang kau pikirkan," kata Maria. "Ada banyak hal yang harus aku lakukan. Salah satunya adalah membunuh Tentara dari dalam kuda troya seperti dirimu."

Mendengar perkataan Maria benar-benar membuat Margareth tertawa. Tawa perempuan berambut pendek berwarna pirang strawberry itu terdengar mengerikan layaknya seorang iblis.

"Jadi, kau sudah tahu," katanya. "Memangnya kau bisa membunuhku," ucapnya meremehkan.

Maria segera menarik pedangnya. Namun Margareth segera menghindari serangannya. Perempuan berambut pendek itu mengeluarkan alat sihirnya yang berbentuk seperti ponsel pintar, "Phoenix."

Dari belakang tubuhnya keluar dua buah lubang berwarna merah, dan dari kedua lubang tersebut keluarlah api berwarna merah tua berbentuk seperti burung phoenix dan langsung menyerang Maria.

Api tersebut segera padam sebelum mengenai tubuh Maria yang dilindungi oleh sebuah perisai berbentuk seperti kristal-kristal es. Perisai-perisai es tersebut akan terlihat ketika ada objek berbahaya yang akan menyerangnya.

"Putri es klan Mecklenburg-Schwerin memang berbeda," pujinya. "Darimana kau tahu bahwa aku adalah Tentara Agememon yang keluar dari dalam kuda troya?"

"Salah seorang Hacker. Kau terlibat dalam memberikan logistik berupa bahan kimia berbahaya terhadap beberapa arang yang terlibat dalam aksi teror di wilayah Nassau."

"Memang apa salahnya aku melakukan hal itu. Ini adalah hukuman yang pantas bagi negara terkutuk ini."

Sambaran-sambaran api mendadak muncul dan menyerang Maria. Suasana di sekitar rumah itu mendadak panas dan berbagai macam api menyerangnya. Api-api itu mengejarnya kemanapun dia pergi. Margareth memiliki kemampuan dalam mengendalikan elemen api yang sangat baik sehingga dia dijuliki sebagai Penyihir Weis.

Maria segera berlari ke arah Margareth dan menyerangnya. Namun pedangnya ditahan dengan kedua telapak tangan Margareth.

"Jawab aku. Kenapa kau menghianati negara ini?"

"Kenapa? Sudah jelas demi kesenangan!" katanya dengan nada bicara penuh emosi. "Kami butuh banyak bukti untuk mengeksekusimu. Kau sangat gila dalam melakukan aksi teror dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya."

"Tentu saja, aku pintar. Tidak seperti kalian semua yang bodoh dan tak punya otak."

"Aku tidak bilang kau itu pintar!" Maria berlari dengan cepat dan menebas tubuh musuhnya.

Perempuan itu terjatuh dan merintis kesakitan. Perlahan tubuhnya mulai membiru dan suhu tubuhnya menurun hingga terasa dingin. Margareth menggigil kedinginan.

"Pedang ini akan memberikanmu rasa sakit dan juga sensasi dingin. Kau akan tersiksa dan perlahan kau akan mati kedinginan."

Tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Maria memukul kepala Margareth, sehinga membuatnya pingsan.

"Sebenarnya aku bisa membunuhmu. Namun aku diperintahkan hanya untuk menangkapmu. Ada banyak hal yang ingin ditanyakan tentang keterlibatanmu dalam teror yang terjadi akhir-akhir ini."

Maria membawa tubuh musuhnya untuk dirawat di rumah sakit sekaligus mendapatkan informasi darinya.

.

.

Alicia tengah dirawat di sel tahanannya. Kedua tangan dan kakinya diborgol, sedangkan perutnya diikat dengan sabuk yang mengikat tubuhnya dengan kasur rumah sakit. Di samping kirinya duduk seorang perempuan berambut panjang berwarna pirang strawberry.

"Aku kira kalian akan menginterogasiku di ruangan yang sempit seperti yang di-," kata Alicia.

"Jangan samakan kehidupan ini dengan dunia fiksi," kata Victoria Liesbeth. "Kita hidup di dunia nyata, bukan di dunia maya apalagi di rumah Luna Maya."

"Aku muak dengan sistem ini. Aku tak merasakan kebebasan."

"Negara ini negara bebas, kau tak akan dipenjara jika kau membicarakan Amerika."

Alicia tidak menggubris ucapan Liesbeth. Dia membuang mukanya sambil bersiul-siul untuk menenangkan pikirannya.

"Apa motifmu dalam melakukan tindakan terorisme tersebut?"

"Aku hanya bersenang-senang dan melihat orang menderita akibat bahan kimia sangatlah menyenangkan."

Liesbeth segera memberikan bogem mentah pada pipi kanan Alicia.

"Kau gila!"

"Memang aku gila," katanya. Dia terus tertawa terbahak-bahak dan Liesbeth segera menyetrumnya karena dia risih dengan tawa yang tak lucu tersebut.

Alicia terlihat tak sadarkan diri dan Liesbeth pun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut. Namun, secara tiba-tiba dari arah belakang sebuah kilatan petir menyambarnya dan melumpuhkan dirinya.

Alicia melepaskan dirinya dari belenggu, setelah menggunakan elemen petir untuk melumpuhkan Liesbeth.

"Kau melakukan tindakan yang sangat ceroboh. Setruman dari stun gun justru membuatku mendapatkan kekuatan tambahan," katanya. Dia mengambil senjata api dan pisau belati milik Liesbeth. "Dengan begini, aku bisa kabur dengan mudahnya."

Alicia keluar dari ruangannya. Dia lalu membuka ruangan lainnya untuk membebaskan tahanan lainnya. Para tahanan berhamburan dari ruangan mereka, dan mereka menyerang para Sipir. Terjadi kerusuhan antara para Tahanan dan Sipir, sehinga pertumpahan darah tak terthindarkan.

Jasad para Sipir di tahanan bergelatakan sejauh sepanjang mata memandang. Dari pihak Sipir hanya menyisakan tiga srang, sedangkan seluruh tahanan yang berjumlah delapan puluh telah ditembak mati di tempat.

Mereka bertiga tengah saling merawat diri mereka, dengan saling menyembuhkan luka pada fisik mereka.

Alicia berjalan menghampiri mereka, ketika mereka melirik ke arah Alicia. Perempuan itu langsung mengeksuki mereka bertiga.

"Tidak ada hal yang paling indah, selain mayat yang bergeletakan dan genangan darah," kata Alicia Margareth Schneider dengan senyuman iblisnya.

.

.

Satu kompi Polisi Militer segera tiba di lokasi kejadian perkara dan segera mengamankannya, sedangkan beberapa tim pemburu dikerahkan untuk memburu Alicia Margareth dan juga Stasi terlibat untuk mencari informasi keberadaannya.

"Apakah kita perlu terlibat dalam perburuan Alicia Margareth?" tanya Jadzia pada Maria.

"Tak perlu," jawab Maria tegas.

Kedua Perempuan itu berpatroli menggunakan TSF tipe MiG-23 Cheburashka berwarna hitam setinggi 17,8 meter. Di wilayah Perancis terlihat tiga unit TSF tipe Rafale yang berwarna amethyst pucat juga tengah berpatroli. Mereka memberikan sebuah provokasi dengan memutar sebuah lagu yang bertemakan Pan-Jermanisme.

Jadzia yang terbakar emosi segera mengarahkan senjatanya ke arah mereka bertiga, tetapi ditahan oleh Maria.

"Jangan pedulikan mereka," katanya.

Kedua unit TSF berwarna hitam itu melanjutkan berpatroli tanpa mempedulikan provokasi dari pihak Perancis.

"Menurutumu apakah semua orang Perancis brengsek seperti mereka?" tanya Jadzia dengan nada sedikit keras.

"Tidak semuanya seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang baik, sama seperti kita. Yang jahat adalah para Politikus mereka yang korup. Mereka lebih mementingkan berperang daripada memperbaiki kebutuhan utama rakyatnya."

"Yah, aku juga pernah pergi ke kota Paris. Meskipun katanya merupakan kota terindah dan romantis. Aku kaget dengan pemukiman kumuh serta banyaknya para gelandangan, kriminal, dan kupu-kupu malam."

"Seperti yang kukatakan sebelumnya. Para Politikus mereka lebih mementingkan urusan kantong pribadi juga sponsor atau partner bisnis, ketimbang kebutuhan rakyatnya. Perancis juga salah satu negara sponsor teroris Islam."

"Mayoritas teroris beragama Islam. Namun donatur mereka adalah negara-negara non-Muslim," kata Jadzia. "Sungguh miris juga melihat negara-negara seperti Amerika Utara dan para sahabatnya. Menggunskan pajak dari rakyatnya disalurkan untuk mempersenjatai dan mendukung para teroris untuk meneror dan membunuh warga sipil yang tak berdosa."

"Selama negara Islam menolak tunduk kepada Amerika Utara dan kawan-kawannya. Maka mereka akan selalu mendanai dan mempersenjatai para teroris untuk menundukkan Pemerintah negara Islam yang tidak mau tunduk kepada mereka. Yah, sama seperti dengan pasukan kuda troya yang tengah kita hadapi saat ini."

.

.

Alicia tengah berada di sebuah sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai Rhine. Perempuan itu tengah beristirahat setelah berlari tanpa henti dari penjara Nassau. Perempuan itu memakan ikan yang dia tangkap secara mentah-mentah untuk mengisi kekuatannya guna melanjutkan aksi serangan sebagai seorang prajurit kuda troya. Meskipun dia merupakan teman dari anak seorang Jenderal Angkatan Darat Prussia, namun dia merupakan seorang sesat yang menjual harga dirinya demi nafsu yang sesat.

Alicia berjalan ke arah sebuah rumah dan dia membantai seluruh penghuninya. Dia mengganti pakaiannya dan memotong rambutnya yang panjang serta mengambil beberapa senjata api dan senjata tajam milik keluarga tersebut. Setelah itu dia mengendarai sebuah mobil minibus yang terpakir di garasi pemilik rumah tersebut.

Mobil minibus BMW berwarna hitam itu melaju dengan cepat di jalanan.

"Hidup seperti Larry!" teriak Alicia sambil mengendarai mobil curiannya.

Ketika kobilnya berpapasan dengan mobil Polisi, Alicia segera menembakan kilatan petir, dan menghancurkan mobil Polisi tersebut serta menewaskan seluruh penumpangnya. Dia tertawa dengan tawa yang mengerikan setelah membunuh para Polisi tersebut.

Alicia langsung keluar dari dalam mobil tersebut dan beberapa detik kemudian. Mobil tersebut hancur setelah ditembak oleh satu unit TSF berwarna hitam yang dipiloti oleh Maria.

"Kau memiliki reflek yang bagus, Alicia," kata Maria. Perempuan itu keluar dari dalam kokpit TSF yang dia piloti.

"Meskipun kita ini teman," kata Alicia. Dia diam untuk sementara waktu dan menatap tajam Perempuan dari klan Mecklenburg-Schwerin tersebut. "Namun aku sangat membencimu."

Alicia menyerang Maria dengan kilatan petir berwarna hitam kemerahan. Maria menghindari serangannya dan menyerang balik temannya tersebut. Alicia menghindari setiap serangan Maria.

"Kau selalu tenang seperti biasanya. Dingin seperti es dan matamu tajam seperti elang," puji Alicia.

"Terima kasih atas pujiannya, teman yang telah menjadi musuh," balas Maria. "Akan aku akhiri kisahmu di sini."

Dengan gerakan yang sangat cepat, Maria menusuk jantung Alicia dan membunuhnya seketika. Perempuan itu jatuh dengan tatapan mata yang kosong.

Maria menarik pedangnya dan mengelap noda darah yang mengotori pedangnya. Dia berjalan dan memasuki kokpit TSF miliknya.

"Alicia telah aku bunuh di jalan raya Clobonz," ucapnya dengan nada dingin, meskipun air mata kesedihan mengalir membasahi wajah cantiknya. Meskipun Alicia telah menjadi musuh negara, namun dia adalah salah satu temannya, dan di tangannya sendiri teman tersebut harus merenggut nyawa atas penghianatan, dan terorisme yang dilakukan olehnya.

Membunuh teman sangatlah menyakitkan, meskipun dia berada di pihak musuh.

.

.

"Terima kasih atas kerja keras dan kerja cerdas kalian dalam membasmi pasukan kuda troya. Kalian telah menyelamatkan nyawa warga sipil dan melindungi negeri ini," puji Stadtholder Alexander Friedrich Wilhelm Viktor Nikolaus Romanovich von Hohenzollern pada beberapa anggota Stasi, Polisi, dan Tentara Prussia.

Mereka memberikan hormat kepada sang Stadtholder. Dalam sebuah upacara penghargaan yang dilakukan di Kastil Nassau. Stadtholder Nikolaus memberikan medali Order of Red Eagle sebagai tanda penghargaan, keberanian dan kepahlawanan mereka dalam menghentikan aksi teror yang dilakukan oleh pasukan kuda troya yang berbuat kekacauan di Prussia.

Maria merasa bangga dan bersyukur bahwa di usia muda, dia menerima medali penghargaan. Anggota keluarganya dari Klan Mecklenburg-Schwerin dan Mecklenburg-Srelitz bangga atas prestasi yang telah diraihnya dalam melindungi negara dari ancaman internal.

"Kau hebat, Maria," puji salah seorang remaja lelaki berusia sekitar lima belas tahun yang merupakan saudara sepupunya.

Seorang lelaki tua dengan bentuk kumis dan jenggot datang menghampiri Maria. Dia adalah Mayor Jenderal Karl Wilhelm Leopold von Mecklenburg-Schwerin, yang merupakan ayah kandungnya. Lelaki tua itu menepuk pundak Maria dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Kau adalah kebangganan klan kita," katanya sambil menangis bahagia pada puteri semata wayangnya. "Lindungilah negara ini dan seluruh rakyatnya dengan segenap kemampuanmu sebagai seorang perempuan dari ras wizard."

"Anak semata wayangku memang berbeda. Aku bangga denganmu nak," ucap ibunya, Franceque Saartje de Kock sambil memeluk dirinya dan ayahnya. "Maaf aku datang telat, karena aku barusan tersesat di jalan bernama kehidupan."