"Kamu tidak kenal lagi denganku, Daniel?" tanya Sheila.
Daniel menggelengkan kepalanya, lalu menjawab. "Tidak, memangnya kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Bukan lagi bertemu, tapi kita adalah sepasang kekasih."
'Lihat, apakah dia akan mengiyakan atau malah sebaliknya? Jika dia tidak percaya maka aku harus memastikan bahwa Daniel benar-benar hilang ingatan. Karena aku masih belum percaya pria sepintar dan memiliki banyak akses sana sini bisa semudah itu terluka,' batin Sheila yang menatap mata Daniel dengan penuh penilaian.
"Um, sepasang kekasih? Apa kamu sedang melucu? Aku sudah menikah jadi mana mungkin aku memiliki kekasih seperti dirimu," sahut Daniel yang langsung menganggap rendah Sheila, bahkan dengan menatap Sheila dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Heuh! Ternyata sikapmu tidak berubah, tetap angkuh," bisik Sheila.
"Oh ya? Jika kamu sudah tahu lalu untuk kamu berpura-pura menjadi kekasihku, Sheila?" balas Daniel dengan cara membalas bisikan juga.
Di sisi lain, Queen yang sudah sejak tadi menatap kearah mereka mulai sedikit cemas. Pasalnya ia melihat mereka berdua sedikit curiga apalagi seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu. Sampai batinnya berkata. 'Kenapa Sheila terlihat lebih agresif daripada Rossa? Apa mereka memang pernah menjalin hubungan?'
Lain halnya dengan Sheila, saat mendengar kejujuran dari Danie. Ia hanya tersenyum tipis lalu menjawab. "Heuh, ternyata dugaan ku benar. Tapi kasian sekali istrimu. Dia sudah kamu bohongi berkali-kali."
"Bukan urusanmu, jika kamu berani membuka rahasia ini maka kamu akan tahu akibatnya," ancam Daniel dengan melototkan matanya.
Tidak ada rasa takut justru Sheila semakin mendekati tubuhnya itu, lalu ia menyahuti ucapan itu. "Aw, aku takut sekali. Tapi, kamu jangan senang dulu. Aku akan menutup rapat-rapat mulutku jika ... kamu mau kencan denganku."
"Apa? Kencan? Kamu pikir aku bodoh?" Daniel langsung mencekal lengan Sheila, meskipun tidak begitu terlihat jelas kearah Queen.
"Ya, tapi yang bodoh kamu bukan aku. Lihatlah sikap kerasmu tidak bisa kamu atur meskipun kamu sedang mencoba berbohong. Kalau sudah menjadi orang keras kepala ya terima saja. Um, aku tidak juga tidak masalah jika kamu tidak ingin kencan. Hanya saja ... sejak tadi ponselku sudah merekam semua pembicaraan kita. Jika ingin merebutnya silahkan, tapi Queen sedang mengintai kita dari jauh."
"Dasar, kamu wanita licik."
"Ya memang tidak ada jauhnya denganmu. Pria iblis. Seharusnya kita cocok untuk hidup bersama. Lagipula untuk apa aku harus takut denganmu lagi toh tidak ada gunanya. Jadi ... jika dulu aku seperti kelinci yang harus berlari saat ada bahaya, tapi sekarang aku bisa menjadi serigala untukmu, camkan itu. Ya sudah aku pulang dulu ya tampan." Sheila bahagia sudah mengancam Daniel sampai tidak bisa melawan lagi ucapannya itu. Lalu ia beranjak pergi dan tidak lupa untuk melambaikan tangannya dengan sedikit senyuman yang terlukis di wajahnya.
Raut wajah Daniel begitu kesal bahkan ia tidak lagi selera menghabiskan makanannya. Nafasnya memburu tidak beraturan. Lalu batinnya berkata. 'Sheila, kamu benar-benar ingin melawanku. Lihat saja jika rekaman itu sampai ke tangan istriku maka aku akan menghabisi mu.'
Setelah Sheila menjauh dari Daniel. Lalu ia mendekati Queen yang sedang berdiri mematung di sana. Ia tersenyum, lalu berkata. "Suami mu lucu sekali ya. Kapan-kapan aku akan berkunjung lagi ketempat mu."
"Ya baiklah."
Meskipun tidak suka, Queen tetap menjawab, sebab ia hanya ingin menghormati tamu yang datang kedalam rumahnya. Lalu setelah Sheila pergi. Queen langsung mendekati suaminya dan bertanya.
"Sayang, um kalian bicara apa? Kulihat serius sekali."
"Oh tidak ada, Sayang. Hanya mengenai pekerjaan. Dia kan karyawan ku," sahut Daniel, yang langsung di percayai oleh Queen.
"Oh ya, Sayang. Bagaimana kalau kita pulang ke rumah Mama ku? Yah siapa tahu Mama kangen sama kamu."
'Dengan begini aku bisa membawa Queen menjauh sebentar dari Sheila. Dia berbahaya,' batin Daniel.
"Ke rumah Mama kamu? Wah bagus dong! Tapi kenapa kamu bisa ingat? Apa rumah mereka juga kamu ingat, Sayang?" Queen kebingungan karena tiba-tiba Daniel tidak seperti biasa yang begitu mudah mengingat hal itu.
Menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal karena kebingungan, lalu Daniel menjawab. "Um ... maksudku ya siapa tahu mereka merindukan kita. Rumahnya aku tahu saat kakak ku bilang."
Jawaban Daniel justru membuat Queen tambah kebingungan sampai-sampai keningnya sampai mengkerut. "Kakakmu? Oh ya kapan dia bilang? Kenapa aku tidak ingat, Sayang?"
'Ya ampun salah lagi. Apes banget bohong-bohongan begini,' batin Daniel.
"Anu, Sayang. Itu saat dia ke rumah sakit. Sewaktu itu kamu sedang ngobrol dengan temanmu. Ya sudah aku bertanya mengenai rumah kita. Sudahlah, Sayang. Kamu ini seperti menganggap ku bohong saja."
"Oh begitu ... baiklah. Jadi kapan kita akan berangkat?" tanya Queen dengan sedikit menganggukkan kepalanya.
"Malam ini saja, Sayang."
"Hah? Malam ini? Apa tidak terlalu terburu-buru sekali? Kita bahkan belum mengatur jadwal honeymoon." Queen menatap Daniel dengan tatapan penuh tanya dan kebingungan.
"Ya ampun ... istriku ingat sekali honeymoon. Bagaimana setelah kita berkunjung ke rumah orangtuaku baru setelah itu kita honeymoon? Tapi ... kamu yang atur jadwal penerbangannya ya karena aku tidak tahu. Nanti jika bingung suruh saja kepada beberapa orang-orang bayaran ku."
'Yes! Sheila akan kesulitan untuk mencari keberadaan ku dan Queen. Dia pasti tidak akan tahu, kamu pikir kamu bermain-main denganku. Lihat saja sebelum kamu memberitahukan semuanya kepada istriku, aku yang lebih dulu membuatmu sengsara,' batin Daniel.
Perubahan raut wajah Daniel saat ia sedang bercakap dengan hatinya begitu terlihat jelas seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Sampai membuat Queen terheran dengan suaminya itu.
"Baiklah kalau begitu aku ikut saja, tapi kondisimu belum sembuh total dan juga harus ikut tetapi rutin jadi apa sebaiknya kita tunda dulu?"
"Um, Sayang. Tidak perlu di tunda-tunda begitu. Kalau ada kesempatan ya harus kita lakuin. Mau ya, Sayang. Mau ya ... please!" Daniel memohon dengan menyatukan kedua tangan di hadapan Queen. Tetapi melihat perubahan tingkah Daniel yang semakin hari seperti orang tidak kesakitan membuat Queen sedikit curiga dengan suaminya itu.
Batinnya berkata. 'Aku semakin bingung dibuatnya.'
Queen tidak menjawab permintaan sang suami, tapi ia tersenyum tipis lalu melangkah pergi meninggalkan suaminya yang masih menatap kearahnya. Dia sadar bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh suaminya. Sebab, setelah keluar dari rumah sakit. Banyak sekali hal aneh yang terjadi. Lalu Queen memutuskan untuk menghubungi seseorang yang tidak lain Darrel. Tempat dirinya bisa menumpahkan segala curhatannya.
Berpergian ke suatu tempat yang jauh agar Daniel tidak bisa mendengar pembicaraan mereka. Lalu panggilan pun terjawab.
"Hallo, Darrel."
"Hay, Queen. Ya ada apa?"
"Bisakah kita bertemu sebentar? Ada hal yang ingin ku ceritakan padamu."
"Oh ya tentu saja aku akan selalu siap mendengarnya. Tentukan tempatnya supaya aku bersiap-siap."
"Thanks, Darrel. You are my best friend. Lokasinya aku share sekarang."
"Okey."